S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3. BEBASKAN AKU, MAS!
Beberapa kali mengetuk pintu kamar Elmira namun tak ada sahutan, Ramon pun memutar gagang pintu dan ternyata tidak terkunci, iapun langsung masuk.
Ramon terperangah ketika memasuki kamar yang sudah satu bulan ia tinggalkan, melihat tak ada lagi foto pernikahannya dengan Elmira yang terpanjang dinding. Bahkan sprei maroon yang menjadi favoritnya pun telah berganti dengan warna putih.
Ramon mengedarkan pandangannya mencari Elmira, ia harus meminta penjelasan kenapa istrinya itu menghilangkan semua benda yang berhubungan dengan dirinya didalam kamar itu.
Mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, Ramon pun dengan cepat mengayun langkahnya menuju kamar mandi. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia langsung saja membuka pintu itu, membuat Elmira yang baru saja selesai mandi jadi terkejut. Untung saja Elmira telah memakai bathrobe ketika Ramon tiba-tiba saja membuka pintu kamar mandi tanpa permisi.
"Mas?" Kedua mata Elmira membulat, ekspresi yang ditunjukkan seakan yang berada dihadapannya saat ini adalah pria asing yang memiliki niat jahat. Wanita itu meremat tali bathrobenya dengan erat layaknya untuk mempertahankan diri.
Untuk beberapa saat Ramon tertegun melihat penampilan Elmira saat ini. Bathrobe yang dikenakan istrinya itu hanya sebatas paha sehingga memperlihatkan kaki jenjang yang putih nan mulus itu. Belum lagi tetesan air dari ujung rambut Elmira membuat wanita itu tampak seksi. Bayangan Elmira saat memuaskannya diatas ranjang seketika menarik di otaknya. Apalagi sudah satu bulan mereka tak bertemu, rindu rasanya bermandikan keringat dalam mencari kepuasan bersama. Namun, dengan segera ia menggeleng ketika mengingat tujuannya.
"Mira, kenapa foto pernikahan kita dan sprei maroon ku tidak ada? Kamu kemanakan?" Tanya Ramon dengan tatapan membola.
"Foto pernikahan sudah aku simpan di gudang, dan sprei maroon Mas ada ku simpan di lemari. Silahkan ambil saja, kalau perlu pasangkan itu di ranjangnya Bella." Jawab Elmira terdengar santai. Namun dalam hatinya terasa diremas-remas.
Elmira mengayun langkah melewati suaminya itu. Ia tidak mau berlama-lama bertatapan dengan pria yang telah menorehkan luka di hatinya. Dan akan semakin terluka mengingat pengkhianatan suaminya itu.
"Mira tunggu, " Ramon mengekor dibelakang istrinya, ia langsung menarik tangan Elmira yang hendak membuka lemari.
"Kenapa kamu melakukan itu, Mira?"
"Karena menurutku itu sudah tidak penting!" Jawab Elmira acuh. Ia lalu menarik tangannya dan melanjutkan membuka lemari. Belum sempat ia mengambil pakaian, kembali Ramon menarik tangannya.
"Tapi itu sangat penting untukku, Mira. Jangan kamu lupakan bahwa foto pernikahan itu adalah bukti perjuangan cinta kita."
Elmira tersenyum miring, kata cinta yang baru saja diucapkan suaminya kini hanya bagaikan lelucon saja. "Kalau Mas menganggap itu penting, lalu kenapa Mas membuat lagi foto pernikahan dengan wanita lain?" Kali ini Elmira menatap tepat pada kedua mata suaminya dengan dalam. Ia ingin melihat apakah cinta itu masih ada di sana ataukah benar-benar telah terbagi, atau mungkin saja sudah tidak ada lagi yang tersisa untuknya.
"Harus berapa kali aku mengatakannya, Mira? Aku ingin seorang anak, kenapa kamu tidak bisa mengerti itu!"
"Jadi Mas pikir, aku tidak bisa memberikan anak pada Mas, begitu?" Elmira berkaca-kaca, sekali saja ia mengedipkan matanya, cairan bening itu akan kembali jatuh membasahi pipi.
"Kamu pikir apa lagi? Buktinya sekarang Bella hamil, sedang kamu... Sudah satu tahun, tapi kamu belum juga memujudkan keinginanku. Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, Mira. Aku mohon pengertianmu, terima Bella sebagai istri keduaku. Dan anak yang dia lahirkan nanti juga akan menjadi anakmu."
"Tidak semudah itu, Mas!" Elmira menarik tangannya dengan kuat dari genggaman Ramon, seiring air matanya yang kembali menetes.
"Sudah cukup Mas membuat aku hancur dengan menikah lagi tanpa seizin ku. Jangan tambah lagi kehancuranku dengan memintaku menerima wanita itu apalagi anaknya nanti. Hatiku tidak sesuci cintaku, Mas!" Ucap Elmira penuh emosional. Ia tidak sanggup lagi mendengar kalimat-kalimat yang begitu menyayat hati dan membuat lukanya semakin menganga.
Melihat air mata istrinya, tangan Ramon terlurur untuk mengusap namun Elmira menepis tangannya. Elmira menyeka air matanya sendiri dengan cukup kasar, seakan mencoba menyingkirkan kuman-kuman bakal penyakit. Menangis pun rasanya percuma, karena air matanya itu tidak akan bisa menyatukan kaca yang sudah retak. Sekalipun bisa, tetap saja bekasnya akan terlihat.
"Mas menginginkan anak kan? Dan sekarang Mas sudah mendapatkannya, dan itu dari Bella. Jadi aku rasa, sudah tidak ada gunanya lagi aku disini."
"Apa yang kau katakan, Mira?"
"Bebaskan aku, Mas!" Ucap Elmira dengan mantap. Meski itu tidak mudah, tapi ia harus menguatkan hatinya. Berpisah dari Ramon dan memulai kehidupan baru, bukanlah hal baru yang akan ia jalani. Selama ini ia berjuang seorang diri melawan kerasnya hidup tanpa siapapun disampingnya.
"Tidak Elmira, aku tidak akan pernah melakukan itu!" Ramon menggeleng dengan tegas. Tatapannya berubah tajam. Tentu saja ia tidak akan melepaskan Elmira semudah itu, mengingat bagaimana usahanya mendapatkan wanita itu.
"Sekalipun kau yang mengajukan gugatan, aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" Tegas Ramon, kemudian keluar dari kamar itu dengan perasaan yang benar-benar kesal. Ia sampai melupakan tujuannya untuk menyuruh Elmira memasak atas permintaan Bella.
Brakkk...
Elmira hanya dapat menatap nanar pada pintu kamarnya yang baru saja tertutup dengan cukup keras. Wanita itu menghela nafas berat. Entah apa yang diinginkan Ramon. Semua perkataan suaminya itu yang telah membandingkannya dengan Bella, secara tidak langsung mengatai dirinya tidak berguna. Tapi kenapa tidak mau juga membebaskan dirinya. Entah sampai kapan suaminya itu akan terus menyakitinya seperti ini.
Sejenak Elmira terpaku didepan lemari, menatap deretan pakaian yang tertata rapi. Hingga akhirnya, tangannya terulur mengambil kemeja putih lengkap dengan blazer serta rok hitam selutut. Itu adalah pakaiannya ketika ia masih bekerja sebagai sekretaris CEO. Dan sekarang ia jadi berpikir untuk kembali bekerja daripada seharian tinggal di rumah yang hanya akan membuatnya bertambah sakit.
"Semoga saja Pak Farzan menepati janjinya." Gumam Elmira ketika selesai berpakaian. Tekadnya sudah bulat, hari ini juga ia akan mendatangi perusahaan tempatnya dulu bekerja. Ia teringat dengan janji mantan bosnya dulu ketika mengajukan pengunduran diri.
[Jika sewaktu-waktu kau membutuhkan pekerjaan. Datanglah padaku, aku pasti akan membantumu.]
Sementara itu dikamar tamu...
"Gimana Mas, apa Mira sudah masak? Aku sudah sangat lapar." Tanya Bella ketika Ramon baru saja masuk ke kamar. Perutnya yang keroncongan membuatnya tidak memperhatikan jika raut wajah suaminya itu terlihat kesal.
"Ganti pakaianmu, kita makan diluar saja. Aku tunggu dimobil, jangan lama!" Ucap Ramon, kemudian keluar dari kamar itu.
Bella tercengang, namun beberapa saat kemudian ia melompat kegirangan. Ajakan Ramon untuk makan diluar tak akan ia lewatkan untuk singgah dipusat perbelanjaan. Dengan cepat wanita itu mengganti pakaiannya. Hari ini koleksi barang-barang branded nya akan bertambah. Semenjak dirinya hamil, Ramon selalu menuruti semua permintaannya.