> "Dulu, namanya ditakuti di sudut-sudut pasar. Tapi siapa sangka, pria yang dikenal keras dan tak kenal ampun itu kini berdiri di barisan para santri. Semua karena satu nama — Aisyah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Keteguhan Hati
Bab 6: Keteguhan Hati
“Sesungguhnya, bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 6)
---
Ujian yang Tak Terduga
Hari-hari Fahri kini terasa penuh dengan perjuangan. Setiap kali ia ingin kembali ke jalan yang benar, selalu ada cobaan yang datang menggoda. Semakin ia mencoba mendekatkan diri kepada Allah, semakin banyak rintangan yang harus dihadapi.
Di tengah-tengah kesibukannya yang semakin padat, Fahri mulai merasa berat. Ia tak lagi bergaul dengan teman-teman lamanya, karena ia tahu godaan yang ada. Namun, terkadang rasa sepi datang menghampirinya.
Fahri duduk di sudut masjid setelah sholat maghrib. Pandangannya menerawang jauh, memikirkan segala yang telah terjadi. Ada keraguan yang mulai muncul. "Benar nggak sih jalan yang aku pilih ini?"
Tiba-tiba, seseorang menghampirinya. Fahri menoleh dan melihat Aisyah yang tersenyum lembut.
"Abang, kenapa? Kok kelihatan serius banget?" tanya Aisyah sambil duduk di sebelah Fahri.
Fahri menghela napas. "Aisyah, gue ngerasa capek. Selalu ada aja ujian yang datang. Kadang, gue mikir, apa bener jalan yang gue pilih ini?"
Aisyah menatap Fahri dengan penuh perhatian. "Abang, cobaan itu wajar. Allah tidak akan memberi ujian di luar kemampuan hamba-Nya. Kalau Abang merasa lelah, ingatlah bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan yang menyusul."
"Jadi, gue harus terus berusaha dan sabar, ya?" tanya Fahri dengan ragu.
"Benar, Abang. Dan jangan lupa berdoa. Karena doa itu adalah senjata orang-orang beriman," jawab Aisyah dengan penuh keyakinan.
Fahri menatap Aisyah, merasa tenang dengan kata-katanya. "Berarti, gue nggak sendiri. Selama ini, gue cuma berjuang sendiri."
---
Mencari Kedamaian dalam Hati
Hari-hari Fahri mulai penuh dengan aktivitas positif. Ia rajin datang ke masjid, belajar agama, dan berusaha menjauhi pergaulan yang buruk. Namun, di satu sisi, ia masih merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Kehidupan yang dulu penuh dengan kemewahan dan kebebasan, kini terasa jauh.
Namun, ada sesuatu yang lebih berharga yang mulai ia rasakan: ketenangan hati. Meskipun ia merasa jauh dari kehidupan dunia yang dulu, ada rasa damai yang sulit dijelaskan.
Suatu malam, setelah selesai belajar di pesantren, Fahri duduk sendirian di halaman masjid. Suara angin malam terdengar lembut, dan langit yang dihiasi bintang-bintang membuatnya merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta.
"Ya Allah, aku mohon petunjuk-Mu. Aku ingin menjadi lebih baik," bisik Fahri dalam hati.
Saat itulah ia merasakan sesuatu yang berbeda. "Perasaan ini... perasaan damai yang selama ini aku cari," pikirnya. Ketika itu, ia merasa Allah sedang mendengarkan doanya.
---
Mendapatkan Pekerjaan yang Baru
Keinginan Fahri untuk berubah tidak hanya berhenti di dunia agama. Ia juga merasa bahwa dirinya harus mulai merubah kehidupannya secara menyeluruh, termasuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Setelah beberapa minggu melamar pekerjaan, akhirnya Fahri diterima di sebuah perusahaan kecil sebagai kurir. Meskipun pekerjaan itu tidak begitu menjanjikan dari segi gaji, Fahri merasa sangat bersyukur. Baginya, ini adalah langkah kecil menuju kehidupan yang lebih baik.
"Ini awal yang baik," pikir Fahri saat melangkah ke kantor pertama kalinya. Meskipun pekerjaannya berat dan sering berhubungan dengan orang-orang yang kasar, Fahri selalu mencoba untuk tetap sabar dan menjaga dirinya.
Setiap kali ada godaan untuk berbuat tidak baik, Fahri ingat akan pesan Aisyah: "Berbuat baiklah walau orang lain tidak melihat."
---
Teman Lama yang Kembali Datang
Namun, meski Fahri berusaha menjaga dirinya, godaan tak pernah berhenti. Suatu malam, saat ia sedang berjalan pulang dari kantor, tiba-tiba Iwan muncul lagi di depannya. Kali ini, ia tidak datang sendiri. Ada beberapa temannya yang mengelilingi Fahri.
"Eh, ini dia! Si ‘pahlawan’ yang sudah jadi orang baik," ejek Iwan dengan nada meremehkan.
Fahri menatap Iwan dan teman-temannya dengan tenang. "Gue nggak berubah buat kalian, Wan. Gue berubah buat diri gue sendiri, buat Allah," jawab Fahri dengan tegas.
Iwan terkekeh. "Hahaha, dasar. Lu pikir jadi orang baik bisa kaya? Lu pasti bakal nyesel, Fahri. Ini dunia, bukan surga!"
Fahri menarik napas panjang. "Dunia ini sementara, Wan. Nggak ada yang abadi selain amal ibadah. Kalau lo nggak mau ngerti, itu urusan lo. Tapi gue nggak mau lagi jadi seperti dulu."
Dengan kata-kata itu, Fahri melangkah pergi. Teman-temannya hanya terdiam. Iwan tampak marah, tapi tak ada yang bisa dia lakukan.
---
Penerimaan Diri dan Masa Depan
Malam itu, Fahri kembali ke pesantren dengan perasaan yang lebih tenang. Meskipun ia tahu perjalanannya masih panjang, ia merasa ada kekuatan yang lebih besar yang membimbingnya. Setiap kali cobaan datang, ia semakin kuat untuk menghadapinya.
"Ini adalah langkah pertama, dan aku yakin aku bisa melanjutkan perjalanan ini."
Fahri menatap bintang-bintang di langit. Sebuah perasaan damai memenuhi hatinya. Di saat itu, ia tahu bahwa ia berada di jalan yang benar.
---
Fahri mulai menerima diri dengan apa adanya. Meskipun banyak rintangan yang harus ia lewati, ia semakin yakin bahwa setiap langkah yang ia ambil adalah bagian dari perjalanan menuju kebaikan yang lebih besar. Dengan keteguhan hati, ia siap menghadapi apa pun yang datang.