Li Mei wanita 25 tahun belum menikah berasal dari dunia abad 21, mempunyai pekerjaan sebagai dokter modern, dokter tradisional, ahli beladiri, hobi masak dan mempunyai beberapa bisnis yang ia rintis sejak masih sekolah menengah pertama. Li Mei adalah wanita karir yang baik hati, kaya dan terkenal. Sejak usia 10 tahun, Li Mei menjadi yatim piatu karena ditinggal kedua orang tuanya yang kecelakaan pesawat terbang. Saat itu, Li Mei di asuh oleh Pamannya Li Hao.
Li Mei disibukkan dengan operasi yang membutuhkan waktu hingga 5 jam dan selesai pada pukul 11 malam. Li Mei ingin segera beristirahat, akhirnya pulang dengan mengendarai mobil kesayangannya. Namun naas, di perjalanan ia mulai mengantuk mulai melawan arah, dan di arah lain ada truk yang berbunyi keras mengagetkan Li Mei sehingga ia banting setir dan menabrak pohon besar sehingga ia terluka dan kaki nya terjepit. Li Mei yang saat ini merasakan sakit di sekujur tubuhnya, akhirnya menutup mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyelamatkan Anak
Li Mei dan sang ayah tiba di rumah menjelang sore setelah perjalanan ke rumah kepala desa. Sang ayah, yang melihat kelelahan di wajah putrinya, menyuruhnya untuk beristirahat.
"Mei’er, kau sudah bekerja keras hari ini. Pergilah istirahat dulu" ujar sang ayah lembut. "Nanti sore kita pergi bersama ke gunung Liwu untuk mengambil buah rambutan".
Li Mei mengangguk patuh dan masuk ke kamarnya. Meskipun lelah, pikirannya masih sibuk. Ia memikirkan ladang yang baru dibeli dan rencana untuk mengelolanya agar dapat memberi hasil maksimal. Namun, ia tahu pentingnya mendengar nasihat ayahnya, jadi ia berbaring sejenak dan menutup mata.
Sore harinya, keluarga Li, termasuk ibunya dan kedua kakak iparnya, bersiap untuk pergi ke gunung Liwu. Keranjang rotan besar dan tongkat bambu dibawa untuk memetik rambutan yang sudah matang. Gunung Liwu adalah tempat yang penuh dengan hasil alam dan pohon-pohon di sana menjadi salah satu sumber penghidupan bagi banyak warga desa.
Setibanya di kaki gunung, mereka mulai memetik buah. Li Mei, dengan tubuhnya yang kecil dan lincah, memanjat pohon rambutan untuk menjangkau buah-buah rambutan yang menggantung lebat. Di bawah, Ayahnya, ibunya dan kedua kakak iparnya sibuk mengumpulkan buah yang sudah dipetik ke dalam keranjang.
Namun, suasana tiba-tiba berubah ketika seorang wanita desa berlari dengan wajah panik. Di punggungnya tergantung seorang anak kecil yang tampak pucat. Beberapa warga desa lainnya segera mendekat, menanyakan apa yang terjadi.
"Anakku... dia digigit ular!" seru wanita itu, napasnya tersengal "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan!"
Li Mei segera turun dari pohon, wajahnya berubah serius. Ia berlari mendekati anak itu, yang kini terlihat sangat lemah. Tangan kecilnya gemetar, dan di betisnya terlihat bekas gigitan ular berbisa. Luka itu sudah membengkak, menunjukkan bahwa racun ular mulai menyebar.
"Bibi, tenang. Aku akan mencoba membantu" kata Li Mei sambil memeriksa luka tersebut.
Wanita itu menatap Li Mei dengan penuh harap "Kau tahu caranya? Tolong selamatkan anakku".
Li Mei mengangguk. Ia ingat banyak pengetahuan tentang pertolongan pertama dari dunia abad ke-21, tetapi ia harus berhati-hati agar tidak menunjukkan sesuatu yang mencurigakan. Pertama-tama, ia segera meminta ibu dan kakak iparnya untuk menenangkan si ibu dan menjauhkan anak-anak lainnya agar tidak panik.
Li Mei mengambil pisau kecil dari tasnya dan mulai membersihkan area sekitar gigitan. Dengan gerakan hati-hati, ia membuat sayatan kecil di sekitar luka untuk mencegah racun menyebar lebih jauh.
"Aku butuh daun penawar racun ular" gumamnya sambil mengingat tanaman herbal dari gunung ini yang bisa membantu. Ia segera berlari ke semak-semak dan menemukan tanaman yang ia cari: daun bidara. Ia mengunyah daun itu hingga halus, lalu menempelkannya di atas luka.
Namun, Li Mei tahu itu tidak cukup. Racun sudah menyebar cukup jauh, dan anak itu butuh penanganan lebih dari sekadar herbal. Dengan hati-hati, ia berdiri dan berkata kepada kerumunan "Aku akan mencari tambahan bahan obat. Tunggu sebentar"
Ia berpura-pura masuk lebih jauh ke dalam hutan, tetapi sebenarnya ia menuju ruang dimensinya yang tersembunyi. Di dalam ruang dimensi itu, ia mengambil obat penawar racun ular modern berupa kapsul kecil dan jarum suntik. Setelah mempersiapkan dosisnya, ia menyembunyikan jarum itu dalam tasnya dan kembali ke tempat anak tersebut.
"Minum ini" ujar Li Mei, memberikan kapsul yang ia masukkan ke dalam pembungkus daun agar terlihat seperti ramuan herbal "Ini akan membantu menetralkan racun di dalam tubuhnya"
Ia kemudian menyuntikkan penawar racun modern di tempat yang tersembunyi, dengan gerakan cepat dan hati-hati agar tidak seorang pun menyadarinya.
Setelah selesai, Li Mei kembali mengompres luka dengan daun bidara dan meminta ibunya untuk memberikan air kepada anak tersebut.
Waktu berlalu, dan warna kulit anak itu perlahan kembali normal. Napasnya mulai stabil, meskipun tubuhnya masih terlihat lemah. Wanita yang menggendongnya menangis lega.
"Li Mei, kau penyelamat hidup anakku. Aku tak tahu bagaimana harus berterima kasih"
Li Mei hanya tersenyum kecil "Bibi, bawa anak ini ke rumah dan biarkan dia beristirahat. Jangan lupa mengganti kompres daun setiap beberapa jam. Jika perlu, bawa dia ke tabib di kota" ucap Li Mei dengan memberikan daun Bidara yang tadi ia petik.
Warga desa yang lain juga memuji Li Mei atas keahliannya. Namun, di dalam hatinya, Li Mei tahu bahwa rahasianya harus tetap terjaga. Ia merasa lega bahwa ia bisa memanfaatkan pengetahuan modernnya tanpa menarik perhatian berlebih.
Setelah itu, keluarga Li melanjutkan kegiatan mereka memetik rambutan, meskipun hati mereka masih bergetar karena insiden tadi. Li Mei merasa bersyukur bisa membantu, sambil memikirkan bagaimana nasibnya di zaman ini telah memberikan arti baru pada hidupnya.
ayo semangat update lagi thor..... 💪💪🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰