Genre: Urban Fantasy dengan elemen Aksi dan Misteri
Garis Besar Cerita:
"Power" adalah sebuah novel web yang mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Arya Pratama yang hidup di Jakarta tahun 2030. Dia menemukan bahwa dirinya memiliki kemampuan supernatural untuk mengendalikan listrik. Namun, kekuatan ini membawanya ke dalam konflik berbahaya antara kelompok-kelompok rahasia yang memperebutkan kendali atas kota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Gempa Buatan"
Arya, Guru Bayu, dan beberapa anggota Persaudaraan Elemen lainnya bergegas menuju pusat kota Jakarta. Dari kejauhan, mereka bisa melihat kepanikan melanda jalanan. Tanah bergetar hebat, membuat beberapa bangunan retak dan jalan-jalan terbelah.
"Ini bukan gempa biasa," ujar Guru Bayu sambil berlari. "Ini ulah pengendali tanah."
Arya mengangguk, berusaha menjaga keseimbangan di tengah guncangan. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Kau, Arya, fokus pada evakuasi warga. Gunakan kekuatan listrikmu untuk menstabilkan peralatan elektronik dan komunikasi. Aku akan mencari sumber gempa ini."
Mereka tiba di sebuah persimpangan besar. Mobil-mobil terbalik, lampu lalu lintas berkedip-kedip tak beraturan, dan orang-orang berlarian panik.
Arya menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan kegugupannya. Ia mengangkat tangannya, merasakan aliran listrik di sekitarnya. Dengan konsentrasi penuh, ia mulai menstabilkan arus listrik di area tersebut. Lampu-lampu kembali menyala normal, dan sistem komunikasi yang sempat terputus kembali berfungsi.
"Bagus, Arya!" seru salah satu anggota Persaudaraan. "Sekarang, bantu aku evakuasi orang-orang ini!"
Selama beberapa menit berikutnya, Arya bekerja tanpa henti. Ia menggunakan kekuatan listriknya untuk membuka pintu-pintu mobil yang macet, menyalakan alarm evakuasi di gedung-gedung, dan bahkan membuat jembatan listrik untuk membantu orang-orang menyeberangi jalan yang terbelah.
Tiba-tiba, tanah di bawah kaki Arya bergetar lebih hebat. Sebuah retakan besar mulai terbentuk, membelah jalan menjadi dua.
"Awas!" teriak Arya, mendorong seorang wanita tua menjauh dari retakan.
Dari dalam retakan, muncul sosok pria bertubuh kekar dengan tato berbentuk batu di seluruh tubuhnya. Matanya bersinar keemasan, dan tanah di sekitarnya bergerak seperti ombak.
"Jadi ini yang dikirim Persaudaraan Elemen untuk menghentikanku?" ejek pria itu. "Seorang bocah pengendali listrik?"
Arya memasang kuda-kuda, listrik mulai berkilat di sekitar tubuhnya. "Siapa kau? Apa maumu?"
Pria itu tertawa menggelegar. "Namaku Goro, sang Pengguncang Bumi. Dan aku ingin Jakarta berlutut di hadapanku!"
Dengan satu gerakan tangan, Goro membuat tanah di sekitar Arya bergetar hebat. Arya hampir kehilangan keseimbangan, tapi ia berhasil membuat perisai listrik di sekitar kakinya, menstabilkan posisinya.
"Kau tidak akan menang, Goro!" seru Arya, melemparkan kilatan listrik ke arah Goro.
Goro menghindarinya dengan mudah, membuat dinding tanah sebagai pelindung. "Kau masih hijau, anak muda. Biar kutunjukkan kekuatan sejati!"
Pertarungan sengit terjadi di tengah kota Jakarta yang kacau. Arya berusaha keras mengimbangi serangan Goro, tapi pengalamannya yang minim membuatnya kewalahan. Beberapa kali ia nyaris terkena serangan fatal, hanya diselamatkan oleh refleksnya yang cepat.
Saat Arya mulai kehabisan tenaga, Guru Bayu tiba-tiba muncul di sampingnya.
"Arya, dengar," ujar Guru Bayu cepat. "Listrik dan tanah bisa saling memengaruhi. Gunakan kekuatanmu untuk mengubah komposisi tanah!"
Arya mengangguk, meski tidak sepenuhnya mengerti. Ia memfokuskan energinya, membayangkan listrik meresap ke dalam tanah, mengubah strukturnya.
Perlahan, tanah di sekitar Goro mulai berubah menjadi pasir. Goro, yang tadinya percaya diri, mulai panik saat kekuatannya melemah.
"Tidak mungkin!" teriak Goro, berusaha mengendalikan tanah yang kini berubah menjadi pasir.
Arya, melihat kesempatan ini, melepaskan gelombang listrik besar ke arah Goro. Kilatan listrik itu menghantam Goro telak, membuatnya terpental dan jatuh tak sadarkan diri.
Keheningan sesaat menyelimuti area itu. Kemudian, tepuk tangan dan sorak-sorai terdengar dari orang-orang yang menyaksikan pertarungan tersebut.
Guru Bayu menepuk pundak Arya. "Kerja bagus, anak muda. Kau belajar cepat."
Arya tersenyum lemah, kelelahan tapi puas. Ia telah menghadapi ujian pertamanya sebagai pelindung Jakarta, dan berhasil.