“Bapak… selain mesum, juga nyebelin, ngeselin, rese, arogan dan sudah tua -- dewasa --. Pokoknya semua Bapak borong,” teriak Ajeng.
“Tambahkan, tampan dan membuat kamu jatuh cinta,” sahut Gentala.
Ajeng berada di dalam situasi disukai oleh rekan kerjanya yang playboy, berusaha seprofesional mungkin karena dia membutuhkan pekerjaan ini. Siapa sangka, Gentala – GM baru – yang membuat Ajeng kesal setengah hidup sejak pertama bertemu berhasil menolong gadis itu dari perangkap cinta sang playboy.
Namun, aksi heroik Gentala malah berubah menjadi bencana ...!
===
IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3 ~ Siap-siap
Kantin siang ini terlihat ramai seperti biasanya. Aku bingung dengan pilihan menu makan siang kali ini. Setiap tenant antri, seharusnya aku datang sepuluh menit lebih awal agar bisa bebas pilih menu yang berselera dibandingkan pilih tenant yang tidak antri.
Makan apa yang enak ya?
Pilihanku jatuh pada Ayam goreng kremes dengan nasi dan es jeruk potongan timun tanpa sambal. Bukan karena aku tidak suka pedas, tapi aku tidak suka dengan bentuk cabai. Jadi makanan pedas oke saja selama bentuk cabai atau biji cabainya tidak terlihat.
Aneh? Memang aku aneh.
“Ayam kremes lagi?”
Anik sudah duduk di kursi berhadapan denganku. Pertanyaannya membuat dahiku berkerut. Memang kapan ya aku makan ayam kremes sebagai menu makan siang.
“Kemarin lo makan ayam kremes, kemarinnya lagi juga.”
“Kok kamu hafal sih?”
“Ya iyalah, kemarin aku makan itu juga. Lo nggak bosan? Gue khawatir lo jadi kremesan, gara-gara makan ayam kremes seminggu berturut-turut,” ujar Anik sambil terbahak.
Konyol memang teman yang satu ini. Anik adalah teman sejak pertama kali aku bekerja di stasiun TV ini. Kami adalah karyawan magang saat itu, dengan penampilan polos dan lugu. Bahkan bodohnya pun sama, karena sama-sama tersesat ke ruangan meeting manajemen sedangkan kami seharusnya datang ke divisi HRD di hari pertama bekerja. Dia berada di bagian keuangan, satu tim dengan Bu Ita yang judes.
“Kenapa lagi? Muka lo nggak enak, pahit kayak ini pare.” Anik bicara sambil mengunyah siomaynya.
“Nggak apa-apa, Cuma kayaknya Tuhan lagi bercanda aja. karena dari pagi dapat situasi nggak enak terus.”
“Mbak Ajeng, dicariin Pak Fabian. Katanya sekalian bawakan ini makan siangnya.”
Jojo mengulurkan plastik berisi box yang dari kemasannya sudah bisa dipastikan kalau itu nasi padang. Karena ada gambar rumah gadang di kemasannya.
“Tapi kan sekarang masih jam istirahat Jo, terus kenapa nggak kamu antar sendiri aja.”
“Wah, intruksi Pak Fabiannya begitu Mbak. Nggak berani melawan saya.”
Aku menghela pelan. Sedangkan Jojo sudah undur diri setelah meletakan makan siang yang harus aku bawa, sepertinya dia takut aku marah dan mengeluarkan ilmu kanuragan.
“Udah sana anterin tuh makan siang. Siapa tahu kalau lo patuh, Pak Fabian rekomendasi untuk lo naik jabatan atau naik gaji.”
Aku berdecak mendengar nasihat Anik yang sok bijak, padahal biasanya dia yang suka curhat berapi-api karena Bu Ita kasih tugas enggak pakai titik, nggak ada akhirnya.
“Jangan lupa kumur-kumur, bumbu kacang pada nyangkut di sela gigi.” Kayaknya nggak afdol kalau kami tidak saling ejek setiap bertemu.
Akhirnya aku sudah berada di lantai di mana divisiku berada dan ternyata meja Fabian kosong melompong. Sepi kayak kuburan malam jumat kliwon. Lalu aku harus antar makan siang dia ke mana.
“Halo Pak, ini makan siang mau diantar ke mana?”
“Ah iya, taruh di meja aja dulu. Aku sedang bersama Natasha.”
“Hm.”
Palingan dia tebar pesona dulu sama Natasha, model yang akan menjadi bintang tamu acara KATA NETIZEN. Natasha model sabun mandi dan pernah menjadi brand ambassador produk kecantikan dan katanya sudah merambah internasional.
Aku sudah tidak peduli dengan makan siang Fabian masih ada atau sudah dibawa kucing garong. Karena sudah waktunya syuting “Kata Netizen”. Aku sudah berada di studio lima, semua kru terlibat sudah standby.
Sebagai bagian dari tim kreatif, tentu saja aku harus stand by karena bisa saja ada kendala dan aku harus siap dengan rencana cadangan. Yang unik dari acara ini adalah presenter atau pembawa acara selalu berganti dan Natasha adalah bintang tamu dan yang serunya akan ditampilkan video wawancara mengenai Natasha baik dari masyarakat, keluarga juga rekan kerja. Tentu saja dengan penyeleksian yang ketat agar layak disiarkan. Padahal kalau tanpa penyaringan mungkin akan lebih seru ketika masyarakat memaki tokoh yang dibahas atau bahkan tidak kenal dengan tokoh tersebut.
“Semua stand by, one, two ….”
“Tunggu,” teriak Natasha.
Aku yang menunduk membaca script memastikan sudah sesuai dengan teman dan ide yang sudah direncanakan pun menoleh.
“Apa lagi sih,” gumamku.
“Wawancara dengan masyarakat sudah dipastikan isinya positif ‘kan? Nggak ada penghinaan atau pencemaran nama baik aku.” Natasha bertanya sambil bercekak pinggang, asistennya menghampiri memperbaiki tatanan rambutnya.
Beberapa kru terdengar menghela nafas.
“Dia artis apaan sih? Tahu konsep acara nggak sih,” gumam sutradara yang berada tidak jauh dari aku.
Aku hanya tersenyum.
“Ajeng, ini gimana Jeng?”
“Lanjut aja Mas,” teriakku. “Mbak Natasha sudah baca kontraknya ‘kan? Harusnya sih sudah, karena kalau belum mana mungkin tanda tangan dan mana mungkin sudah ada di sini. Kalau hasilnya tidak sesuai dengan isi kontrak, silahkan tuntut aja ke bagian legal.”
Aku malas berdebat dan jelas hanya akan membuat jadwal syuting mundur.
“Aman, pokoknya aman. Kamu nggak usah khawatir," ujar Fabian yang baru bergabung.
Natasha tersenyum lalu kembali ke kursinya.
Oh, si kampret akhirnya datang juga.
“Babe, makan siang aku di mana?” tanya Fabian sudah duduk di sampingku.
Meneketehe, inginnya jawab begitu tapi aku masih punya adab dan etika.
“Katanya tadi suruh taruh di meja Bapak, ya di sana dong. Masa saya bawa-bawa.”
Dia terkekeh, “Udah aku makan kok.”
Wah, bener kampret kan. Kalau kurang ajar diperbolehkan baik di dunia kerja atau di mana pun, berkas yang aku pegang rasanya ingin aku gulung dan pukulkan ke kepalanya. Siapa tahu otaknya yang geser bisa kembali ke tempatnya.
“Udah minum belum Pak? Makan nggak minum, seret loh.”
“Kamu perhatian banget sih, nanti malam kita nonton yuk.” Fabian kembali menggoda dan mengajakku jalan, entah sudah keberapa kalinya. Tentu saja kali ini pun aku … tolak.
“Makasih Pak, tapi hari ini saya sibuk. Sibuk menghayal kapan Lee Min Ho mengungkapkan cinta,” ujarku sambil memandang jalannya syuting.
“Eh, kalau menjelaskan ke artis itu jangan kayak tadi. Kadang mereka memang nggak baca kontrak, karena urusan manajemennya.”
“Lah katanya dia terkenal, masa konsep acara begini nggak paham. Ini acara semua umur Pak, sudah pasti sortingnya berlapis-lapis. Standar banget ‘kan?”
“Hm. Satu jam lagi kita briefing dengan GM yang baru. Siap-siap ya.” Fabian menepuk bahuku lalu beranjak pergi.
“Siap-siap ke mana, perang?”
ato jangan-jangan .....