Ji An Yi adalah seorang gadis biasa yang mendapati dirinya terjebak di dalam dunia kolosal sebagai seorang selir Raja Xiang Rong. Dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan cinta ini memaksanya untuk menjalani misi tak terduga: mendapatkan Jantung Teratai, sebuah benda mistis yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekaligus membuka jalan baginya kembali ke dunia nyata.
Namun, segalanya menjadi lebih rumit ketika Raja Xiang Rong-pria dingin yang membencinya-dan Xiang Wei, sang Putra Mahkota yang hangat dan penuh perhatian, mulai terlibat dalam perjalanan hidupnya. Di tengah strategi politik, pemberontakan di perbatasan, dan misteri kerajaan, Ji An terjebak di antara dua hati yang berseteru.
Akankah Ji An mampu mendapatkan Jantung Teratai tanpa terjebak lebih dalam dalam dunia penuh drama ini? Ataukah ia justru akan menemukan sesuatu yang lebih besar dari misi awalnya-cinta sejati yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 Aku akan diasingkan ke paviliun terpencil
Malam itu terasa sunyi, hanya suara angin lembut yang menyusup melalui celah-celah dinding paviliun istana. Ji An dengan hati-hati melangkah menuju ruang kerja Raja Xiang Rong, menggenggam erat beberapa dokumen dan barang bukti yang telah dikumpulkan dengan bantuan Lin Li dan Xiao Mei. Jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena ketegangan, tetapi juga karena ia tahu malam ini akan menjadi penentu apakah ia dapat membersihkan namanya atau tidak.
Sesampainya di depan pintu ruang kerja Raja, Ji An berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam, lalu memeriksa sekitar untuk memastikan tidak ada mata-mata Permaisuri Yang Xi yang mengintai. Dengan gerakan halus, ia membuka pintu dan masuk tanpa suara.
Namun, keheningan itu segera pecah oleh suara tajam Xiang Rong. "Ji An Yi, apa yang kau lakukan? Kenapa kau masuk tanpa izin?" nada dinginnya terdengar seperti tamparan keras.
Ji An langsung menunduk dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Ampun, Yang Mulia. Hamba mohon maaf atas kelancangan ini. Hamba hanya tidak ingin keberadaan hamba diketahui oleh orang-orang yang berniat jahat."
Xiang Rong, yang awalnya terkejut dan tampak terganggu, tiba-tiba menyadari ketegangan di wajah Ji An. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi dengan santai, lalu tersenyum kecil meskipun tatapannya tetap dingin. "Jadi, apa sebenarnya yang membuatmu nekat menemui aku secara diam-diam seperti ini?"
Ji An kembali memeriksa celah-celah pintu dan memastikan bahwa tidak ada siapa pun yang mengintip atau mendengarkan. Melihat tingkahnya yang begitu berhati-hati, Xiang Rong sedikit tersenyum—sebuah senyum langka yang jarang terlihat darinya.
"Yang Mulia," Ji An memulai, tangannya gemetar saat ia mengulurkan gulungan kertas dan benda-benda bukti lainnya. "Hamba datang untuk membuktikan bahwa hamba tidak bersalah. Semua tuduhan bahwa hamba telah meracuni Yang Mulia adalah salah besar."
Xiang Rong meraih gulungan itu dengan perlahan, matanya yang tajam menyapu tulisan di atas kertas dan memperhatikan benda-benda bukti yang disodorkan Ji An. Satu per satu ia membaca dokumen itu. Dalam gulungan tersebut, tertulis bahwa bubuk herbal yang mencemari makanannya dibeli oleh Yan Fei, pelayan kepercayaan Permaisuri Yang Xi. Di sana juga ada kesaksian tertulis dari Xiao Mei, yang mengakui bahwa ia hanya menjalankan perintah Permaisuri.
Raja Xiang Rong menutup gulungan itu dengan pelan, ekspresinya sulit ditebak. "Jadi kau ingin aku percaya bahwa ini semua ulah Permaisuri Yang Xi?"
Ji An mengangguk dengan penuh keyakinan. "Hamba tahu hamba hanya selir yang tidak penting, tetapi hamba tidak akan sekeji itu untuk mencelakai Yang Mulia. Hamba hanya ingin membuktikan bahwa hamba tidak bersalah dan nama baik hamba dipulihkan."
Xiang Rong terdiam, matanya kembali menatap Ji An. Kali ini, tidak ada rasa dingin seperti sebelumnya, melainkan sebuah pandangan yang penuh pertimbangan.
Setelah beberapa saat, ia bersandar di kursi, memainkan gulungan kertas di tangannya. "Ji An Yi, aku akan mempertimbangkan ini. Tetapi, jika ternyata ini hanyalah siasatmu untuk menjatuhkan seseorang, kau tahu sendiri akibatnya."
"Hamba memahami, Yang Mulia. Hamba tidak akan berani berbohong," jawab Ji An tegas, meski hatinya tetap berdebar.
Namun, sebelum Ji An sempat melangkah keluar, suara Xiang Rong menghentikannya. "Ji An Yi..."
Ji An berbalik perlahan, menunggu apa yang akan dikatakan Raja.
Xiang Rong menatapnya dengan sorot mata yang sulit ditebak. "Aku tahu kau tidak bersalah. Jika memang niatmu adalah meracuniku, kau pasti sudah melakukannya sejak lama. Namun..." Xiang Rong berhenti sejenak, suaranya berubah lebih dingin, "Masalah ini terlalu rumit. Menghukum Permaisuriku akan menciptakan kekacauan di istana."
Raja Xiang Rong bangkit dari tempat duduknya, langkahnya perlahan mendekati Ji An yang berdiri terpaku.
"Tapi untuk menjaga kedamaian, aku harus tetap menjatuhkan hukuman. Aku akan menganggap kasus ini sebagai kesalahanmu."
Mata Ji An melebar, terkejut dan terluka mendengar keputusan itu. "Yang Mulia... Anda tahu saya tidak bersalah, tetapi mengapa saya harus menanggung kesalahan ini?" suaranya lirih, hampir pecah.
Xiang Rong tidak langsung menjawab. Tatapan dinginnya tampak sedikit melunak, namun ia tetap memalingkan wajah, menghindari pandangan Ji An. "Kadang, keputusan seorang Raja bukan tentang apa yang benar, tapi tentang apa yang diperlukan untuk menjaga kestabilan."
Ji An mengepalkan tangannya, hatinya terasa sakit. "Jika itu keputusan Anda, Yang Mulia, saya tidak akan melawan. Tapi... ketahuilah, Anda telah mengecewakan satu-satunya orang yang benar-benar peduli pada Anda."
Xiang Rong terdiam. Kata-kata Ji An menusuk hatinya, tapi ia tetap berdiri teguh. "Kau boleh pergi sekarang."
Ji An menundukkan kepalanya dalam-dalam, lalu melangkah keluar dari ruangan dengan hati yang hancur. Namun, sebelum menutup pintu, ia berbisik pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri, "Suatu hari, kebenaran ini akan terbuka, dan saat itu tiba, Anda akan mengerti siapa yang benar-benar tulus kepada Anda."
Xiang Rong hanya bisa memandangi pintu yang tertutup rapat, perasaan bersalah mulai menggerogoti hatinya. "Aku tahu... aku tahu itu, Ji An Yi," gumamnya pelan, suara yang tidak pernah akan didengar oleh siapa pun.
---
Saat Ji An kembali ke paviliunnya, Lin Li dan Xiao Mei sudah menunggunya dengan ekspresi penuh kekhawatiran.
"Nona, apa yang dikatakan Raja?" tanya Lin Li dengan cemas.
Ji An duduk perlahan di kursi, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Aku akan diasingkan ke paviliun terpencil. Ini adalah caranya untuk menjaga nama baik Permaisuri Yang Xi."
"Ini tidak adil, Nona! Anda yang dijebak, tapi malah Anda yang dihukum!" seru Lin Li, tidak dapat menyembunyikan kemarahannya.
Ji An menghela napas panjang. Matanya memerah, dan air matanya jatuh begitu saja.
"Kenapa semua ini menjadi begitu rumit? Aku hanya ingin kembali ke dunia nyata," bisiknya dengan suara gemetar. Ia meremas rok gaunnya, berusaha menahan perasaan frustasi yang semakin meluap.
Lin Li dan Xiao Mei saling berpandangan, bingung dengan ucapan Ji An yang terasa aneh.
"Nona, apa maksud Anda? Dunia nyata apa yang Anda bicarakan?" tanya Xiao Mei hati-hati.
Ji An hanya menggeleng, merasa tidak ada gunanya menjelaskan. Perasaan bahwa ia adalah bagian dari dunia ini semakin kuat, seolah-olah takdir telah mengunci dirinya dalam tubuh Ji An Yi.
Lin Li berlutut di sampingnya. "Nona, jika Anda diasingkan, apa rencana kita selanjutnya? Apakah kita harus memohon pada Raja Xiang Rong?"
Ji An menatap Lin Li dengan tatapan kosong. "Memohon padanya? Tidak, itu tidak akan berhasil. Dia tidak pernah mempercayaiku. Jika aku ingin bertahan di tempat ini, aku harus bermain sesuai aturan mereka... tapi dengan caraku sendiri."
Xiao Mei menggigit bibirnya. "Lalu, apa yang harus kita lakukan, Nona? Hamba tidak ingin melihat Anda terluka."
Ji An bangkit dari duduknya, menghapus air mata di pipinya. Wajahnya yang tadi terlihat rapuh kini mulai menunjukkan ketegasan.
"Jika mereka ingin aku berada di paviliun terpencil, baiklah. Aku akan pergi. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan mencari tahu siapa yang menjebakku dan apa alasan sebenarnya mereka melakukannya."
Lin Li mengangguk, matanya berbinar penuh tekad. "Kami akan selalu ada di sisi Anda, Nona."
Ji An memandangi Lin Li dan Xiao Mei. Untuk pertama kalinya, ia merasa tidak sepenuhnya sendirian di dunia asing ini.
"Baik," kata Ji An dengan suara yang tegas. "Kita harus mempersiapkan semuanya. Jika aku diasingkan, itu artinya aku akan punya lebih banyak waktu untuk mencari jalan keluar dari dunia ini... dan untuk memahami apa sebenarnya yang terjadi pada Ji An Yi."
Dengan langkah pelan tapi penuh keyakinan, Ji An mulai merencanakan langkah-langkah berikutnya. Paviliun terpencil mungkin adalah hukuman bagi orang lain, tetapi bagi Ji An, itu bisa menjadi awal dari strategi baru untuk melawan takdir yang membelenggunya.
---
jangan lupa mmpir balik ya🥰