Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26 Ternyata Menunggu.
Anindya dan Kavindra yang akhirnya makan bersama ternyata mereka makan bukan di Restaurant mahal, Anindya menginginkan makan di pinggir jalan dan mereka berdua yang makan di dalam mobil.
"Apa tuan tidak keberatan makan di tempat seperti ini?" tanya Anindya.
"Bukankah kita sekarang sudah menikmati makanannya. Jadi jika aku keberatan. Kita tidak akan makan," jawab Kavindra.
"Terima kasih tuan, sudah ingin makan di tempat seperti ini," ucap Anindya yang merasa begitu senang.
"Kamu sangat nyaman dengan pekerjaan kamu yang baru?" tanya Kavindra yang membuat Anindya menganggukkan kepala.
"Saya benar-benar sangat nyaman. Terima kasih tuan sudah mengizinkan saya untuk bekerja," ucap Anindya.
Kavindra menganggukkan kepala dan melihat ke arah bibir Anindya yang terdapat bekas makanan di ujung bibirnya dan hal itu membuat Kavindra mengambil bekas makanan itu dengan jarinya. Hal itu membuat Anindya terdiam.
"Kamu makan seperti anak kecil yang sangat berantakan," ucap Kavindra dengan lembut membuat Anindya tampak gugup mendapatkan tatapan seperti itu.
"Maaf, tuan," sahut Anindya dengan tersenyum tipis.
"Makanlah kembali," ucap Kavindra membuat Anindya menganggukkan kepala dan dia tiba-tiba tersipu malu-malu.
"Setelah ini kamu mau ke mana lagi?" tanya Kavindra.
"Tidak tuan, saya tidak ingin kemana-mana dan tuan juga pasti lelah. Jadi saya tidak ingin merepotkan tuan," jawab Anindya.
"Baiklah! Kalau begitu kita langsung pulang saja," sahut Kavindra yang membuat Anindya menganggukan kepala.
***
Anindya yang berada di dalam kamar yang baru saja selesai mandi. Anindya yang memakai pakaian tidur seperti biasa dan berdiri di depan cermin. Entah mengapa wajahnya berseri-seri dengan wajah yang sedikit memerah.
Anindya yang tiba-tiba saja menyemprotkan parfum pada tubuhnya. Anindya melihat ke arah jarum jam yang seperti ada yang dia tunggu. Dia terlihat semangat dan sedikit gelisah yang terus-menerus melihat kerah jam dan juga melihat ke arah pintu, Anindya yang mungkin mengharapkan Kavindra masuk ke dalam kamarnya.
"Apa tuan Kavindra sedang banyak pekerjaan?" tanyanya penasaran yang tampak bosan menunggu. Anindya juga tidak mengerti kenapa dia menunggu Kavindra yang mengharapkan Kavindra masuk kedalam kamarnya dan menggodanya.
Tok-tok-tok-tok.
"Masuk," ucapnya dengan cepat.
Sudah pasti yang muncul di depan pintu itu bukanlah orang yang dia tunggu karena Kavindra tidak akan mengetuk pintu jika memasuki kamar sang istri dan siapa lagi jika bukan Bibi.
"Nona, saya membawakan pakaian yang sudah dicuci," ucap Bibi.
"Letakkan saja," ucap Anindya yang membuat Bibi menganggukkan kepala.
"Apa tuan Kavindra sedang bekerja?" tanya Anindya penasaran.
"Beliau dari tadi masih berada di ruang kerjanya yang kemungkinan memang beliau memiliki banyak pekerjaan," jawab Bibi.
"Jadi begitu," ucapnya dengan ekspresi wajah tampak kecewa.
"Apa Nona membutuhkan sesuatu?" tanya Bibi.
"Tidak ada. Kamu kembalilah bekerja. Saya mau istirahat saja," jawab Anindya.
"Baik, Nona," sahut Bibi dengan menganggukkan kepala dan langsung pergi dari hadapan Anindya.
"Belakangan ini sepertinya pekerjaannya sangat banyak dan bahkan sampai sudah selarut ini masih bekerja," ucapnya.
Tatapan matanya terlihat begitu kecewa yang sangat mengharapkan Kavindra datang ke kamarnya dan apalagi Kavindra baru pulang dari Luar Negeri dan biasanya ada saja yang dia lakukan menggoda sang istri, tetapi ternyata waktu mereka berdua tidak banyak yang tadi Kavindra hanya menjemput Anindya dan makan bersama dan setelah itu Kavindra mengantarkan Anindya kembali pulang dan Kavindra yang ternyata melanjutkan pekerjaannya.
***
Kavindra yang memang berada di ruang kerjanya yang tampak frustasi duduk di depan laptop. Kavindra sesekali memijat kepalanya yang terasa semakin berat.
Tok-tok-tok-tok.
Pintu ruangannya di ketuk membuat Kavindra menoleh pada pintu yang ternyata tidak ditutup dan itu adalah istrinya yang datang membawakan secangkir kopi.
"Tuan, saya membawakan minuman, apa boleh saya masuk?" tanya Anindya.
Kavindra menganggukan kepala, tetapi tangannya tampak buru-buru melakukan sesuatu pada laptop itu dan sampai laptop tersebut mati.
Anindya tersenyum yang langsung memasuki ruangan Kavindra dengan tetap memakai pakaian tidur lengan panjang sepanjang mata kakinya dan tidak memakai jilbab dengan rambutnya yang di gerai.
"Ini tuan," ucapnya yang meletakkan secangkir kopi itu di atas meja.
"Apa pekerjaan tuan sangat banyak?" tanya Anindya
"Kenapa? Apa kamu menungguku?" tanya Kavindra dan apa yang di katakan Kavindra adalah benar yang membuat Anindya menggelengkan kepala dengan cepat.
Tetapi dari wajahnya terlihat tidak bisa bohong. Jika sejak tadi dia menunggu Kavindra.
"Saya hanya bertanya saja," jawabnya mengelak.
"Aku menyuruh pelayan untuk menyiapkan kopi dan kenapa kamu yang malah membuatnya?" tanya Kavindra.
"Memang menjadi masalah, kalau istri yang membuatkan minuman untuk suaminya?" tanya Anindya
"Aku tidak tahu Anindya, seberapa jauh kamu yang benar-benar menganggap kita suami istri. Aku sudah mengatakan sejak awal. Jangan terlalu jauh memikirkan pernikahan ini," sahut Kavindra.
"Selagi tuan, belum mengakhiri semuanya. Maka saya masih istri tuan dan lagi-lagi semua yang saya lakukan agar mendapatkan pahala. Karena pahala sangat banyak sekali di dalam pernikahan," jawab Anindya yang membuat Kavindra mengangguk-anggukkan kepala.
"Pijat aku!" titah Kavindra yang malas mendengar ceramahan istrinya.
"Hah!" Anindya yang terdengar kaget.
"Kenapa? bukankah barusan saja kamu membicarakan masalah tentang pahala dan sekarang aku menyuruh kamu untuk memijat dan kamu tampak tidak ingin melakukannya," ucap Kavindra.
"Saya tidak mengatakan apapun sama sekali. Tetapi baiklah jika tuan memang ingin di pijat," ucap Anindya yang tidak menunggu-nunggu dan langsung berdiri di belakang suaminya dengan tangannya yang mulai memijat bahu Kavindra.
Pijatan itu sangat lembut yang membuat mata Kavindra terpejam yang sangat menikmati sentuhan dari istrinya.
Anindya yang melihat ke arah laptop yang mati itu dan bahkan pekerjaan Kavindra terlihat ditutup dengan berkas-berkas yang terbalik.
"Kenapa setiap kali aku masuk ke dalam ruang kerjanya, dia selalu saja tidak menginginkan aku mengetahui apapun," batin Anindya yang memang bukan pertama kali dia memasuki ruangan itu.
"Aku tidak percaya jika kamu memiliki keahlian dalam memijat dan jangan-jangan kamu juga memiliki keahlian bermain di ranjangku," ucap Adrian.
Memang sampai detik ini mereka belum melakukan hubungan suami istri dan padahal pernikahan mereka sudah terhitung beberapa bulan dan entahlah kenapa Kavindra begitu menahan diri.
Kavindra yang tiba-tiba meraih tangan Anindya dan mencium lengan itu dengan matanya terpejam.
"Aku merindukanmu Anindya!" ucap Kavindra dengan suara serak yang membuat Anindya tersenyum.
Mungkin Kavindra mengeluarkan kata-kata itu terdengar begitu vulgar tetapi siapa yang tidak senang jika sang suami mengatakan bahwa sangat merindukannya.
Kavindra menoleh ke arah Anindya dengan tatapan mata mereka yang saling bertemu.
"Kamu sengaja masuk ke ruangan itu, karena juga merindukan ku?" tanya Kavindra.
Anindya menggelengkan kepala yang ternyata tingkat gengsinya jauh lebih tinggi.
"Tetapi kenapa aku merasa kamu sengaja masuk ruanganku, karena menungguku dan merindukanku," ucap Kavindra yang bisa membaca pikiran Anindya.
Anindya terdiam yang tidak mampu mengatakan apa-apa.
"Aku sudah selesai bekerja. Kita sebaiknya istirahat," ucap Kavindra.
"Baiklah! saya akan ke kamar saya," ucap Anindya yang ingin pergi dan Kavindra menahannya dengan memegang lengan itu yang membuat Anindya menoleh ke belakang.
"Tidurlah di kamarku," ucap Kavindra yang berbicara begitu lembut.
Anindya menganggukkan kepala dan bahkan dari wajahnya terlihat ingin tersenyum, tetapi tampak ditahan.
Bersambung....