Demi menghindari kejaran para musuhnya, Azkara nekat bersembunyi di sebuah rumah salah-satu warga. Tanpa terduga hal itu justru membuatnya berakhir sebagai pengantin setelah dituduh berzina dengan seorang wanita yang bahkan tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Shanum Qoruta Ayun, gadis malang itu seketika dianggap hina lantaran seorang pemuda asing masuk ke dalam kamarnya dalam keadaan bersimbah darah. Tidak peduli sekuat apapun Shanum membela diri, orang-orang di sana tidak ada satu pun yang mempercayainya.
Mungkinkah pernikahan itu berakhir Samawa sebagaimana doa Shanum yang melangit sejak lama? Atau justru menjadi malapetaka sebagaimana keyakinan Azkara yang sudah terlalu sering patah dan lelah dengan takdirnya?
•••••
"Pergilah, jangan buang-buang waktumu untuk laki-laki pendosa sepertiku, Shanum." - Azka Wilantara
___--
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - Dia Yang Tak Sama
Terkejut, itulah kata yang tepat untuk menjelaskan perasaan Azkara begitu mendengar pertanyaan istrinya. Secara tiba-tiba, Shanum mempertanyakan sayang atau tidaknya.
Hal itu jelas saja tidak bisa Azkara jawab dengan segera, dia yang terkejut agaknya perlu waktu untuk berpikir beberapa saat sebelum kemudian menjawabnya. "Tidak ya?" tanya Shanum lagi.
Sungguh, sama sekali Azkara tidak menyangka jika wanita lemah lembut dan begitu polos yang dia nikahi belum lama ini berani mempertanyakan hal sedalam itu. Padahal, sejauh pengetahuan Azkara, yang namanya wanita agaknya tidak akan secepat itu membahas perasaan.
"Kalau tid_"
"Ya sayanglah," jawab Azka begitu cepat demi memotong permbicaraan Shanum.
Tak pernah dia sampai segugup ini, padahal dulu Azkara bisa mengobral kata sayang bahkan pada wanita yang mungkin sama sekali tidak menatapnya. Akan tetapi, begitu di hadapan sang istri, Azkara sekaku itu padahal pertanyaanya juga masih sederhana.
Masih tentang sayang, belum membahas cinta. Anehnya Azkara seolah pria yang tidak pernah mengenal cinta dan Shanum wanita pertama saking gugupnya.
"Kamu istriku, mustahil tidak sayang, Shanum," ulang Azkara sekali lagi dan kali ini tampak sedikit lebih tenang.
"Benar begitu?"
"Tentu saja, bukankah menyayangi pasangan yang dinikahi adalah sebuah kewajiban?" tanya Azkara yang kemudian Shanum angguki.
"Iya benar, kewajiban."
Setelah sempat bertanya apa mereka memiliki kesamaan, kini Shanum menemukannya. Sebagaimana prinsip Shanum, menyayangi pasangan dalam ikatan halal adalah sebuah kewajiban karena bernilai pahala di sana.
"Makasih ya, Mas," ucap Shanum lagi-lagi membuat Azkara bingung apa yang sebenarnya terjadi pada sang istri.
"Makasih? Makasih buat apa?"
"Makasih sudah sayang," jawabnya seketika membuat hati Azkara terhenyak.
Hanya untuk sebuah kata sayang, Shanum mengucapkan terima kasih. Bukankah ini terlalu aneh? Azkara terbiasa mengejar wanita dan mengungkapkan jika sayang sampai mulutnya berbusa, akan tetapi di antara mereka tidak ada yang sampai berterima kasih.
Setelah dulu Nadin, beberapa kali Azkara mengajaknya ke jenjang serius saking sayangnya, tapi didengar saja mungkin tidak. Tak hanya itu, beberapa mantannya yang lain, dan terakhir Megumi juga sama.
Diperlakukan bak ratu, dituruti kemauannya dan Azkara mengungkapkan perasaan sayang tidak hanya dengan kata, tapi tindakan dan tidak sampai segitunya.
"Ada-ada saja sampai bilang makasih, kamu kenapa? Hem? Masih tinggi demamnya atau gimana?"
Tak hanya sekadar berucap, Azkara sampai mengikis jarak dan memastikan suhu tubuh sang istri. Demamnya sudah agak mereda, rasanya tidak mungkin jika sedang berhalusinasi, apa yang Shanum ucapkan murni dalam keadaan sadar.
"Mendingan, tapi kenapa? Semalem tidak kebentur, 'kan? Atau goncangan yang kuciptakan terlalu hebat sampai otaknya agak bergeser?"
Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Azkara, sungguh dia bingung istrinya kenapa. Kendati demikian, tidak mungkin hal semacam ini dia permasalahkan lebih dalam lagi.
Bukankah selama ini dia menginginkannya? Wanita yang tidak banyak ulah dan sangat bersyukur akan hal-hal kecil yang terjadi padanya.
Dan, hal itu justru berhasil membuat dada Azkara berdebar tak karu-karuan. Ada sesuatu yang aneh dengan dirinya, seolah tak ingin jauh, Azkara terus menempelkan hidung bangirnya tepat di pipi Shanum.
Andai diperbolehkan, mungkin dia akan ikut naik ke atas tempat pembaringan dan mendekap tubuh istrinya beberapa lama.
"Ehem-ehem!!"
Lama sekali Azkara menikmati posisinya, sampai-sampai dia tidak sadar jika kini dua orang yang sempat mengatakan ingin meninggalkannya sendirian ikut masuk ke ruang rawat sang istri.
Dan setelah tersadar, apa Azkara malu dan berpikir untuk menjauhkan wajahnya? Tentu saja tidak, dia hanya menatap sekilas sebelum kemudian kembali melanjutkan kegiatannya.
"Usel terus, istrinya mau tidur tenang saja tidak bisa ... kamu tidak bisa ya jangan bertingkah sehari saja?"
Tanpa jawaban, Azkara pura-pura tuli dan tidak peduli dengan ucapan sang mama. "Azkara dengar tid_"
"Jangan teriak-teriak, Mama, istriku sakit," ungkap Azkara baru bersedia menjauhkan wajahnya.
Dia beralih menatap Mama Mikhayla dan Papa Evan yang masuk bersamaan. Jika dilihat dari perangai dan caranya bicara, sang mama tidak semarah itu lagi. Mungkin karena keadaan Shanum sudah lebih baik, bisa tersenyum walau memang masih terlihat jelas dia sakit.
"Gimana perasaannya?" tanya Mama Mikhayla mendekati menantunya.
"Bahagia, Ma," jawab Shanum seketika membuat Azkara mengullum senyum.
Terlebih lagi, tatkala Mama Mikhayla menghadap ke arahnya lantaran jawaban sang menantu tidak sejalan dengan pertanyaannya. "Mama kenapa? Kaget?" tanya Azkara bersedekap dada seolah menegaskan jika tuduhan sang mama yang mengira jika Shanum disiksa dan mengalami pele-cehan sek-sual adalah salah.
"Ti-tidak, syukurlah kalau Shanum bahagia ... Mama jadi tenang, sehat-sehat ya, lebaran bentar lagi masa kamu di rumah sakit," ungkap Mama Mikhayla seraya mengusap pelan punggungnya.
"Insya Allah, Ma," balas Shanum dengan suara lembut dan memang sesopan itu.
"Mama pulang ya, hari ini Azka yang jagain ... minta apapun sama dia, kalau sampai dia tidak mau, bilang sama Mama." Shanum mengangguk beberapa kali.
Bagaimana bisa dia tidak jatuh hati pada keluarga ini? Sekian lama kesepian dan mengharap sisa-sisa kasih sayang abinya sampai rela dianggap upik abu, begitu tiba di sini semua yang dia temui begitu menyayanginya.
.
.
"Aaaaa."
"Aku masih bisa sendiri, Mas 'kan puas_"
"Aku saja, jangan bantah ... buka mulutnya," titah Azkara sekali lagi lantaran Shanum menolak disuapi.
Sebagai pria yang dididik untuk bertanggung jawab, jelas Azkara tidak akan lari. Setelah membuat Shanum sampai dirawat, maka dia akan turun tangan sendiri.
Shanum menurut, dalam beberapa situasi terlihat jelas bahwa Azkara adalah seseorang yang dominan dan tidak suka dibantah. Caranya bicara memang lembut, tapi hati pria itu keras sebenarnya.
Pelan-pelan, Shanum makan pagi ini. Karena keadaannya kemungkinan besar Shanum tidak bisa berpuasa untuk beberapa hari.
Azkara tersenyum tipis melihat cara istrinya makan. Setelah sempat dia tegaskan jangan membantah, Shanum sepatuh itu bahkan tidak ada satu suap pun yang dia tolak.
Entah karena memang lapar atau hanya karena tahu dia tidak suka dibantah, tapi jelasnya Azkara benar-benar suka dengan kepribadian Shanum yang penurut ini.
"Minumnya, pelan-pelan." Selembut itu Azkara merawatnya, sejak awal hingga selesai dan berakhir membersihkan bibir sang istri juga Azka lakukan.
Bukan karena takut akan ancaman mamanya, secara sadar Azkara melakukannya sebagai bentuk pertanggung jawaban sekaligus bukti, jika memang sayang.
Usai menyuapi sang istri, secara kebetulan ponselnya berdering. Pria itu merogoh ponselnya karena yakin panggilan tersebut cukup penting mengingat belum banyak yang tahu nomor terbarunya.
"Rega?"
Sesuai dugaan, pagi ini Azkara mendapat panggilan telepon dari Rega, teman sekaligus orang kepercayaan yang Azkara minta untuk mencari kejelasan terkait kekasihnya sejak tiga bulan lalu.
"Hallo, Ka."
"Ada apa?" tanya Azkara langsung pada intinya. Sembari bicara pada Rega, dia mengusap-usap punggung tangan istrinya yang tengah diinfus itu.
"Maaf terlalu lama, ini soal kekasihmu ... Megumi."
Deg
Azkara terdiam, usapan tangannya terhenti dan pria itu mengangkat wajahnya untuk menatap wajah ayu sang istri.
"Ehm, katakan, aku ingin dengar," ucap Azkara beranjak berdiri dan berlalu menjauh yang membuat Shanum mengerutkan dahi. "Curang, padahal kemarin pas aku video call Abi muka dia semua isinya, giliran dia pakai mojok segala."
.
.
- To Be Continued -
kanebo kering manaaaa
gak boleh num-num