Sepeninggal suami, Nani terpaksa harus bekerja sebagai seorang TKW dan menitipkan anak semata wayangnya Rima pada ayah dan ibu tirinya.
Nani tak tau kalau sepeninggalnya, Rima sering sekali mengalami kekerasan, hingga tubuhnya kurus kering tak terawat.
Mampukah Nani membalas perlakuan kejam keluarganya pada sang putri?
Ikuti kisah perjuangan Nani sebagai seorang ibu tunggal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga tak tau diri
Tyas yang sedang bersantai di pagi hari bersama anak dan suaminya di kejutkan dengan kedatangan ibu dan ayah tirinya.
"Assalamualaikum Tyas, ambilkan ibu air, ibu haus," pinta Titik setelah mendudukkan dirinya di sofa.
"Sama bapak juga ya Yas, jangan lupa makanannya, bapak lapar sekali," pinta Dibyo yang juga ikut duduk di sebelah sang istri.
"Bapak, ibu tumben ke sini pagi-pagi ada apa?" tanya Tyas yang belum juga mau melaksanakan permintaan Titik dan Dibyo.
"Kamu ini ambilkan dulu kami makanan dan minuman baru tanya-tanya!" sergah Titik kesal.
"Ih, Kakung bau banget sih! Belum mandi udah keluyuran!" ejek Ziva cucu tirinya.
Dibyo hanya tersenyum sambil tetap mengipasi dirinya. Ia sudah biasa di perlakukan tak sopan oleh cucu tirinya itu.
Ziva memang selalu di manja, hingga remaja yang seusia dengan Rima itu benar-benar tak memiliki sopan santun, berbeda dengan Rima cucu kandungnya, meski di perlakukan kasar, tak pernah sekali pun cucunya itu berkata ketus padanya.
"Maafin Kakung, nanti abis makan Kakung mandi kok Ziv."
"Bau banget! Bikin enek aja! Sebel ih!" gerutunya.
Tak ada yang menegur ucapan gadis remaja itu, Dibyo pun tak berani menegur cucu tirinya sebab dia sendiri datang ke rumah anak tirinya untuk menumpang hidup.
"Nih! Aku belum masak Bu, cuma ada teh sama gorengan aja!" ketus Tyas sambil meletakan secara kasar makanan dan minuman kehadapan ibu dan bapak tirinya.
"Oh iya Bu, si Nina udah kirim belum? Jalan-jalanlah kalau dah transfer dia," pinta Tyas semangat.
"Matamu jalan-jalan! Kamu tau kenapa ibu ke sini?" jawab Titik dengan mulut penuh makanan.
"Ih, mbah tuh, mulut penuh jangan ngomong dong! Tuh kan keluar-keluar makanannya dari mulut embah!" gerutu Ziva sambil mengusap lengannya yang terkena cipratan dari makanan yang di kunyah Titik.
"Ya ampun nduk, kamu kok ya lemes kali, mbah ini mbahmu, yang sopan sedikit nduk!" tegur Titik geram.
Ziva lantas berlalu dari ruang tamu sambil mengentak-entakkan kakinya kesal.
Dia masuk kamar dengan membanting pintu dengan keras. Membuat Dibyo dan Titik berjengit kaget.
"Ya Allah gusti anakmu Yas ... Yas, mbok kamu ajari sopan santun!" gerutunya pada sang putri.
"Lah salah ibu, kenapa jadi nyalahin Tyas ma Ziva!" ucap Tyas tak terima.
"Udah Bu jelasin, kenapa ibu pagi-pagi kesal begini? Kiriman Nani telat lagi?" tanya Tyas penasaran.
"Eh lupa Bu, nanti kalau pulang sekalian tolong bawain cucian Tyas ya, suruh tuh si Rima nyuci jangan malas-malasan aja kerjanya!"
Dia sendiri yang malas, tapi mengatakan Rima pemalas, keluarga Titik memang keluarga tak tahu diri.
"Bu ...Ibu!" panggil Dita dari luar.
"Ish, noh Bu udah disusuli Dita," sergah Tyas kesal karena takut di recoki lagi oleh adiknya.
"Kenapa ngga jawab aku sih!" gerutu Dita saat melihat sang ibu ada di ruang tamu kakaknya.
"Kamu datang-datang bukannya ucapin salam, malah treak-treak!" tegur Tyas kesal.
Dita lalu duduk dan meminum teh milik Titik hingga tandas tak tersisa.
"Ibu baru minum dikit udah kamu habisin!" keluh Titik kesal.
Dita hanya menyengir saja, lalu menatap sang kakak, "buatin lagi lah Mbak!" pintanya songong.
"Enak aja! Kalian kenapa sih tiba-tiba datang ke sini barengan! Mau ajak kita piknik kan? Nina udah kirim kan?" tanya Tyas semangat.
"Gundulmu mbak ... Mbak! Aku hampir kehilangan kepalaku gegara si janda sableng itu!" dengus Dita kesal memgingat kejadian tadi.
"Apa maksudmu Dit?"
"Loh mbak Tyas belum tau tah? Si Nina udah pulang, dia ngusir aku tadi, bahkan mengancam aku pakai golok segala!" keluhnya.
"HAH NINA PULANG?" ucap Tyas dan Yanto berbarengan.
"Kenapa kamu kaget gitu Pah!" ketus Tyas menatap suaminya yang wajahnya tiba-tiba terlihat ceria.
"Apa sih Mah, papah kagetlah, kirain ibu mau ajak kita jalan-jalan dengan uang hasil kiriman si Nina, kalau Nina pulang berarti kan gagal kita senang-senang," ngeles Yanto.
Hati laki-laki itu berbunga kala mendengar pujaan hatinya sudah kembali. Tak di ungkiri, dulu dia sangat mengagumi sosok Nina.
Hingga saat wanita itu menjadi seorang janda, Yanto pernah menawarinya untuk jadi istri keduanya, tapi sayang keinginan itu di tolak mentah-mentah oleh Nina.
Yanto sangat tersinggung karena merasa harga dirinya di injak-injak oleh Nina, hingga dia juga sering memperlakukan Rima secara kasar untuk membalas sakit hatinya.
Dirinya juga penasaran seperti apa Nina sekarang, ia ingin kembali mencoba menaklukkan hati wanita sombong itu, pikirnya.
"Maksud kamu apa Dita? Apa Nina mengancammu?" tanya Titik dengan dada kembang kempis menahan amarah.
Dita mengangguk sambil memakan gorengan yang ada di meja, perutnya sangat lapar, terlebih lagi dia sangat lemas karena berjalan dengan perut kosong ke rumah kakaknya.
"Kurang aja anak itu! Pak ini ngga bisa di biarin, kita harus kasih pelajaran si Nina itu pak!" tegur Titik kesal.
Wanita paruh baya itu tak sadar dengan perbuatannya malah menyalahkan Nina yang menurutnya berlaku semena-mena.
Tyas juga ikutan kesal karena ia yakin Rima sudah mengadukan perbuatan mereka pada Nina, dia takut untuk menampung keluarganya sendiri.
Di pikiran wanita licik itu hanya uang yang dia dapatkan dari Nina akan terhenti pastinya.
Selama ini, dia juga di kirimi uang oleh Nina karena mengira menjadi tukang antar jemput anaknya. Kenyataannya Rima selalu pulang pergi sekolah dengan berjalan kaki.
Tyas juga kesal karena Nina mengusir keluarganya, dia enggan sang ibu tinggal bersama dengannya dan menopang segala kebutuhan mereka.
"Ayo Bu! Kita lawan dia, enak aja main usir-usir kalian, seperti ini!" kesalnya.
"Loh kok kamu tau kalau kami di usir Yas?" tanya Dibyo bingung.
"Lah, tadi kan Dita bilang dia di usir, aku yakin bapak sama ibu pagi-pagi ke sini juga karena di usir dia kan?" tebaknya.
"Kamu memang cerdas Yas," puji Titik pada putri sulungnya membuat Dita memutar bola matanya jengah.
"Ayo buruan! Jangan makan aja! Kita ke sana ramai-ramai, dia kan sendirian, kita ramai-ramai, dia pasti takut!" ajaknya semangat.
Mereka datang bersamaan dengan tujuan berbeda-beda. Jika Tyas dan keluarganya ingin membalas sikap Nina, Yanto hanya ingin melihat wajah Nina sekarang.
Dibyo sendiri merasa bingung akan berada di pihak siapa. Tentu dia tidak ingin keluarga istrinya menyakiti anak dan cucu kandungnya.
Namun dia juga takut di tinggalkan oleh sang istri, bisa apes dirinya, sudah di buang anak kandungnya, harus di tinggalkan oleh istrinya juga.
.
.
.
Tbc