Bagaimana jika dua orang yang pernah terlibat perasaan satu sama lain di masa lalu kini harus tinggal satu atap? Akankah cinta yang dulu pernah ada akan bersemi kembali? Atau justru hanya menyisakan luka dan kebencian diantara mereka berdua?
🌻🌻🌻
Setelah menghabiskan waktu enam tahun di negeri orang untuk kuliah dan bekerja, pada akhirnya Adelia memutuskan untuk kembali ke tanah air. Namun, untuk menghindari masa lalunya yang ia pikir sudah memiliki istri dan anak, ia memilih kota B sebagai pelarian.
Siapa sangka, di sana ia justru bertemu dengan pria yang paling ia hindari tersebut.
Varel, pria yang pernah mengisi hati Adelia di masa lalu, ternyata telah menetap di kota yang sama untuk beberapa tahun lamanya. Ditinggal pas sayang-sayange waktu itu membuat dunia Varel terasa jungkir balik kurang lebih dua tahun, hingga ia memutuskan untuk menepi dari orang-orang yang selalu mengingatkannya akan cinta masa lalunya dan memilih kota B sebagai pelariannya.
Dan yang paling mengejutkan adalah, Varel dan Adel ternyata menyewa rumah yang sama akibat miss komunikasi dari pemilik rumah. Sifat keras kepala yang dulu, masih melekat pada diri mereka hingga tak ada yang mau mengalah untuk pergi dari rumah tersebut.
"Pokoknya aku mau tetap tinggal di sini, titik!" ucap Adel kekeh.
"Aku juga! Titik titik titik!" Varel tak mau kalah.
Saat itu Adelia tahu jika ternyata Varel belum menikah dan dengan GeErnya dia berpikir jika pria itu masih menunggunya. Namun, ternyata ia salah. Kini semua tak lagi sama, dimana Varel ternyata sudah memiliki kekasih dan mereka akan segera menikah.
"Baguslah, setidaknya aku tidak perlu terlalu merasa bersalah karena dulu telah egois meninggalkannya," Adel mencoba menghibur hatinya yang ternyata sakit saat mendengar kenyataan tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Adel tampak mondar-mandir di dalam kamar. Jantungnya yang sejak tadi berdetak dengan cepat belum juga stabil.
Ia tak menyangka akan bertemu kembali dengan pria yang menjadi cinta pertamanya tersebut dalam situasi seperti ini.
"Ya ampun, dunia sempit sekali sih. Jauh-jauh ke sini karena mau menghindari dia eh sia-sia, gagal total!" gumamnya.
Adel duduk di tepi ranjang, "Kalau dia tinggal di sini, terus dimana istri sama anaknya? Apa... Mereka tinggal di sini juga? Atau... Di Jakarta dan dia di sini cuma karena pekerjaan aja? Iya kan? Buktinya cuma nyewa rumah aja, kalau sama anak istri harusnya di kasih rumah yang layak dong, nggak ngontrak?" Adel terus berpikir. Ia sempat ingin menyerah dan pergi saja rasanya tidak akan kuat jika harus ketemu terus dengan pria yang sampai saat ini masih menempati ruang di hatinya tersebut.
Tapi, ia ingat tujuannya ke kota tersebut, selain untuk menghindari Varel. Namun juga untuk memulai usaha. Ya, Adelia akan membuka butik di sana. Segala sesuatunya sudah ia persiapakan sejak masih berada di luar negeri. Memiliki usaha sendiri adalah cita-citanya sejak dulu. Tak heran jika saat kuliah Adel memanfaatkan otaknya yang pintar dengan mengambil dua jurusan sekaligus di dua kampus yang berbeda yaitu jurusan bisnis dan fashion designer.
Setelah tamat kuliah, Adel bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang mode selama dua tahun. Dan sekarang ia akan membangun sebuah butik dari hasil tabungannya selama bekerja.
"Aku harus hemat sekarang, nggak bisa keluar uang lebih banyak lagi buat sewa rumah lainnya yang mungkin lebih mahal harganya," gumam Adel mengingat kebutuhannya setelah ini akan lebih banyak untuk modal usahanya nanti.
Sebenarnya ia bisa saja minta kepada kakak iparnya yang kaya raya, tapi Adel tak mau melakukannya. Sudah terlalu banyak yang Bara lakukan untuknya, sudah waktunya ia mandiri.
"Ah nggak bisa! Kalau harus keluar dari sini, dia dong harusnya bukan aku, ngapain juga aku harus ngalah, aaarrgghh om Varel nyebelin emang, dari dulu nggak berubah!" gumamnya frustrasi.
Daripada pusing memikirkannya, Adel memilih mandi. Mungkin dengan mandi, pikirannya bisa sedikit lebih fresh.
Sementara Varel, pria itu sejak tadi hanya diam duduk di sofa ruang tamu. Sesekali ia melirik ke lantai atas. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.
Varel menghela napasnya dalam lalu berjalan menuju lantai atas. Ia berniat untuk membersihkan diri karena badannya terasa gerah. Ia membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam.
"Aaarrgghh!" teriak Adel yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk untuk menutupi tubuhnya. Rambutnya yang basah ia gulung ke atas menggunakan handuk sehingga leher jenjang dan putih miliknya terlihat sangat jelas.
Varel langsung melotot lalu tanpa sadar ia menelan salivanya melihat pemandangan indah di depannya. Belum juga hilang keterkajutannya tadi, kini di tambah lagi shock teraphinya.
"Balik badan!" teriak Adelia dengan mata melotot. Tangannya ia silangkan di dada.
Varel langsung memutar badannya membelakangi Adel.
"Om ngapain ke sini? Mau mesum ya?" tuduh Adel.
"Eh sembarangan kalau ngomong. Ini kamarku, kamu yang ngapain di sini?" sahut Varel dengan tetap membelakangi Adel. Jantungnya berdebar kencang. Kalau saja Adel melihatnya menelan ludah susah payah, pastilah wanita itu akan semakin murka.
Adel mencebik, ia merutuki kebodohannya yang tak mengunci pintu kamar tadi.
"Om keluar dulu, aku mau pakai baju!" usir Adel.
"Aku mau mandi, gerah!" Tak mengindahkan permintaan Adel, Varel langsung berjalan miring, melewati Adelia tanpa berani menoleh.
"Eh mandinya kan bisa di kamar lain!" teriak Adel namun terlambat, Varel sudah melesat masuk ke dalam kamar mandi.
"Ck, dasar mas um!" Adel meneriaki Varel yang baru saja menutup pintu kamar mandi.
Sekitar lima belas menit kemudian, Varel keluar dengan hanya melilitkan handuk di pinggangnya karena ia pikir Adel sudah selesai dengan urusan ganti bajunya dan sekarang wanita itu berada di luar kamar.
Namun, ternyata wanita itu masih belum memakai bajunya, wanita itu terlihat sibuk dengan kopernya sambil menggerutu tak jelas.
"Ngapain kamu?" tanya Varel sambil berkacak pinggang.
Adel menoleh, ia menelan salivanya spontan saat melihat Varel bertelanjang dada dengan rambut setengah basah.
"Stop! Jangan mendekat!" teriaknya membuat langkah kaki Varel langsung terhenti.
Adel kembali fokus kepada kopernya, tangannya terus mengotak-atik koper tersebut, "Duh, gimana ini. Kok susah banget bukanya, perasaan udah benar kodenya. Kok tetap nggak bisa di buka sih," gumamnya.
Varel hanya melihatnya sambil bersedekap," Butuh bantuan?" tanyanya tanpa ekspresi.
"Nggak!" Jawab Adel cepat.
Varel yang melihat Adel terus menggerutu karena kopernya tak kunjung terbuka, akhirnya mendekat berniat membantu.
Tesss!
Setetes air jatuh ke tangan Adel yang sedang mengutak-atik koper. Ia menoleh dan memdapati Varel sudah berdiri di sampingnya.
Adel langsung bereaksi, ia langsung berdiri, "Mau ngapain?" ucapnya sambil berdiri dan berjalan mundur. Namun sayang, ia kehilngan keseimbangan karena kakinya kepentok ranjang. Tak ingin jatuh, Adel meraih apapun yang bis ia raih untuk pegangan, dan ternyata yang ia tarik adalah handuk yang melilit pinggang Varel.
BRUK!!!
Adel tetap terjatuh di atas ranjang dan...
"Arrrgggghhh," teriak mereka bersamaan. Varel langsung menutup aset masa depannya dengan menggunakan kedua tangannya, sementara Adel menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Napas keduanya memburu seperti habis lari maraton.
"Dasar, me sum! Keluar cepat! Keluar!" teriak Adel histeris.
"Kau yang me sum! Kenapa menarik handukku?" Varel tetap tak mau di salahkan.
"Keluar!" teriak Adel tanpa membuka wajahnya.
Varel berdecak, ia mengambil handuknya dan kembali melilitkannya di pinggang. Tetap berusaha terlihat santai, padahal hatinya tak karuan.
Duk!
Saat Varel melangkah hendak pergi, kakinya justru kesandung kaki Adel yang menjuntai ke lantai. Tak ingin jatuh tersungkur ke lantai, Varel memilih menjatuhkan diri di ranjang yang empuk, pikirnya cepat.
Namun, Bukan kasur yang ia timpa, melainkan tubuh Adelia.
Adel membuka wajahnya, karena merasa berat dan tetap saat itu juga ia melihat wajah Varel yang sedang berada di atasnya. Sesaat ia terpaku pada wajah yang ia rindukan di depannya, pun dengan Varel yang kini menatapnya lekat. Terutama pada bibir merah Ade. Masih teringat jelas di kepalanya bagaimana rasa bibir wanita tersebut.
Melihat jakun Varel yang naik turun karena menelan salivanya, Adel langsung memukul dada pria tersebut.
"Aaaarrgghhh! Dasar, me sum!" teriak Adel.
Duk,
"Awww!"
Varel meringis sambil memegangi tongkatnya yang baru saja di tendang oleh Adelia.
"Jahat! Ini aset masa depan gue!" teriak Varel di sela-sela rasa linunya.