Malam itu langit dihiasi bintang-bintang yang gemerlap, seolah ikut merayakan pertemuan kami. Aku, yang biasanya memilih tenggelam dalam kesendirian, tak menyangka akan bertemu seseorang yang mampu membuat waktu seolah berhenti.
Di sudut sebuah kafe kecil di pinggir kota, tatapanku bertemu dengan matanya. Ia duduk di meja dekat jendela, menatap keluar seakan sedang menunggu sesuatu—atau mungkin seseorang. Rambutnya terurai, angin malam sesekali mengacaknya lembut. Ada sesuatu dalam dirinya yang memancarkan kehangatan, seperti nyala lilin dalam kegelapan.
"Apakah kursi ini kosong?" tanyanya tiba-tiba, suaranya selembut bayu malam. Aku hanya mengangguk, terlalu terpaku pada kehadirannya. Kami mulai berbicara, pertama-tama tentang hal-hal sederhana—cuaca, kopi, dan lagu yang sedang dimainkan di kafe itu. Namun, percakapan kami segera merambat ke hal-hal yang lebih dalam, seolah kami sudah saling mengenal sejak lama.
Waktu berjalan begitu cepat. Tawa, cerita, dan keheningan yang nyaman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titik Balik diujung jalan
Bab 18: Titik Balik di Ujung Jalan
Waktu terus berlalu, membawa Arya dan Reina ke dalam dinamika hidup yang penuh warna. Usaha mereka berkembang pesat, program sosial mereka semakin dikenal, dan platform digital yang mereka rintis mulai menarik perhatian komunitas yang lebih luas. Namun, di balik semua pencapaian itu, ada keputusan besar yang harus mereka ambil, keputusan yang akan mengubah arah perjalanan mereka.
---
Suatu hari, Arya menerima undangan untuk bergabung dalam proyek internasional tentang teknologi keberlanjutan. Proyek itu bukan hanya akan memperluas wawasan Arya, tetapi juga menjadi peluang besar untuk memperkenalkan konsep yang mereka kembangkan ke panggung global.
Namun, ada satu kendala: proyek itu membutuhkan Arya untuk tinggal di luar negeri selama setahun penuh.
“Arya, ini kesempatan besar untukmu,” ujar Reina, meskipun ada nada bimbang dalam suaranya. “Tapi aku tahu ini tidak mudah untuk kita.”
Arya mendekat dan menggenggam tangan Reina. “Aku tidak akan memutuskan ini tanpa persetujuanmu, Reina. Kita sudah melalui terlalu banyak hal untuk membiarkan jarak memisahkan kita.”
Reina terdiam sejenak, memikirkan konsekuensi dari keputusan ini. “Aku ingin kau pergi, Arya. Dunia perlu tahu apa yang kau miliki, dan aku akan mendukungmu. Tapi kita harus memastikan bahwa kita tetap terhubung, apa pun yang terjadi.”
---
Hari-hari menjelang keberangkatan Arya diisi dengan persiapan yang penuh emosi. Reina mencoba untuk tetap tegar, meskipun hatinya merasa berat. Mereka menghabiskan waktu lebih banyak bersama, berjalan-jalan ke tempat-tempat yang memiliki makna khusus dalam perjalanan mereka, dari taman kecil di dekat rumah hingga pantai tempat mereka pertama kali menghabiskan waktu bersama.
“Aku ingin kau selalu ingat, Reina, aku melakukan ini bukan hanya untuk diriku sendiri, tetapi untuk kita. Semua ini adalah bagian dari mimpi kita,” kata Arya suatu malam ketika mereka duduk di teras.
Reina tersenyum, meskipun ada air mata di sudut matanya. “Aku tahu, Arya. Dan aku akan selalu ada di sini, menunggumu pulang.”
---
Ketika hari keberangkatan tiba, Reina mengantar Arya ke bandara. Mereka saling memeluk erat, seolah-olah ingin menyimpan setiap momen bersama dalam ingatan mereka.
“Aku akan selalu meneleponmu, Reina. Jangan pernah merasa sendiri,” ujar Arya sebelum masuk ke ruang keberangkatan.
Reina hanya bisa mengangguk, menahan perasaan yang bergemuruh di dadanya. Saat Arya melangkah pergi, Reina menyadari bahwa ini adalah ujian baru bagi cinta mereka—ujian tentang kepercayaan dan keteguhan hati.
---
Hari-hari tanpa kehadiran Arya terasa hampa bagi Reina. Namun, ia tidak membiarkan dirinya terpuruk. Ia mulai mengalihkan perhatian dengan memperkuat program sosial mereka, mengembangkan platform digital, dan berinteraksi lebih intens dengan komunitas mereka.
Setiap malam, Reina dan Arya berbicara melalui video call. Meski terpisah ribuan kilometer, mereka tetap berbagi cerita, saling mendukung, dan memastikan bahwa jarak tidak mengurangi keintiman mereka.
“Aku rindu melihat senyummu secara langsung, Reina,” ujar Arya suatu malam.
“Dan aku rindu melihatmu duduk di kursi favoritmu di ruang kerja kita,” balas Reina sambil tersenyum kecil.
---
Beberapa bulan setelah kepergian Arya, Reina menerima undangan untuk menjadi pembicara dalam sebuah konferensi internasional tentang seni dan keberlanjutan. Konferensi itu, tanpa disangka, diadakan di kota tempat Arya tinggal sementara.
Reina memutuskan untuk tidak memberi tahu Arya, ingin memberikan kejutan.
Ketika hari konferensi tiba, Arya yang sedang menghadiri salah satu sesi terkejut melihat Reina berdiri di atas panggung, membagikan cerita mereka dengan percaya diri. Setelah sesi selesai, Arya langsung menghampiri Reina, wajahnya penuh dengan kebahagiaan.
“Reina! Kenapa kau tidak memberi tahu aku?” tanya Arya dengan nada penuh kehangatan.
Reina tersenyum lebar. “Aku ingin kau tahu bahwa kita tetap saling mendukung, apa pun yang terjadi.”
Malam itu, mereka merayakan pertemuan mereka dengan makan malam sederhana, berbicara hingga larut malam, seolah-olah tidak ada waktu yang pernah memisahkan mereka.
---
Pertemuan itu memberikan energi baru bagi mereka berdua. Arya semakin bersemangat menyelesaikan proyeknya, sementara Reina kembali ke rumah dengan ide-ide segar untuk program mereka.
Meskipun mereka harus berpisah lagi, mereka tahu bahwa perjalanan ini adalah bagian dari mimpi besar yang sedang mereka bangun bersama.
“Aku akan pulang, Reina. Dan saat itu tiba, kita akan melangkah bersama menuju masa depan yang lebih besar,” ujar Arya sebelum mereka berpisah di bandara.
Reina mengangguk, yakin bahwa cinta mereka lebih kuat dari jarak atau waktu.
Beberapa minggu setelah Reina kembali ke rumah, hari-harinya mulai terasa berbeda. Meski ia sibuk dengan pekerjaan, suara Arya dalam panggilan video setiap malam tidak cukup untuk menghapus rasa rindu yang terus menghantui. Jarak ribuan kilometer di antara mereka menjadi ujian baru yang menantang kesabaran dan kepercayaan.
---
Suatu sore, Reina menerima paket yang tidak terduga. Sebuah kotak kecil berwarna biru tua, dihiasi dengan pita emas. Di dalamnya, terdapat sebuah buku catatan kulit dengan tulisan tangan Arya di halaman pertama:
"Reina, ini adalah tempat untukmu mencatat setiap mimpi baru kita. Karena aku tahu, bahkan saat berjauhan, kita tetap satu tim yang akan selalu bermimpi bersama."
Di halaman berikutnya, Arya menuliskan beberapa kutipan dari perjalanan mereka. Salah satunya berbunyi:
"Jarak hanya sementara, tetapi cinta kita adalah abadi. Selalu ingat itu."
Reina tersenyum sambil menyentuh halaman-halaman buku itu. Meski jauh, Arya selalu tahu bagaimana caranya membuatnya merasa dekat.
---
Di sisi lain, Reina mulai menghadapi tantangan dalam menjalankan program mereka. Salah satu donatur utama tiba-tiba menghentikan dukungannya karena alasan internal, membuat anggaran operasional mereka menjadi terbatas.
Reina mencoba menyelesaikan masalah ini dengan tenang, tetapi ada saat-saat di mana ia merasa kewalahan.
“Arya, aku takut tidak bisa melanjutkan program ini tanpa bantuanmu di sini,” ujar Reina dalam salah satu panggilan malam mereka.
Arya menatap Reina melalui layar, matanya penuh keyakinan. “Reina, kau lebih kuat dari yang kau pikirkan. Kita memulai ini bersama, tapi aku tahu kau mampu meneruskannya, bahkan tanpa aku di sana. Percayalah pada dirimu sendiri seperti aku percaya padamu.”
Kata-kata Arya menjadi dorongan bagi Reina untuk bangkit. Ia mulai menghubungi jaringan mereka yang lain, mencari solusi kreatif untuk mengatasi masalah pendanaan. Tak lama, ia berhasil mendapatkan mitra baru yang tertarik pada ide program mereka, memberikan kehidupan baru bagi proyek yang sempat terancam berhenti.
---
Beberapa bulan kemudian, di tengah kesibukan Reina mengatur acara lokal untuk komunitas mereka, sebuah kehadiran tak terduga membuatnya terdiam di tengah keramaian. Arya berdiri di sana, mengenakan jaket favoritnya, dengan senyum lebar di wajahnya.
“Arya? Bukankah kau seharusnya masih di luar negeri?” tanya Reina dengan mata membelalak, hampir tidak percaya.
Arya mendekat dan menggenggam tangan Reina. “Aku mendapatkan izin untuk pulang sementara waktu. Aku tidak bisa membiarkanmu melewati acara penting ini sendirian.”
Kehadiran Arya menjadi sorotan dalam acara itu. Bersama-sama, mereka berbicara kepada para peserta, menginspirasi mereka dengan cerita tentang bagaimana cinta dan dedikasi bisa mengatasi segala rintangan, bahkan yang datang dari jarak.
---
Malam itu, setelah acara selesai, Arya dan Reina duduk di taman belakang rumah mereka, seperti biasa. Langit malam dihiasi bintang-bintang, seolah menyaksikan percakapan mereka yang sarat makna.
“Aku merasa kita sudah melalui begitu banyak, Arya. Tapi setiap kali kita mengatasi tantangan, aku merasa cinta kita justru semakin kuat,” ujar Reina sambil menyandarkan kepalanya di bahu Arya.
Arya tersenyum dan meraih tangan Reina. “Itu karena kita tidak pernah menyerah, Reina. Kita selalu percaya pada mimpi kita, dan pada satu sama lain.”
Arya kemudian mengeluarkan sebuah kertas dari sakunya, sebuah peta dengan lingkaran kecil di salah satu sudutnya. “Reina, aku punya ide baru. Bagaimana kalau kita mulai merancang pusat pelatihan untuk komunitas? Tempat di mana orang-orang bisa belajar, berkarya, dan membangun masa depan mereka.”
Reina menatap peta itu dengan penuh antusias. “Itu ide yang luar biasa, Arya. Kita bisa memulainya dari sini, dari rumah kecil kita.”
Dengan rencana baru itu, mereka memutuskan untuk tidak hanya melanjutkan apa yang telah mereka bangun, tetapi juga memperluas dampaknya. Meski perjalanan mereka masih panjang, Reina dan Arya yakin bahwa selama mereka bersama, tidak ada impian yang terlalu besar untuk diwujudkan.