Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Kata setuju yang dipaksakan.
"kami tidak memfitnah mama, memang pada dasarnya mama salah," ucap Sarla begitu berani, sang ibu tiri. Menggenggam erat kedua tangan, mengepalkan dan ingin sekali menampar Sarla.
"Sarla, jangan asal bicara kamu ya," hardik Bu Dera memperlihatkan wajah sinisnya.
"Loh, jangan asal tuduh bagaimana, memang kenyataanya, " pekik Sarla, semakin ke sini mereka semakin tak mau mengalah.
"Dasar anak tidak tahu diri, " balas Bu Dera. Pertarungan itu semakin kuat, membuat keduanya tak mau kalah berdebat.
"Mama yang tidak tahu diri, berani dengan anak kecil."
"kurang ajar kamu."
"CUKUP." Pak Gunawan pada akhirnya buka suara, dimana ia menghentikan perdebatan kedua wanita dihadapannya. Napas lelaki tua itu seakan sesak, rasa kesal mengebu pada hati sang kepala rumah tangga.
Sarla mendekat ada bulir bening jatuh mengenai pipi," pah, percaya pada Sarla dan Lilia."
Menatap tajam pada anak pertamanya, Pak Gunawan menjawab dengan nada berat." Bagaimana papah percaya pada kamu, jika kamu selalu membangkang dan tak mau menurut pada papah."
Sarla merasa tak terima dengan perkataan sang ayah," Jadi papah salahkan kami?"
"IYA." tegasnya Pak Gunawan.
"Papah TEGA. Hanya karena menolak perjodohan itu, papah tak adil pada kami berdua. Papah lebih membela istri papah itu."
Sarla membela diri dan adiknya.
"Papah bukan tega sama kamu, ini demi kebaikan kamu Sarla. Hanya ini jalan satu satunya agar perusahaan papah terselamatkan." ucap sang papah, berharap jika anaknya mau mengerti.
"Tapi pah, tidak dengan cara menjodohkan Sarla pada lelaki beristri, " balas Sarla menentang pernikahannya.
"Bagaimana lagi Sarla, hanya dengan pernikahan ini, kamu bisa menyelamatkan keluarga kita," ucap sang papah, seakan meminta belas kasih pada anaknya.
"Sarla tidak mau," tolak Sarla.
"Sarla, apa kamu tidak kasihan terhadap adik kamu, dia masih membutuhkan biaya banyak, hanya kamu jalan satu satunya, untuk masalah peekonomian keluarga kita," pinta sang papah, berulang ulang.
"Tapi pah, itu rasanya menyakitkan sekali. Menikah dengan lelaki yang beristri," ucap Sarla, air matanya semakin banyak keluar. Walau ia berusaha tegas tetap saja hatinya lemah.
"Ayolah sayang ini hanya pernikahan sementara, setelah kamu dan CEO Daniel mempunya anak, kamu bisa hidup bebas, dia hanya membutuhkan kamu untuk mengandung dan melahirkan seorang anak untul garis keturunan sang CEO," ucap sang papah, dengan begitunya mempermainkan sebuah pernikahan, di pungut saat dibutuhkan dan dibuang ketika sudah tak berguna.
Pak Gunawan menyimpan begitu banyak harapan pada anak semata wayangnya itu, rela mengorbankan sang anak gadis demi kepentingan dunia. Agar lelaki tua itu tak jatuh miskin.
"Pah, memangnya Sarla ini barang apa, papah. Benar benar tidak punya hati nurani, mengorbankan Sarla hanya demi .... "
Belum perkataan Sarla terlontar semuanya, sang papah kini berbicara," Sarla, ini semua demi adik kamu juga Lani. kamu lihat keadaanya sekarang seperti apa?"
Lilia sudah geram dengan tak adilnya Pak Gunawan pada anak kandungnya sendiri, rela mengorbakan demi Lani yang jelas hanya anak tirinya sendiri.
Maju ke hadapan mereka dan berkata," Lani lagi, Lani lagi. Ngapain sih papah masih ngurusin anak nenek sihir ini, hah. Mereka itu hanya menyusahkan kita saja, semejak ada mereka papah tak pernah adil dan selalu mementingkan Lani anak cacat itu."
"Lancang kamu Lilia, tahu apa kamu masalah orang dewasa," bentak sang papah.
"Papah memang papah yang jahat," teriak Lilia, melawan lelaki tua dihadapanya.
"kamu .... "
Tangan kanan mulai dilayangkan oleh sang papah pada Lilia, hingga Sarla menepis dan melindungi adiknya.
"Lilia masih anak kecil, papah malah mau tampar dia," ungkap Sarla, membulatkan kedua bola matanya.
"karena dia lancang, Sarla," balas Pak Gunawan.
Bu Dera mulai ikut campur," Makannya kamu harus menurut."
Sarla semakin kesal dan membenci mama tiri, yang sudah mencuci otak papahnya. " Ayolah Sarla jika kamu tidak berkorban demi keluarga kita dan Lani, apa kamu tega membuat kita semua menderita di sini."
Sarla menitihkan air mata, ia menatap ke arah Lani yang baru saja datang. Wajah anak kecil itu begitu polos, Lani duduk pada kursi roda dalam keadaan tubuh lemas karena penyakit yang di deritanya.
"Kak Sarla, jangan dengarkan apa kata .... "
Bu Dera membekam mulut anaknya, membisikan perkataan." Kamu jangan ikut campur. Anak baikku."
Pada akhirnya air mata itu jatuh mengenai pipi, Sarla merasa tak tega melihat Lani, anak kecil dengan keterbatasan yang kurang.
Menarik napas, Lilia berusaha menghentikan kata setuju pada mulut kakaknya, berharap jika sang kakak tidak terkecoh akan rasa kasihan yang dilihatnya.
"Jangan kak."
Pak Gunawan dengan penuh harapan, memohon terus menerus, apalagi keadaanya yang sekarang terlihat begitu menyedihkan. Karena memikirkan perusahaan sudah di ambang kebangkrutan.
"Baiklah." Perkataan Sarla sangatlah mengejutkan bagi Lilia, apalagi Lani. Meresa tak menyangkan seorang kakak tiri rela berkorban dengannya.
Kedua raut wajah sedih berubah drastis, menjadi ceria, Karena Sarla menyetujui keinginan kedua orang tuanya. Bu Dara dan Pak Gunawan tertawa senang.
"Nah, gitu dong. Coba dari kemarin, kan nggak bakalan begini jadinya," ucap Bu Dara, Pak Gunawan kini memeluk tubuh anaknya dan berkata," terima kasih sayang."
Sarla terlihat nampak murung, ia hanya bisa menghelap napas beberapa kali dan mencoba tetap tenang. Menerima semuanya, walau hati terasa kecewa.
Pak Gunawan melepaskan pelukan anaknya," Ya sudah, papah mau menghubungi dulu Daniel, CEO yang akan menikahimu."
Hanya kepasrahan ia terima dalam kebahagian kedua orang tuanya, dimana Bu Dara pergi dengan berlenggak lenggok memperlihatkan betapa bahagianya dia tak jatuh miskin.
Tubuh wanita bercadar itu merasa lemas, ia berjalan pergi ke kamarnya.
"Kak Sarla."
Teriakan Lilia di abaikan sang kakak, Sarla terus berjalan menuju kamar tidur, dengan penuh rasa sakit dalam hatinya.
Lilia memegang tangan sang kakak dan berkata," kakak Sarla."
Sarla berusaha bersikap tenang tak mengeluarkan emosi, agar Lilia tak ia marahi.
"Kak Sarla, kenapa kakak menyetujui keinginan mama dan papa."
Membahas hal itu, Sarla kini berucap," sudah jangan bahas lagi, kakak ingin sendiri dulu."
Melepaskan tangan Lilia, Sarla pergi melangkahkan kakinya lagi, ada luka dalam hati Lilia, ia merasakan apa yang dirasakan sang kakak, mengepalkan kedua tangan dengan begitu erat.
"Semua ini pasti gara gara si Lani, anak cacat itu," gerutu hati Lilia, melihat kepergian Sarla yang sudah semakin jauh.
Sarla masuk ke dalam kamar, ia duduk di ranjang tempat tidur, menggerutu kesal. Dalam hati.
"Bagaiman nasibku nanti, jika aku menikah dengan pria beristri. Apa orang orang tak akan mentertawakanku, apalagi setelah mempunyai anak, CEO itu akan meninggalkanku. "
Mengurung diri di dalam kamar, Sarla hanya bisa menangis dan meluapkan kesedihannya sendiri.
Hidupnya benar benar di kendalikan oleh kedua orang tuanya.
"