Derita anakku
Nani berjalan dengan perasaan bahagia, setelah tiga tahun merantau ke negeri orang, menahan rindu pada buah hati semata wayangnya, kini dia sudah kembali ke tanah air.
Di hati wanita itu sudah terbayang raut wajah putrinya yang juga pasti sangat merindukannya.
Suasana jalan yang sepi membuat langkahnya tiba-tiba terhenti kala mendengar suara teriakan dan tangisan dari rumahnya.
"Seperti suara Rima, ada apa dengannya?" hatinya bergemuruh tatkala mendengar tangisan pilu putrinya yang meminta ampunan.
"Ampun mbah, ampun, Rima lapar mbah, Rima hanya makan sedikit," ujar gadis remaja yang sedang terpuruk di bawah kaki wanita paruh baya.
Rima yang sudah berada di depan pagar rumahnya, tak kuasa menahan amarah saat melihat ibu tirinya menyiksa sang putri dengan gagang sapu.
"Hentikan!" pekiknya penuh amarah.
Dia bahkan meninggalkan begitu saja koper miliknya di halaman, demi bisa berlari menyelamatkan anak gadisnya.
"Na-Nani?" tubuh tua Titik bergetar kala melihat anak tirinya telah kembali.
"Biadap! APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN HAH!!" bentaknya emosi.
"Ibu ...." Rima menangis di pelukan sang ibu. Batin remaja itu melega kala melihat kehadiran sang ibu di rumahnya.
Penyiksaan yang di lakukan oleh Titik dan keluarganya mengguncang batin remaja itu hingga Rima bahkan pernah berniat mengakhiri hidupnya.
"Tenang Nak, ibu ada di sini, maafkan ibu," lirihnya.
Titik yang sudah ketakutan, mencoba membangunkan Dibyo untuk membelanya.
"Pak bangun Pak! Pak kebluk banget sih!" gerutunya.
Melihat tingkah ibu tirinya itu, lantas membuat Nani bangkit mendekati tubuh perempuan tambun itu.
Dengan sekuat tenaga, Nani menjambak rambut Titik membuat wanita itu tersentak dan menjerit kesakitan.
"Lepaskan! Dasar ngga sopan! Sakit tau, ahh ... Pak tolong pak," pekiknya.
Dibyo bangun dengan keadaan linglung. Bahkan sarungnya sampai melorot karena tak sempat ia ikat terlebih dahulu.
"Na-Ni?" ucapnya setengah sadar.
Setelah sepenuhnya sadar, dia melihat jelas sang istri tengah bergulat dengan anaknya dari istri pertama.
"Astagfirullah, Nani ada apa, kenapa kamu seperti ini!" sentaknya melerai Nani untuk tak berbuat lebih pada istrinya.
Sayangnya, keadaan Titik sudah sangat kacau, rambutnya sudah acak-acakan, pipinya sudah memerah bekas tamparan membabi buta yang di lakukan Nani.
"Bapak ngga terima? Bapak tau apa yang sudah ibu perbuat pada anakku?" tanyanya melotot.
Dibyo membuang wajahnya malu, dia tahu bahkan sangat tahu apa yang di alami cucunya itu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Jika membantunya maka Rima akan mengalami kesakitan yang lebih lagi, begitu pikirnya.
"Oh, jadi selama ini bapak tau apa yang sudah ibu perbuat sama anakku lalu bapak diam aja? Bagus! Bawa istrimu pergi dari sini, kalau enggak aku bunuh dia!" ancamnya.
Keduanya tersentak, Titik yang menangis berusaha membuat iba suami dan anak tirinya itu semakin tambah ketakutan dengan ancaman Nani.
"Loh, Nan, jangan seperti ini kita bisa bicarakan baik-baik. Kamu tenangkan diri dulu. Ini ngga seperti yang kamu pikirkan," tolak Dibyo.
"Pergi sekarang, atau aku seret wanita ini keluar!"
Dibyo melirik sang istri dengan raut wajah bingung, mereka selama ini tinggal di rumah Nani, jadi bagaimana mereka bisa pergi dari rumah itu.
"KELUAR!" bentak Nani, meski ia tau ia bersikap tak sopan pada mereka tapi ia tak peduli.
Mereka sendiri begitu tega menyiksa anak remajanya hingga babak belur seperti itu, maka Nani pun bisa membalasnya dengan lebih kejam, meski ia tahu jika Dibyo adalah ayah kandungnya.
"Ta-tapi Nan, kami tinggal di sini," lirih Dibyo sambil membantu sang istri untuk bangun.
"Aku ngga peduli pak, bawa keluar istrimu itu atau aku habisi dia sekarang?" ucap Nani tak peduli.
"Ampuni kami Nani, kamu tak tau, anakmu itu sangat nakal dan berani, makanya tadi ibu menghukum dia seperti itu, kamu harus mendengar penjelasan kami dulu," elak Titik tak mau begitu saja pergi dari rumah anak tirinya.
"AKU BILANG AKU NGGA PEDULI! CEPAT KELUAR!" bentaknya lagi.
Karena merasa sudah tak sabar Nani mendorong tubuh keduanya untuk keluar dari rumahnya. Titik bahkan sampai jatuh terjengkang karena dorongan kuat Nani.
Setelah mengeluarkan orang tuanya Nani mengambil koper dan barang-barang lainnya untuk di bawa masuk.
Di luar masih terdengar suara Titik yang menyumpah serapahi dirinya.
Dibyo sendiri hanya bisa pasrah karena ia tahu ia pun juga turut andil dalam penyiksaan cucu kandungnya sendiri.
Meski Dibyo tak pernah memukul atau berkata kasar, dengan diamnya dia sama saja dia membiarkan sang istri berlaku semena-mena pada cucunya.
"Pak gimana sih, kenapa bapak diam aja! Kita mau tinggal di mana? Lagian kenapa Nani bisa tiba-tiba pulang sih!" gerutunya.
"Loh Bu Titik pak Dibyo, pagi-pagi udah barengan aja, cuci muka dulu atuh, baru jalan pagi," sapa tetangga mereka.
"Ngga usah sok tau Bu Wingsih! Pergi sana!" usirnya.
Perkampungan Nani yang rumahnya masih berjarak membuat kericuhan tadi tak begitu di pedulikan oleh para tetangga.
Mereka yang biasa mendengar suara jeritan Rima hanya bisa menulikan pendengaran saat mendengar gadis remaja itu menahan kesakitan atas penyiksaan Titik padanya.
Bukannya tak peduli, mereka sudah pernah berbicara baik-baik pada Titik dan Dibyo tapi tak pernah sekalipun di gubris.
Lagi juga mereka orang-orang kampung yang masih takut berurusan dengan kepolisian, jadi mereka hanya bisa diam saja.
Titik lantas berjalan meninggalkan Dibyo seorang diri. "Loh Bu, mau ke mana? Tunggu bapak lah Bu!" pekiknya mengikuti sang istri.
"Apes banget sih! Mana duit masih di kamar! Kok ya mau pulang ngga bilang-bilang gitu loh!" gerutunya.
"Ibu kenapa misuh-misuh sendiri Bu? Terus ini kita mau ke mana?" tanya Dibyo dengan napas terengah-engah.
"Sana kamu pulang ke rumah Nani, aku mau pulang ke rumah Tyas," usirnya.
Dibyo menghela napas, dia merasa kesal sekarang, bagaimana bisa sang istri tega berkata seperti itu padanya yang jelas-jelas dirinya juga terusir oleh Nani.
"Ibu tau tadi Nani juga kan usir bapak Bu. Sudahlah, kita sama-sama saja ke sananya."
Nani memapah tubuh lemah Rima ke sofa ruang tamu, hatinya begitu sakit saat melihat tubuh putrinya yang begitu kurus.
Dia memeluk sang putri, "apa yang sudah mereka perbuat nak? Katakan pada ibu nak?" pintanya.
Tangis keduanya kembali pecah, Rima hanya bisa memeluk Nani dengan erat seraya meluapkan semua kesakitan hatinya.
Hati Nani benar-benar hancur, ia tak menyangka kepergiannya malah membuat anaknya celaka seperti ini.
"Kamu udah makan nak?" tanya Nani lembut, Rima hanya menggeleng menjawab pertanyaan ibunya.
"Kamu mandi dulu ya, nanti kita cari makanan sama-sama ya," ajaknya.
Keduanya lantas bangkit berdiri, saat akan mengantar sang anak ke kamarnya ternyata langkah Rima malah berbelok menuju dapur.
"Ambil pakaian dulu sayang, baru ke kamar mandi."
"Iya bu, Rima mau ambil baju ke kamar," jelas remaja itu membuat Nani mengernyit heran.
"Kenapa ke dapur?"
Rima kembali menunduk, dia lantas menggandeng tangan sang ibu untuk mengikutinya.
Nani tak bertanya, dia mengikuti apa yang di inginkan putrinya saja.
Hatinya kembali terluka kala mengetahui kenyataan jika sang putri tidur di gudang samping dapur hanya dengan beralaskan tikar.
"Ya Allah nak, maafkan ibu, maafkan ibu," Nani meluruh merasakan sesak di dadanya.
Bagaimana bisa sang putri di tempatkan di tempat yang tidak layak seperti itu di rumahnya sendiri.
.
.
.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Aisyah Putri Angel
awal bacanya udah nyesek di hati
2024-08-05
0
Enih Rustini
baru mulai membaca mudah"an bagus seterusnya
2023-05-13
2