📢ATTENTION!! Disini banyak adegan relate kehidupan anak jaman now. All about free (kelanjutan malah baper)👄
Hot Summer Boyz yang diperankan oleh anggota group THE BOYZ : Hyunjae, Juyeon, Younghoon, Sangyeon, Sunwoo, Eric, Juhaknyeon, Jacob, Kevin, Changmin (Q), Chanhee (New) tentang sebelas cowok tampan yang sedang berlibur ke sebuah pulau tropis dan bertemu dengan gadis bernama Nikita serta dua sahabatnya, Echa dan Yesha.
Kehadiran para gadis ini yang nantinya bakal memicu cinta segitiga, momen manis, dan dinamika yang tak terduga.
⚠️Ini pengalaman musim panas yang tidak bisa kamu abaikan. HOT SUMMER BOYZ menunggu DEOBI! Let’s dive in!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sara Budi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 29 Nikita Niat Balik Jakarta Demi Sahabat
Malam di villa terasa lengang. Angin laut yang biasanya membawa hawa sejuk malam itu terasa aneh lebih berat, seperti membawa beban dari hati yang resah. Di ruang tengah, Nikita duduk bersandar di sofa dengan kaki terlipat, menggenggam secangkir cokelat panas. Yesha duduk di depannya, memainkan ujung rambutnya sambil menghela napas panjang.
Suasana villa masih tegang setelah kejadian siang tadi. Tapi mereka berdua tahu, pembicaraan ini tidak bisa dihindari lebih lama lagi.
“Gue pulang besok pagi” Nikita membuka suara tiba-tiba, memecah keheningan.
Yesha yang awalnya terlihat bosan langsung mendongak. “Hah? Pulang? Kenapa tiba-tiba banget Nik?”
Nikita menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap ke arah lampu gantung di atasnya. “Lo tanya kenapa tiba-tiba banget? Ya gue harus cari Echa lah, Yesha!! Gue nggak bisa diem aja di sini sementara dia kayak gitu pergi tanpa kabar. Ini nggak beres!!”
“Tapi lo kan bilang sendiri, lo males balik ke Jakarta. Apalagi ketemu orang tua lo” balas Yesha, alisnya naik sebelah, mempertanyakan keputusan sahabatnya itu.
Nikita mengangkat bahu, berusaha terlihat santai meskipun nada suaranya terdengar berat. “Iya, gue emang males balik. Tapi ini beda, Sha. Ini soal Echa. Dia nggak pernah kayak gini sebelumnya. Dan kalau gue nggak pulang sekarang, gue takut dia makin jauh”
Yesha menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. “Jadi lo serius mau ninggalin gue di sini?”
“Maksud lo apa? Lo juga harus ikut pulang lah. Kita kan sahabatnya Echa. Kalau dia butuh kita, ya harusnya kita ada buat dia” ujar Nikita dengan nada tegas, menatap Yesha lurus-lurus.
Yesha memalingkan wajah, pura-pura sibuk melihat kuku tangannya. “Gue nggak mau pulang”
“WHAT?” Nikita mencondongkan tubuhnya ke depan. “WHY? Jelasin alasanya apa!”
Yesha menggigit bibir bawahnya, berusaha mencari alasan yang masuk akal. “Gue masih betah di sini. Villa ini nyaman, Nik. Lagian, kalau gue balik ke Jakarta, gue berarti harus mulai kuliah lagi, ngerjain skripsi, segala macem. Males banget, tahu!”
Nikita menatap Yesha dengan tatapan tidak percaya. “Sha, lo sadar nggak sih? Kita lagi ngomongin Echa, sahabat lo yang mungkin sekarang lagi butuh bantuan kita, dan alasan lo nggak mau pulang, cuma karena lo males skripsian?!”
“Gue males kuliah, Nik...” jawab Yesha santai, mencoba mengubah suasana. Tapi Nikita tidak tertawa.
“Lo nggak lucu!” ucap Nikita dingin. “Lo tuh nggak ngerti, ya? Gue aja yang nggak betah di Jakarta rela balik cuma buat cari tahu apa yang sebenarnya terjadi sama Echa. Tapi lo? Lo malah egois kayak gini!!”
Yesha mengembuskan napas kasar, akhirnya meletakkan kakinya ke lantai dan menatap Nikita balik. “Gue nggak egois, Nik. Gue cuma masih mau di sini. Udah, gitu aja !!Lagian, gue juga masih ada misi. Gue pengen jadian sama Kevin sebelum gue balik ke Jakarta"
Nikita mendelik. “Jadi ini soal Kevin?”
Yesha terdiam. Wajahnya mendadak memerah, tapi ia berusaha terlihat biasa saja. “Ya nggak sepenuhnya. Tapi… ya lo tahu lah, gue masih mau lihat dia”
“Sha, please deh,” Nikita bersandar lagi ke sofa sambil mengusap wajahnya dengan tangan. “Lo serius mau ngorbanin Echa demi misi loe ke Kevin? Oh my God! Berarti artinya loe nggak usah ngaku sahabatnya Echa lagi, okay”
“Kok loe ngomongnya gitu, Nik?!” suara Yesha meninggi, nadanya terdengar sedikit tersinggung. “Semua orang juga berhak punya masalahkan nggak cuma Echa doang?!! Denger ya Nik!! Gue peduli sama Echa, tapi gue cuma butuh waktu lebih lama di sini. Gue nggak mau buru-buru pulang!"
Nikita memejamkan matanya, berusaha menahan emosinya. Setelah beberapa detik, ia kembali berbicara, kali ini dengan nada yang lebih tenang. “Kalau lo masih mau di sini, terserah. Gue nggak bakal maksa. Tapi gue serius, Sha. Gue bakal balik besok pagi. Kalau lo berubah pikiran, beresin barang lo malam ini juga"
Yesha terdiam, tidak membalas. Ia tahu Nikita serius, tapi hatinya masih berat untuk pulang. Selain malas kembali ke rutinitas di Jakarta, ada bagian dari dirinya yang masih ingin berada di dekat Kevin.
“Jam berapa keberangkatan kapal lo besok?” tanya Yesha akhirnya, suaranya pelan.
“Pagi banget, sekitar jam tujuh. Gue udah pesan tiket barusan” jawab Nikita singkat. “Gue harap lo pikirin lagi keputusan lo malam ini. Kalau lo peduli sama Echa, lo tahu apa yang harus lo lakuin”
Yesha hanya menatap lantai tanpa mengatakan apa-apa. Malam itu, ruang tengah villa yang biasanya penuh dengan canda tawa terasa lebih sepi dari biasanya. Hanya ada dua sahabat yang masing-masing tenggelam dalam pikirannya, memikirkan langkah yang akan mereka ambil.
Namun, jauh di dalam hati mereka, ada rasa yang sama: rasa kehilangan. Bukan hanya kehilangan Echa yang pergi tanpa kabar, tapi juga rasa takut kehilangan hubungan mereka yang selama ini terasa begitu erat.
Di lantai atas villa, Younghoon duduk di tepi ranjangnya, menatap kosong ke arah jendela. Malam itu, angin berembus pelan, tetapi rasanya tidak mampu membawa ketenangan ke dalam pikirannya. Di atas meja kecil di samping tempat tidur, sebuah buku catatan terbuka, halamannya kosong. Pena yang ada di tangannya bergerak-gerak gelisah, seakan ingin menulis sesuatu tetapi tak tahu harus mulai dari mana.
Pikirannya penuh dengan bayangan Echa. Senyumnya, tawanya, bahkan tatapan matanya yang kadang mengisyaratkan sesuatu yang tak pernah ia mengerti. Semua itu kini terasa jauh, seolah hanya menjadi potongan kenangan yang berputar-putar tanpa henti di kepalanya.
“Echa…,” gumamnya pelan, suaranya hampir tak terdengar di antara gemerisik dedaunan yang tertiup angin di luar sana.
Ia memejamkan matanya, mencoba mengingat kembali masa-masa percakapan selama bersama Echa, sebelum pergi tanpa kabar. Saat itu, mereka sedang duduk di pantai, membahas hal-hal ringan yang entah kenapa berubah menjadi pembicaraan yang lebih dalam.
"Younghoon, lo pernah ngerasa nggak, kayak hidup lo tuh penuh tanda tanya?" Echa bertanya sambil menatap lautan yang membentang di depan mereka.
Younghoon menoleh, menatapnya dengan alis berkerut. "Tanda tanya kayak gimana?"
"Ya kayak… lo nggak tahu sebenarnya lo mau ke mana. Lo nggak tahu lo siapa. Dan lo nggak tahu apa yang bikin lo bener-bener bahagia" jawab Echa, suaranya pelan tapi sarat makna.
Saat itu, Younghoon hanya tertawa kecil. "Semua orang pasti punya momen kayak gitu, Cha. Tapi hidup kan nggak selalu harus jelas. Kadang kita cuma perlu jalanin aja"
Echa tersenyum tipis, tetapi ada sesuatu di matanya yang tidak bisa ia lupakan hingga sekarang, sebuah kesedihan yang terbungkus rapat, seolah-olah ia sengaja menutupinya dengan topeng ketegaran.
“Kenapa gue nggak sadar waktu itu?” Younghoon bergumam pelan, membuka matanya kembali. “Kenapa gue nggak nanya lebih banyak? Kenapa gue cuma nganggep itu obrolan biasa?”
Ia meremas penanya lebih erat, frustrasi dengan dirinya sendiri. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa Echa adalah orang yang kuat. Selalu ceria, selalu tahu bagaimana membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Tetapi setelah Echa pergi, semua itu mulai terlihat seperti kebohongan besar, sebuah kebahagiaan yang dibuat-buat untuk menutupi luka yang ia sembunyikan.
Younghoon menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Tetapi pikirannya terus berputar, menciptakan berbagai kemungkinan yang semakin membuatnya gelisah.
“Echa, lo kenapa pergi kayak gini? Lo ada masalah apa? Kenapa lo nggak cerita ke gue… atau ke kita semua?”
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Tetapi yang paling mengganggunya adalah bayangan bahwa mungkin, ia telah gagal sebagai teman barunya.
Ia bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela. Dari sana, ia bisa melihat laut yang gelap, hanya diterangi oleh sedikit cahaya bulan. Pemandangan itu membuatnya semakin merasa kecil, seperti titik tak berarti di tengah luasnya dunia.
Younghoon memejamkan matanya lagi, membiarkan kenangan-kenangan bersama Echa memenuhi pikirannya. Ia teringat saat Echa dengan penuh semangat bercerita tentang mimpi-mimpinya, saat ia tertawa sampai menangis karena lelucon konyol, dan saat ia dengan sabar mendengarkan masalah Yesha tanpa pernah mengeluh. Semua itu sekarang terasa seperti jarum-jarum kecil yang menusuk hatinya, karena ia sadar bahwa di balik semua itu, mungkin Echa menyimpan luka yang tidak pernah ia ceritakan pada siapa pun.
“Echa, gue janji… gue bakal cari lo. Gue nggak peduli harus mulai dari mana, tapi gue nggak akan diam aja!” gumamnya, suaranya penuh tekad.
Ia menatap langit malam yang gelap, berharap bahwa di suatu tempat, Echa juga sedang melihat bintang-bintang yang sama.
“Tunggu gue, Cha. Gue nggak akan biarin lo terus merasa sendirian"
Malam itu, untuk pertama kalinya sejak Echa pergi, Younghoon merasa sedikit lebih ringan. Bukan karena ia sudah menemukan jawaban, tetapi karena ia tahu bahwa ia tidak akan menyerah sampai ia menemukan wanita yang ia sukai.
Bersambung
Bagaimana tanggapan kalian?
■BANTU AUTHOR LIKE, FOLLOW, AND KOMENTAR YA🙏
GOMAWO CHINGU💙😉