Hidup bergelimang harta, mempunyai istri yang cantik dan seorang putri yang manis tak membuat seorang Demian merasakan kebahagiaan hidupnya.
Rasa bersalahnya pada seorang wanita 8 tahun yang lalu selalu menghantui hidupnya. Wanita itu sudah berhasil mengubah hatinya yang hangat menjadi sedingin es, beku dan keras.
"Ariana, di mana kamu? aku merindukanmu sayang."
Disisi lain jauh dari ibu kota Ariana sedang bekerja keras seorang diri untuk menghidupi anaknya.
Anak yang tidak pernah mengetahui di mana sang ayah, karena 8 tahun yang lalu Ariana meninggalkan laki-laki yang sudah menyakitinya bersama janin yang tak pernah terucap.
Akan kah keduanya akan bertemu dan kembali bersama meski keadaan tidak seperti dulu lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part~33
Sudah beberapa hari ini Edgar selalu mengunjungi Ariana di rumahnya, laki-laki itu selalu membawa berbagai macam oleh-oleh buat Ricko.
Entah apa yang sebenarnya terjadi antara Ariana dan Demian, tapi Edgar sungguh miris melihat keadaan ibu dan anak itu.
Meski Ricko adalah anak kandung dari Demian yang notabennya keluarga konglomerat, tapi entah kenapa kehidupannya begitu tidak layak. Apa Demian sengaja menelantarkan putranya tersebut.
Ingin sekali Edgar bertanya pada Ariana, tapi sepertinya wanita itu selalu mengalihkan topik pembicaraan dan tak mau membahas hubungannya dengan sahabatnya tersebut.
Jika memang Demian tak lagi mengharapkan kehadiran Ariana dan putranya tersebut, bolehkan jika Edgar sedikit berharap padanya.
Di usianya yang menginjak 27 tahun, seumuran dengan Ariana. Ia masih betah menyendiri, karena belum menemukan wanita yang cocok untuk ia peristri.
Sepertinya cinta yang dulu pernah menghilang, kini hadir kembali seiring berjalannya waktu mereka bersama.
Meski Ariana hanya menganggapnya sebagai seorang teman, tapi Edgar tak patah arang dan akan berusaha untuk mendapatkan hati wanita itu.
"Terima kasih Ed, tak seharusnya kamu repot-repot seperti ini." Ariana merasa tak enak karena Edgar selalu membawa sesuatu entah itu makanan atau mainan untuk Ricko.
"Tidak masalah Rin asal Ricko senang." Edgar nampak menatap lekat Ariana.
Sedangkan Ariana rasanya enggan untuk membalas tatapan Edgar, sebagai seorang wanita ia menyadari kalau sebenarnya Edgar ada hati padanya.
Tapi Ariana masih enggan untuk menjalin sebuah hubungan, selain karena ia masih mencintai Demian, ia juga merasa sadar diri siapa dirinya yang pasti tidak akan pantas bersanding dengan Edgar.
Beberapa saat kemudian Edgar pamit pulang, karena hari sudah mulai sore dan ia juga harus kembali ke kantornya.
Di sisi lain, sore itu Demian yang di temani oleh asistennya beserta sang ibu nampak baru turun dari pesawat.
Demian terlihat sudah sangat sehat setelah menjalani pengobatan di luar negeri, sungguh ia sangat merindukan Ariana dan putranya saat ini.
Sesampainya di mansion, ia sudah di sambut oleh sang istri dan putrinya yang sudah menunggunya di depan pintu.
"Daddy, Olive kangen." Olive langsung berlari ke arah Demian ketika ayahnya itu baru keluar dari mobilnya.
Sebelumnya Demian selalu antusias jika menyangkut tentang Olive, entah kenapa sekarang rasanya sangat hambar.
"Daddy juga kangen, Nak." Demian mengusap lembut kepala Olive.
"Biasanya Daddy langsung gendong Olive." rajuk Olive.
"Olive, Daddy habis sakit. Kamu sudah besar sekarang jangan manja gitu." tegur nyonya Anggoro, sepertinya beliau masih marah sama Monica hingga Olive juga menjadi sasarannya.
"Iya, nek." cebik Olive, baru kali ini neneknya tersebut memarahinya padahal biasanya wanita paruh baya itu selalu memanjakannya.
Setelah itu nyonya Anggoro segera mengajak Demian masuk ke dalam rumahnya, namun ia nampak geram ketika melihat Monica sedang tersenyum menyambutnya.
"Kamu ngapain di sini ?" tegur nyonya Anggoro.
"Aku mau melihat keadaan suamiku, ma." sahut Monica.
"Suami kamu bilang? nyawa Demian hampir saja melayang gara-gara ulahmu. Lebih baik kamu segera pergi dari sini sebelum saya suruh security untuk mengusirmu." hardik nyonya Anggoro.
"Aku minta maaf, Ma." mohon Monica, namun nyonya Anggoro tak menghiraukannya kemudian berlalu begitu saja melewatinya.
"Mas, maafkan aku." ucapnya lagi pada Demian.
"Pergilah Mon, aku akan segera mengurus surat perceraian kita." ujar Demian acuh seraya menatap Olive yang terlihat sedang bermain di taman tak jauh dari sana.
"Tapi bagaimana dengan Olive mas? dia pasti akan sedih jika mengetahui kedua orang tuanya akan berpisah."
"Dia harus belajar menerima kenyataan, namun jika kamu tak mampu merawatnya aku bisa mengambil alih dia." tegas Demian.
"Olive putriku mas, tentu dia akan bersamaku." tolak Monica seraya melihat reaksi Demian.
"Terserah kamu saja, tapi aku janji akan membiayai hidupnya." tegas Demian yang langsung membuat Monica kecewa.
Secepat itu kah suaminya berubah, padahal sebelumnya laki-laki itu mati-matian mempertahankan Olive.
"Ada apa denganmu, mas ?"
Monica hanya bisa menatap kecewa punggung Demian yang berlalu pergi meninggalkannya.
"Sayang ayo kita pulang." teriak Monica pada putrinya tersebut.
"Apa kita tidak menginap, Mommy? Olive mau bersama Daddy." mohon Olive.
"Daddy harus istirahat sayang, sebaiknya kita tidak usah mengganggunya dulu." bujuk Monica sembari mengajak putrinya itu masuk ke dalam mobilnya.
Di sisi lain, malam itu Ariana nampak termenung menatap titik-titip hujan di gelapnya malam melalui jendela kamarnya lalu sesekali Ia melihat sang putra yang sudah tertidur pulas di ranjangnya.
Ia nampak menghembuskan napasnya berat, mengingat tawaran Edgar tadi sore untuk pindah dari sana.
Laki-laki itu ingin memberikannya sebuah rumah yang layak untuk di tempati bersama Ricko, sebuah ruko yang bisa sekalian untuk ia buat usaha kue-kuenya.
Sebenarnya sebuah tawaran yang menarik untuk masa depan Ricko, namun ia harus memikirkannya matang-matang keputusannya.
Di saat ia sedang bimbang dengan keputusannya, tiba-tiba ia merasakan sebuah lengan kokoh memeluk pinggangnya.
Ariana langsung tersentak, ia ingin memukul siapa pun yang sudah lancang masuk ke dalam rumahnya lalu diam-diam memeluknya.
Namun parfum ini, sangat ia kenali. Apa ia sedang berhalusinasi? benarkah itu Demian? Laki-laki yang hampir satu bulan ini ia rindukan, namun juga ia benci karena meninggalkannya dan putranya begitu saja.
"Kenapa belum tidur ?" ucap Demian pelan tepat di telinga Ariana.
Tidak, ini bukan halusinasi bahkan kini Ariana merasakan kecupan-kecupan lembut Demian di sekitar lehernya yang langsung membuatnya meremang seketika.
"Demian apa yang kamu lakukan di sini ?" Ariana langsung menoleh ke belakang untuk memastikannya, namun sebuah kecupan manis mendarat di pipinya.
Demian melepas pelukannya lalu memutar tubuh Ariana agar menghadap ke arahnya, lalu ia memeluk lagi pinggang wanita itu lagi dengan posesif.
"Tentu saja karena aku merindukanmu dan putraku." ucapnya kemudian.
Ariana nampak menatap Demian dari temaramnya cahaya kamarnya, laki-laki itu terlihat sangat sehat bahkan sedikit bergemuk.
Sepertinya sia-sia saja ia mengkhawatirkannya selama ini, ternyata laki-laki itu benar-benar menikmati liburannya bersama istrinya. Memikirkan hal itu tiba-tiba hatinya terasa nyeri.
"Bagaimana kamu bisa masuk? kamu seperti maling saja." sewot Ariana, ia yakin sudah mengunci pintunya tadi sebelum masuk kamar.
"Itu perkara mudah bagiku sayang." sahut Demian mengingat tadi ia menyuruh anak buahnya untuk membuka pintu rumah Ariana secara diam-diam karena ia yakin wanita itu saat ini pasti sudah tidur.
Ia sudah tidak tahan menunggu esok hari untuk bertemu Ariana, hingga ia nekat meski pun saat ini hujan sangat deras.
"Pergilah Demian, jangan ganggu hidupku lagi." Ariana mencoba melepaskan tangan Demian yang melingkar di pinggangnya.
"Kamu kenapa? marah ?" tanya Demian yang semakin mengeratkan pelukannya.
Mendengar ucapan Demian, Ariana rasanya ingin menggetok kepala laki-laki itu agar sedikit peka.
Tentu saja dia marah, sebelumnya laki-laki itu sudah memberikannya harapan. Kemudian pergi dalam keadaan sakit, lalu setelah itu menghilang hampir sebulan tanpa kabar.
"Tentu sa....hmmpptt." Ariana ingin melampiaskan semua amarahnya namun Demian justru langsung membungkam bibirnya dengan bibir laki-laki itu.