Jodoh Yang Tertunda
Adelia mengembuskan napasnya lega setelah kakinya berhasil menginjak Bandara internasional. Setelah enam tahun lamanya ia kuliah dan bekerja di New York , kini wanita cantik itu kembali ke tanah air.
Adel celingak-celinguk melihat sekitar, tak ada yang datang menjemputnya. Ia lalu tersenyum tipis, terang saja tidak ada yang menjemput, pasalnya wanita yang kini berusia dua puluh lima tahun itu kini berada di Bandara Internasional yang ada di pulau B, bukan Jakarta.
Drttt drrttt drrttt
Setelah Adel menonaktifkan mode pesawat ponselnya. Serentetan pesan dari sang kakak memenuhi ponselnya. Adel hanya tersenyum membacanya. Saat ia hendak membalas pesan sang kakak, justru Syafira meneleponnya.
"Assalamualaikum, dek. Kamu udah sampai Bandara apa belum? Kakak lagi di jalan buat jemput kamu," ucap Syafira dari seberang telepon.
"Emmm, itu kak..." Adel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil meringis.
"Itu apa? Pesawatnya delay? Atau kenapa? Kamu jadi pulang kan, dek?"
"Jadi kok kak, ini baru saja turun dari pesawat malahan," Jawab Adel.
"Oh syukurlah, kakak kira kamu nggak jadi pulang lagi. Ya udah, tunggu sebentar kakak sama mas Bara sebentar lagi sampai," ucap Syafira yang sudah senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan adik kesayangannya.
Mendengarnya, Adel justru hanya bisa tersenyum getir," Emmm. Kakak putar balik aja, nggak usah ke Bandara," ucap Adel.
" Loh kenapa? Tinggal beberapa menit lagi sampai kok, sabar tunggu kakak," balas Syafira.
"Masalahnya aku nggak pulang ke rumah, kak," ucap Adel setengah bergumam.
"Maksudnya? Kakak nggak Ngerti!"
"Aku sekarang lagi di kota B," ucap Adel cepat. Ia langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya karena di seberang sana Syafira sudah meneriakkan namanya dan bersiap untuk mengomel.
"Udah dulu ya kak, taksi aku udah datang. Nanti aku telepon lagi, assalamualaikum!" Adel langsung menutup teleponnya sebelun sang kakak mengamuk.
Adel terus melihat ke kasur jendela, menikmati setiap pemandangan yang di lalui taksi yang ia tumpangi. Taksi itu melaju menuju ke sebuah alamat rumah yang sudah Adel sewa sebelumnya melalui online.
Ponsel di tangan Adel terus bergetar tanpa jeda. Syafira, kakaknya terus menelepon.
"Maaf kak, tapi aku masih belum bisa move on dari dia. Kalau aku pulang ke rumah, aku nggak siap lihat dia bersama anak istrinya," Gumam Adel. Ia hnya membiarkan ponselnya terus bergetar hingga berhenti sendiri.
Ya, Adel memilih ke kota B karena untuk menghindari seseorang dimasa lalunya yang ia pikir kini sudah memiliki istri bahkan anak. Selama di Luar negeri, ia memang sama sekali tak pernah mendengar kabar apapun dari pria yang pernah hadir di masa lalunya tersebut.
Butuh waktu sekitar satu jam dari Bandara Internasional Kota B untuk sampai di rumah yang akan Adel tempati.
"Sudah sampai non," ucap sopir taksi.
Adel turun dari taksi, sementara sang sopir taksi menurunkan kopernya dari bagasi.
Adel membuka kaca mata hitamnya lalu tersenyum melihat rumah yang sejak dulu memang menjadi rumah impiannya tersebut kini ada di depan matanya.
Adel mengeluarkan kunci yang tadi sudah ia ambil dari istri pemilik rumah tersebut.
Dengan perasaan senang, Adel berjalan menyeret kopernya masuk ke dalam rumah, "Akhirnya aku bisa juga tinggal di rumah ini, dulu hanya bisa lihat di Internet aja," gumamnya tersenyum.
"Hem, sepertinya penyewa rumah ini sebelumnya orangnya bersih dan rapi," Adel mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang tertata begitu rapi dan bersih.
"Kamarnya pasti diatas," Adel kembali menyeret kopernya, susah payah ia mengangkat koper tersebut menaiki anak tangga hingga ke lantai dua. Matanya langsung tertuju ke sebuh pintu, "Pasti itu kamar utamanya," dengan tidak sabar ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur, Adel berjalan cepat masuk ke dalamruangan yang benar ternyata adalah kamar tersebut.
Adel langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, "Ah nikmatnya," gumamnya. Duduk di pesawat cukup lama membuat tubuhnya benar-benar capek dan lelah. Hingga tak butuh waktu lama Adel sudah tertidur pulas.
🌻🌻🌻
Sementara itu di tempat lain....
Varel baru saja kembali ke kantor setelah menemui klien. Sejak pagi, ia harus menemui beberapa klien penting di luar kantor. Ia mengambil sebuah photo dari laci. Menatap photo tersebut tanpa ekspresi. Hal yang selalu ia lakukan ketika ia merasa lelah.
"Aku kangen," ucapnya dalam hati. Ia kembali memasukkan photo tersebut ke dalam laci setelah puas memandangnya.
"Kusut amat itu muka. Kayak uang serebu nyempil di dompet tahunan. Makanya buruan kawin, biar ada bini yang urus. Kan enak pulang ngntor gini capek ada yang mijitin. Nunggu apa lagi sih? Semua udah siap, tinggal nunggu lo aja nyiapin diri," ucap Rasel yang baru saja masuk ke dalam ruangan General Manager tersebut.
"Berisik lo, kayak lo udah kawin aja," timpal Varel.
"Jiah, nikah dulu bro, baru kawin, gimana sih?"
"Si al lo emang, yang ngomong kawin duluan siapa tadi?" Varel melempar bolpoin ke arah Rasel yang mana membuat Rasel terkekeh.
Varel beranjak dari duduknya.
"Mau kemana lo?" tanya Rasel.
"Pulang, capek gue!" sahut Varel.
"Dih enak bener. Belum jam pulang udah pulang duluan," cibir Rasel.
Varel menghentikan langkahnya lalu menoleh kepada sahabatnya tersebut, "Lo lupa siapa gue?"
"Ya ya, pak GM yang terhormat, bos mah bebas mau apa aja," ucap Rasel memutar bola matanya malas. Ya, hanya dia karyawan yang berani dengan bosnya sendiri karena dia adalah sahabat Varel. Lelaki yang tahu seluk beluk, luar dalam pria yang berprofesi sebagai General Manager (jabatan tertinggi) di sebuah hotel bintang lima di kota B tersebut.
Terhitung sudah empat tahun lamanya Varel memilih menetap di kota B dan mengurus Hotel dan resort yang dipercayakan oleh kakak iparnya, Bara.
Entah alasan apa yang mendasari keputusannya untuk tinggal jauh dari keluarganya tersebut. Yang jelas, Varel hanya ingin menyingkir dari segala sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya Dimana, ia harus kalah oleh ego seorang wanita yang begitu ia cintai. Wanita yang berhasil membuatnya terpuruk untuk beberapa saat lamanya.
"Yang penting gue berhasil buat hotel ini jadi hotel nomor wahid. So, gue mau menikmati hasil kerja keras gue dengan tidur sepuasnya setelah ini," ucap Varel.
" Ck, menikmati hasil kerja keras dengan tidur? Are you kidding me? Healing bro, liburan sono ke luar negeri, bukannya ke alam mimpi!" ucap Rasel tergelak.
Varel tak menyahut, ia sedang malas meladeni candaan temannya tersebut. Ia memilih berjalan keluar meninggalkan Rasel.
Gue boleh ikutan pulang awal nggak? Jam pulang tinggal dua jam lagi," Rasel segera menyusul Varel keluar.
"Enak aja, kerja!" Varel melenggang pergi sambil melambaikan tangannya kepada Rasel tanpa menoleh.
Sampai di rumah, Varel mengernyit karena pintu rumahnya tidak terkunci, "Kok nggak kekunci, apa tadi pagi aku lupa ngunci ya?" batinnya heran.
Tak mau ambil pusing, Varel membuka pintu dan melenggang masuk. Ia langsung menuju ke dapur untuk minum. Setelah itu ia menuju kamarnya di lantai dua.
Sampai di kamar, ia melepas kemeja dan juga celananya. Menyisakan boxer yang melekat menutupi bagian bawah tubuhnya. Ia langsung mengempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang.
Varel meraba tempat di sampingnya lalu ia tersenyum tipis saat menyentuh sesuatu yang tertutup selimut di sampingnya, ia pikir itu adalah bantal guling kesayangannya. Ia memeluknya dan menaikkan satu kakinya di atas bantal guling tersebut, "Hangat," gumamnya tersenyum. Tak butuh waktu lama, Varel langsung terlelap.
Tbc...
🌻🌻🌻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
🍁 ¢ᖱ'D⃤ ̐Nuyy ☕🏠ર⃠❣️
lah ini gimana konsepnya,penyewa apa itu rumah di jual yaa
2024-10-23
0
Novano Asih
Lha ingin menghindari malah jd satu rumah 😀😀
2024-09-04
0
Uthie
seru niii kayanya 😁
2024-06-29
1