Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seleranya Sama Bule?
Dinda merasa sudah sangat lega karena baru saja buang air di toilet. Ia melangkahkan kaki keluar dari toilet di ruang tunggu bandara itu namun alangkah terkejutnya ia mendapati seseorang yang mencekal lengannya saat hendak berjalan.
"Dinda."
Suara itu sungguh sangat familiar di telinga Dinda dan mau tak mau ia pun menoleh ke arah sumber suara dan di sana ia bisa mendapati dengan jelas sosok yang tengah mencengkram lengannya ini. Ekspresi Dinda sontak berubah menjadi dingin dan tidak ramah, bahkan Dinda langsung melepaskan tangan pria itu.
"Sungguh tidak disangka kita bisa bertemu di sini."
"Maaf tapi aku buru-buru."
Dinda jelas berusaha sekali untuk menghindari pria ini namun entah kenapa pria ini sepertinya malah ingin sekali menahan Dinda berlama-lama dengannya.
"Apakah kamu tidak rindu padaku?"
Dinda reflek melepaskan cekalan tangannya dengan menatap geram pada sosok yang berasal dari masa lalunya.
"Untuk apa aku merindukan pria yang sudah menjadi milik orang?! Aku bukan pelakor!" seru Dinda yang membuat beberapa orang menoleh ke arahnya akibat intonasi bicaranya yang tinggi.
Dinda langsung berlari meninggalkan pria itu dan gegas kembali menuju tempat duduknya yang ada di ruang tunggu terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta itu dengan napas yang memburu.
"Mbak Dinda kenapa? Ini tadi pihak maskapai bagiin snack sama biskuit sebagai kompensasi atas delayed."
"Buat kamu aja, saya lagi gak mood."
Dinda menatap ke luar jendela yang mana menampakan deretan burung besi yang terparkir rapih menunggu waktu keberangkatan tiba. Akhirnya setelah lelah menunggu, Dinda bisa bernapas lega karena panggilan boarding pun terdengar dan penumpang sudah berbaris rapih untuk melakukan scan barcode boarding pass mereka pada petugas di pintu sebelum masuk ke pesawat. Dinda tiba juga di kursinya dan ia tak mau membicarakan apa pun hingga pesawat mulai mengudara dan ia kembali teringat pertemuannya dengan sosok dari masa lalunya yang tak pernah ia sangka sebelumnya.
*****
Pesawat baru saja mendarat di Bandara Raji Haji Fisabilillah, Tanjungpinang dan semua penumpang turun dari pesawat untuk mengambil bagasi mereka. Ini merupakan kali pertama bagi Dinda menginjakan kaki di pulau Bintan, gerimis menyambut Dinda ketika pertama kali tiba di bandara ini. Saat ini untungnya Dinda tak membawa koper pun dengan asistennya yang ditugaskan ikut dengannya dalam pembicaraan bisnis mewakili perusahaan.
"Bu Dinda?"
"Iya saya Dinda."
"Mari silakan."
Seorang pria berusia sekitar 40 tahunan yang merupakan sopir jemputan kantor yang ditugaskan menjemput Dinda dan asistennya menyapa di pintu keluar dan kini mereka langsung menuju lokasi pertemuan.
"Maaf ya Pak pesawatnya delayed."
"Nggak apa Bu. Saya sudah diinformasikan kok tadi kalau pesawatnya delayed dari Jakarta jadi bisa ngepasin buat tiba di sini."
Dinda dan sopir itu terlibat dalam beberapa obrolan dan asistennya pun juga ikut dalam pembicaraan hingga tak terasa mereka tiba di sebuah hotel yang menjadi tempat di mana pertemuan akan dilangsungkan.
"Silakan, Bu."
"Terima kasih. Tapi mereka nggak akan marah kan?"
"Saya kurang tahu, Bu. Saya cuma ditugaskan untuk menjemput Bu Dinda saja."
Dinda menghela napasnya panjang, ia kemudian berterima kasih pada sopir sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam hotel mewah tersebut.
"Saya Dinda Anggraeni," ujar Dinda memperlihatkan tanda pengenalnya pada staff hotel dan membuat staff hotel itu mengantarkan Dinda ke ruang pertemuan.
****
Dinda dengan lugas mempresentasikan dengan baik proposal kerja sama perusahaannya dengan perusahaan asal Singapura ini. Dunn Miracle Company Group adalah perusahaan multi bidang yang sudah lama beroperasi di Singapura walau awalnya bermarkas di London namun sejak beberapa waktu belakangan mereka mengubah strategi untuk lebih menjangkau pasar asia tenggara yang menguntungkan.
"Saya sangat terkesan dengan presentasi Bu Dinda, saya selaku wakil dari Dunn Miracle Company sudah mendapatkan jawaban dari Komisaris Utama kami barusan bahwa perusahaan kami setuju bekerja sama dengan PT Majasari Comestic untuk menjadi mitra lokal kami di bidang kecantikan."
Dinda sangat puas dan senang sekali karena tak sia-sia ia datang dari Jakarta ke sini untuk memaparkan kerja sama yang akan saling menguntungkan kedua belah pihak. Dinda selaku Manager Research and Development memang yang paling gigih untuk bisa menarik Dunn Miracle Company untuk bekerja sama dengan perusahaan tempat ia bekerja dan sekarang tujuannya bisa tercapai.
"Semoga ke depannya kerja sama ini akan awet."
"Terima kasih atas kepercayaan perusahaan anda pada kami. Kami janji akan bekerja keras membuktikan diri bahwa perusahaan kami layak menjadi mitra lokal Dunn Miracle Company."
Setelah acara penandatanganan kerja sama kedua belah pihak maka kini acara selanjutnya adalah makan siang bersama.
****
Baru saja Dinda tiba di kamar hotelnya ia langsung mendapatkan telepon dari Presiden Direktur Majasari Cosmetic yaitu Tanu Wardhana. Dinda tentu saja meras sangat terhormat mendapatkan telepon dari orang nomor satu di perusahaan.
"Terima kasih banyak, Pak."
"Sebagai hadiah karena kamu berhasil meyakinkan mereka bekerja sama dengan perusahaan kita maka saya akan memberikan kamu dan asisten kamu hadiah liburan gratis selama 3 hari di sana."
Dinda tercengang dengan apa yang dikatakan oleh pak Tanu barusan.
"Dinda, apakah kamu masih di sana?"
"Iya Pak, saya masih di sini. Bapak serius? Bukannya besok pagi kami harus kembali ke Jakarta?"
"Sudah saya bilang, nikmati saja waktu liburan kalian di sana."
"Baiklah Pak, saya sangat berterima kasih atas hal ini."
Pak Tanu memutuskan sambungan telepon setelahnya dan Dinda berteriak kegirangan karena ia bisa menikmati liburan di pulau ini. Dinda segera mengabari Ghea, sang asisten mengenai hal ini dan Ghea langsung saja menggedor pintu kamar Dinda setelah Dinda mengirim pesan pada asistennya barusan.
"Mbak serius?"
"Iyalah, buat apa saya gak serius. Ini barusan pak Tanu yang bilang secara langsung."
Ghea nampak bahagia sekali karena kapan lagi liburan gratis dadakan dari kantor. Maka kemudian keduanya pun mulai memikirkan akan pergi ke mana mereka selama 3 hari ke depan.
****
Pagi ini Dinda sudah bangun untuk sarapan ke restoran hotel yang ada di lantai 1, hotel ini memang bukanlah hotel mewah seperti tempat pertemuan kemarin namun setidaknya hotel ini layak untuk menjadi tempat istirahat. Dinda tiba juga di lantai 1 dan menuju restoran, Ghea masih tidur sepertinya karena sejak tadi Dinda menelpon Ghea tidak menjawabnya.
"Biarin ajalah, nanti juga dia bisa sendiri ke sini."
Dinda langsung mengambil piring dan beberapa roti serta buah sebagai menu sarapannya, ia tak terbiasa makan nasi untuk sarapan. Setelah mengambil sarapannya, ia duduk di salah satu spot yang agak tersembunyi di restoran itu seraya menikmati sarapannya hingga saat ia melemparkan pandangan ke arah luar jendela restoran, ada seorang pria asing yang tengah berenang seorang diri di kolam renang hotel. Dinda terlalu fokus menatap pria itu hingga tak menyadari kehadiran Ghea yang sudah berada di sebelahnya ikut menatap ke arah di mana fokus Dinda saat ini.
"Mbak Dinda ternyata seleranya bule, ya?"
"AAAA!"