Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi yang kedua
" Baiklah." rasanya hati ini sangat bahagia, sebentar lagi aku akan menjadi istri pria yang selama ini ku agungkan dalam setiap doaku, meskipun harus menjadi istri kedua. Mungkin inilah takdir cintaku, harus mencintai dengan cara yang berbeda. Semoga hubungan kami baik baik saja, meskipun aku tau, cara kami tidak baik baik saja untuk istrinya. Maafkan aku mbak, cintaku terlalu besar pada suamimu.
Rasanya sangat berbeda, entahlah rasa apa yang kini ada dalam hati ini, tapi yang pasti aku sangat bahagia, cintaku bersambut, cintaku pun sebentar lagi akan berlabuh pada sang pemilik mata Sipit nan tajam. Benar saja, mobil pandu terus berada dibelakang montor yang aku kendarai, bahkan dia juga ikut berbelok masuk ke gang menuju rumahku. Ya Tuhan seperti mimpi tapi ini nyata. Aku berhenti di depan rumah bercat ungu dan berpagar besi hitam, sepi karena pintu sudah tertutup rapat semua, memang seperti ini suasana tempat tinggal ku, tidak ada yang suka duduk atau sekedar bersantai di depan rumah, bahkan anak anak kecilnya pun sangat jarang bermain diluar rumah, kebanyakan semua betah berada di dalam rumah, aku tinggal di perumahan yang lumayan nyaman karena penghuninya kebanyakan bekerja sebagai PNS.
Pandu turun dari mobilnya, berjalan menghampiriku yang masih terpaku di samping montor yang sudah terparkir di halaman.
" Masuk ndu, aku panggilkan ibu di dalam." ujar ku lirih. Dan pandu menjawabnya dengan senyuman dan anggukan kepalanya.
" Silahkan duduk, aku masuk kedalam dulu ya." pamit ku gugup, karena jujur hatiku masih meloncat tak beraturan dengan rasa yang masih belum aku percaya ini. Pandu mendaratkan bokongnya di kursi yang ada di teras depan rumah, nampak dia mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya, aah pasti jiwa perokoknya masih tetap melekat pada diri laki laki yang nampak sempurna dimataku itu.
" Asalamualaikum Bu. Di luar ada Pandu, ingin bertemu dengan ibu katanya." aku berpapasan dengan ibu yang kebetulan keluar kamar saat pintu rumah aku buka.
" Pandu?" tanya ibu mengernyit. mungkin ibu mencoba mengingat nama yang barusan ku sebut.
" Iya pandu, yang dulu pernah mematahkan hati anakmu ini Bu." jawabku lirih namun sambil tersenyum.
" Iya, iya ibu ingat. Dimana sekarang? kok tumben malam malam kesini, ada apa?." jawab ibu yang masih nampak bingung.
" Ada di luar, tadi kita ketemu pas ada reoni dan kebetulan kita pulangnya juga searah, jadi dia ingin mampir sebentar, ketemu ibu katanya." nampak ibu menggeleng dengan dahi mengernyit, jelas sekali ibu masih bertanya tanya dengan kedatangan Pandu kemari. Terlihat ibu mulai melangkah keluar untuk menemui pandu, dan aku langsung menuju dapur untuk membuatkan minuman, bagaimanapun Pandu adalah tamu yang harus dijamu.
Samar samar terdengar suara ibu dan Pandu mulai berbincang, entah apa yang mereka obrolkan karena suaranya tidak terdengar jelas dari sini. Setelah selesai membuat dua cangkir kopi, aku bergegas untuk menyuguhkan pada ibu dan pandu yang sedang ada di teras depan.
Saat aku sampai di mana ibu dan pandu sedang duduk bersama, nampak terlihat wajah sendu ibu, sepertinya ibu habis menangis. Dan pandu pun terlihat canggung.
" Clara, duduk sini nak, ibu ingin bicara." ibu memintaku untuk ikut duduk di kursi sampingnya, tak banyak kata, aku pun mengiyakan dan kembali menatap ibu juga Pandu bergantian. Ada apa dengan mereka? apakah ibu tidak setuju jika Pandu memintaku menjadi yang kedua? Ya Alloh kenapa ini terasa berat sekali jika tanpa restu ibu.
" Clara, apa kamu sudah tau maksud Pandu nak? apa kalian sudah bicara sebelumnya?" tanya ibu ambigu, ibu tidak langsung menyebutkan tapi seperti ingin menyampaikan dengan isyarat.
" Tentang apa Bu?"
" Keinginan Pandu untuk menikahi kamu menjadi yang kedua." ibu menatapku lekat, terlihat sorot kesedihan dan kecemasan di dua bola matanya. Aku tau apa yang ibu rasakan, pasti ibu juga tidak rela jika aku disebut pelakor nantinya. Bagaimanapun Pandu adalah pria beristri, pasti cap buruk akan aku terima sebagai konsekuensi dari keputusanku.
" Clara masih mencintai Pandu Bu, restui kami." balasku lirih dengan kepala menunduk, takut menatap pada ibu yang mungkin sudah meneteskan air matanya.
" Ya Alloh Clara. Apa kamu sudah pikirkan ini baik baik nak, apa kamu sudah siap dengan tudingan dan pandangan orang nantinya. Pikirkan lagi, jangan karena hanya kata cinta kamu sudah tidak bisa berpikir sehat." jerit ibu sambil menangis, tapi apa dayaku, aku terlanjur tak bisa jauh dari Pandu. bertahun tahun cintaku utuh terpendam untuknya.
" Percayalah Bu, semua akan baik baik saja. Saya akan menjaga Clara dan bersikap adil." Pandu menimpali dengan sorot matanya yang tegas.
" Bagaimana kalau istrimu dan keluarganya menyakiti Clara nantinya? ini tidak adil untuk istrimu pandu." sambung ibu masih dengan isakan tangisnya.
" Ibu percaya sama Pandu, Saya sangat mencintai Clara Bu. Dan saya janji akan menjaga dan melindungi Clara."
" Bu, Clara mohon restui kami. Clara sangat berharap bisa berdampingan dengan Pandu. Restui kami Bu."
" Baiklah jika ini keputusan kalian, ibu akan merestui kalian. Tapi ingat, jalan ini salah, akan ada hati yang terluka karena merasa di khianati. Ibu harap, jika suatu saat nanti ada masalah dalam hubungan kalian, hadapi dengan bijak dan jangan pernah menyesali keputusan yang sudah kalian ambil hari ini. Pandu, ibu titip Clara, jaga dan lindungi anak ibu, cintai dia dan bimbing dia agar bisa menjadi istri yang baik untukmu."
" Alhamdulillah, trimakasih Bu. Pandu janji akan selalu menjaga dan menyayangi putri ibu. Dan satu lagi, setelah menikah, pandu ingin kita pindah, Pandu akan membelikan Clara rumah untuk nanti tempat tinggal kita. Dimana nya, Pandu serahkan sama Clara, yang terbaik saja menurut Clara. karena Pandu akan pulang seminggu sekali."
" Atur saja, yang menurut kalian baik." ibu langsung beranjak meninggalkan kami berdua yang masih terpaku dengan sikap dingin ibuku, tapi kamu berusaha memaklumi. Mungkin ibu masih syok dan belum bisa menerima keputusan yang kami ambil. Pandu meminum kopi yang tadi aku buat, dan berpamitan pulang karena malam sudah sangat larut.
" Aku pulang, besok jam dua siang, aku akan kesini dengan keluargaku dan kita akan melaksanakan akad, gak papakan jika acaranya sederhana dan hanya dihadiri keluarga inti saja?"
" gak papa, yang penting kita sudah halal dan aku sah menjadi istrimu, itu sudah lebih dari cukup untukku."
" makasih Ra, tunggu kedatanganku besok ya. Aku pamit pulang dulu, kamu istirahat gih. Love u. Asalamualaikum."
" love to, waalaikumsallm."
pandu menghilang dalam pekatnya malam, aku masih betah duduk di kursi teras, masih tak percaya jika sebentar lagi, aku akan menjadi istri laki laki yang aku cintai. "Maafkan aku mbak, maaf." lirihku dalam keheningan malam.