NovelToon NovelToon
Dear, Anak Majikan

Dear, Anak Majikan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Harem / Pembantu / Office Romance / Chicklit
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

"Dengerin saya baik-baik, Ellaine! Kamu harus jauhin Antari. Dia bakal kuliah di luar negeri dan dia bakal ngikutin rencana yang saya buat. Kamu nggak boleh ngerusak itu. Ngerti?"

Gue berusaha ngontrol napas gue. "Nyonya, apa yang Ella rasain buat dia itu nyata. Ella—"

"Cukup!" Dia angkat tangannya buat nyuruh gue diam. "Kalau kamu beneran sayang sama dia, kamu pasti pengen yang terbaik buat dia, kan?"

Gue ngangguk pelan.

"Bagus. Karena kamu bukan yang terbaik buat dia, Ellaine, kamu tahu itu. Anak dari mantan pelacur, pecandu narkoba nggak pantas buat cowok kayak Antari."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dewasa Itu Luka

...Ellaine...

...────୨ৎ────જ⁀➴...

Hidup gue balik lagi ke rutinitas yang udah biasa gue jalanin, yang dulunya gak pernah ada masalah sama sekali, sampai...

Sampai Antari dateng ke rumah ini, mengacak-acak hidup gue, terus pergi dengan cara yang paling brengsek.

Sekarang, kayaknya rutinitas itu gak cukup buat gue. Gue ngerasa gak puas, dan gue benci dia karena udah merusaknya dari awal.

Sekarang kita impas setelah gue nolak dia pas malam kembang api waktu itu. Tapi tetep aja gak adil, gue gak pernah main-main sama dia, gue langsung to the point, nolak dia dari awal. Gue gak pernah kasih harapan dan akhirnya ngelemparin cowok lain ke mukanya.

Kayaknya dia juga lagi ngindarin gue, dan gue bersyukur banget buat itu. Tapi ya, tinggal bareng serumah bikin susah banget buat gak papasan.

Kayak sekarang ini.

Gue baru aja keluar dari lorong tempat laundry, pas Antari masuk lewat pintu depan. Setelan jasnya rapi banget, nempel di badan yang gue tahu persis gimana bentuknya, di balik kain itu.

Otak gue malah langsung muter ulang gimana rasanya tangan gue waktu menyusuri dadanya, perutnya...

Sial.

Kenapa juga gue masih ingat semuanya?

Tatapan kita ketemu, dan ada kesedihan di matanya. Tapi bodo amat, gue udah terlalu kesel buat peduli. Gue gak bakal kasih dia kesempatan buat ngomong, "Gue gak pernah bilang mau yang serius" atau omong kosong lain yang udah sering banget gue denger dari Anan.

Gue ngumpulin beberapa nampan makanan dan gelas-gelas yang tadi ditinggalin nyonya di ruang tamu.

Antari udah mau naik ke lantai atas, tapi dia berhenti pas di depan tangga, kayak lagi ragu mau naik atau enggak.

Gue beranjak ke dapur buat taruh barang-barang itu. Pas gue balik lagi ke ruang tamu, gue ketok kepala gue sendiri pas sadar gue ngerasa kecewa karena dia udah naik ke atas, hampir nyampe di ujung tangga.

Serius?

Gak ada satu kata maaf pun?

Gak ada apa-apa, Antari?

Apa yang lo harapin, Ellaine?

Malam itu, gue kebawa mimpi, gue nendang Antari ke jurang, dan sumpah, rasanya puas banget.

...ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩...

Gue hembuskan napas panjang pas turun dari bus.

Sekarang, gue berdiri di depan panti jompo. Ini hari Minggu, hari buat gue menjenguk seseorang yang spesial dalam hidup gue.

Suster yang lagi jaga menyambut gue dengan senyum, terus nganterin gue ke taman yang udah gue hafal banget setelah dua tahun terakhir ini.

Panti ini beda dari yang lain, lebih mewah dan mahal. Tempatnya bersih banget, stafnya rapi dan ramah, kamarnya luas, lebih mirip hotel bintang lima daripada panti jompo biasa. Persis seperti yang seharusnya, rumah buat orang-orang tua yang punya duit lebih banyak daripada sisa waktu buat menghabiskannya.

Gue jalan melewati bunga-bunga indah yang mulai layu. Dari kejauhan, gue bisa lihat dia duduk di bangku, di bawah pohon tinggi dan rindang, tepat di depan danau.

Senyum langsung muncul pas melihat dia. Gue melangkah lebih dekat.

"Selamat pagi, Tuan!" Gue nunduk pura-pura hormat.

Wajahnya langsung bersinar pas melihat gue, bikin kerutan di mukanya makin kelihatan.

Kakek Bahari.

Pria tinggi besar dengan mata cokelat yang mirip banget sama Antari dan Asta. Walaupun usianya udah hampir 70 tahun, dia masih kelihatan kuat. Tapi, garis-garis di wajahnya jelas banget, bekas dari semua kerja kerasnya selama hidup, demi bisa dapetin semua yang dia punya sekarang.

Dia masuk ke panti ini setelah anak-anaknya ngadain rapat keluarga dan mutusin buat mindahin dia ke sini.

Kakek bales senyum gue. "Kakek pikir kamu gak bakal dateng."

"Dan melewatkan kencan kita tiap Minggu?"dengus gue pura-pura kesal. "Gak mungkin!"

Sama dia, gue bisa lebih santai, lebih ceria. Kakek Bahari itu sosok yang selalu gue kagumi. Dia punya hati yang baik dan, jujur aja, beda banget dari anaknya, Batari. Asta lebih mirip dia, dan gue seneng karena kakek punya pengaruh besar dalam hidup Asta. Bisa dibilang, kakek yang membesarkan dia.

Dia ngambil salah satu gelas limun dari meja kecil di sampingnya terus nyodorin ke gue. "Udah kakek bikinin, manis, sesuai selera kamu."

Dada gue langsung anget. Raut wajahnya yang bersinar tiap kali gue dateng bikin gue sadar betapa kesepiannya dia di sini, gak peduli semewah apa tempat ini.

Duit emang bukan segalanya, ya?

Gue nyeruput limunnya, terus duduk di sampingnya di bangku itu. "Hmmm, enak banget!"

"Mau camilan? Kakek bisa pesenin yang kamu suka."

Gue nepuk pundaknya pelan. "Ella gak butuh apa-apa. Kakek sendiri gimana keadaannya?"

"Kepala Kakek kadang sakit, terus ilang sendiri."

Gue langsung khawatir. "Kakek udah bilang ke dokter?"

Dia melenggak.

"Kakek bakal baik-baik aja. Gimana kabar anak-anak? Asta gak banyak cerita soal mereka."

Asta selalu jenguk dia tiap Sabtu, sedangkan gue Minggu, biar dia ada temen setidaknya dua hari dalam seminggu.

"Mereka baik." Jawaban standar, tapi cukup buat dia.

"Asta bilang Antari balik ke rumah dan ganggu kamu."

Sialan nih Asta, gak bisa diam.

"Ella bakal baik-baik aja." Gue pake kata-katanya sendiri. "Ella bisa handle, kok."

Kakek menghela napas, matanya menatap lurus ke depan, ke danau biru tua yang berkilauan kena sinar matahari pagi. "Gimana Anan?"

Mau orang ngelak kayak apa pun, nenek kakek atau orang tua pasti punya anak kesayangan. Dan walaupun Asta itu udah kayak anak sendiri buat kakek, gue tahu titik lemahnya selalu Anan.

Mereka sama-sama keras kepala, punya sifat mirip, tapi justru itu yang bikin hubungan mereka jadi rekat.

"Dia baik, akhirnya dia bakal bisa ngerapihin hidupnya." Gue ngomong sambil kepikiran Zielle.

Kakek menghela napas lagi, kali ini ada nada sedih di suaranya. "Dia pernah nanyain Kakek?"

Gue pengen bohong, pengen bilang iya.

"Kakek tahu sendiri gimana dia."

Anan cuma pernah datang sekali sejak kakek dipindahin ke sini, dan dia keluar dari tempat ini hampir nangis. Dia gak bisa lihat kakeknya ada di sini, dan perasaan gak berdaya itu menggerogoti dia dari dalam. Jadi dia lebih memilih buat pura-pura gak ada, daripada harus ngadepin kenyataan.

Cowok bermata biru itu kelihatan gagah dari luar, tapi di dalamnya?

Kacau.

"Kakek pengen ketemu dia." kata kakek pelan. "Pasti dia tambah tinggi."

Gue ngeluarin HP dan buka galeri. "Lihat aja sendiri."

Gue nunjukin foto-foto random yang gue punya sama Anan. Anan dengan mulut penuh makanan sambil melempar jari tengah ke gue, matanya bersinar gara-gara flash kamera, Anan ketiduran di sofa habis nonton film, Anan kelihatan panik dikelilingi anak-anak anjing yang dibawa Asta, Anan pake jersey tim sepak bolanya bareng Natius, temen sekaligus rekan setimnya.

Ah, Natius.

Itu foto di malam ketika gue tidur sama dia.

Gue buru-buru matiin layar HP dan berdeham pelan.

Kakek meraih tangan gue. "Anan dan Antari mungkin kelihatan dingin, tapi itu cuma tameng mereka. Mereka punya hati yang baik."

Gue hampir ngebiarin kemarahan gue meledak, hampir bilang "Antari jahat" Tapi itu bohong. Antari dulu baik ke gue, dulu dia peduli. Semua kebaikan itu gak bisa sepenuhnya pudar cuma gara-gara satu hal yang dia lakuin.

Tapi sekarang?

Gue cuma perlu menjaga jarak dari dia.

Udah gitu aja.

Kakek Bahari menggenggam tangan gue lebih erat. "Tolong jagain mereka. Kakek lebih tenang kalau tahu kamu ada buat mereka. Mereka gak pernah punya sosok perempuan dalam hidup mereka yang benar-benar baik."

Gue tahu siapa yang dia maksud, ibu mereka, Nyonya Astuti. Wanita yang selingkuh berkali-kali, yang gak peduli sama anak-anaknya, bahkan sedikit pun.

"Mereka udah pada gede, Kek. Mereka bakal baik-baik aja."

Mata gue melihat air danau yang makin lama makin berkilauan.

"Mereka mungkin udah dewasa, tapi mereka tumbuh tanpa cinta, Ellaine. Orang tua mereka gak pernah ngasih apa-apa. Waktu Kakek sadar itu, semuanya udah telat. Kakek cuma sempat ngasih cinta kakek ke Asta."

Gue menoleh ke dia. "Kenapa kakek bilang gini ke Ella?"

Tatapan kakek ketemu sama mata gue, dan tiba-tiba melunak. “Karena kakek pengen kamu inget ini tiap kali kamu mau nyerah dan ninggalin mereka. Asta bilang Antari sering ganggu kamu, inget seberapa besar mereka sayang sama kamu. Jangan nyerah, ya?”

Gue cubit pipinya pelan, bercanda. “Lihat deh, Kakek manis banget, khawatirin bocah-bocah gak tahu diri yang gak pernah jenguk Kakek.”

“Mereka bakal datang suatu hari nanti.” Kakek ketok dahi gue pelan. “Anak gak sopan, muterin mata kayak gitu di depan orang tua.”

“Orang tua?” Gue berdiri, lihat ke sekeliling.“Di mana?”

Dia ketawa, dan gue melihatnya dengan penuh rasa sayang. Gue bener-bener bersyukur ada kakek dalam hidup gue, dia luar biasa.

Kita ngobrol sepanjang hari, seperti biasa dia nanya tentang kuliah, apa gue butuh sesuatu, dan segala macem. Dan jawaban gue selalu sama, enggak.

Gue udah cukup banyak berutang budi karena dia yang bayar biaya kuliah gue. Gue gak mau dia mikir gue manfaatin rasa sayangnya buat minta duit.

Dengan senyum di wajah, gue pamit dan balik ke rumah.

...ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩...

Jam empat pagi, suara telepon rumah membangunkan gue.

Gue emang biasa bawa telepon tanpa kabel ke kamar, biar gak perlu jalan ke dapur tiap kali ada yang nelpon ke rumah Batari. Gue ulurkan tangan dari kasur, nyari telepon itu dan ngangkat. Mudah-mudahan ini bukan prank call.

"Halo?" Suara gue masih serak dan lemah.

“Selamat malam.” Suara perempuan di ujung sana terdengar formal banget, bikin gue langsung siaga.

“Kami dari Rumah Sakit Umum.” Gue langsung duduk tegak, napas mulai gak beraturan, otak gue muter-muter mikirin kemungkinan terburuk.

“Kami mau ngasih tau kalau Pak Bahari baru aja masuk UGD beberapa menit lalu.” Gue berhenti napas. “Ini nomor kontak yang terdaftar.”

“Apa? Apa yang terjadi?” Gue bahkan gak tahu harus nanya apa.

“Beliau kena stroke, saat ini sedang distabilkan. Kalau Anda datang, kami bisa kasih informasi lebih lanjut.”

“Oke, kita bakal ke sana.”

Dia bilang beberapa hal lagi sebelum nutup telepon.

Gue bahkan gak tau gue pake baju apa saking buru-burunya. Gue bisa ngerasain jantung gue berdegup kenceng banget sampe kerongkongan.

Dia bakal baik-baik aja, dia harus baik-baik aja.

“Kepala Kakek kadang sakit, terus ilang sendiri.”

Dasar keras kepala!

Kalau dia ngerasa gak enak, kenapa gak bilang sih?

Kenapa?

Ketakutan yang lari di pembuluh darah gue bikin gue langsung lompat keluar kamar. Nyokap gue gak gerak sama sekali, tipikal orang yang tidur nyenyak banget bahkan kalau ada badai sekalipun.

Tapi pas gue keluar ke ruang tamu, gue kaget banget lihat Pak Batari udah berdiri di sana dengan piyama, telponan sambil nempelin HP ke telinga. Dari yang gue denger, pihak panti udah ngabarin dia sementara rumah sakit nelpon ke rumah.

Dia pasti bisa melihat rasa takut dan panik di mata gue. “Kita ke rumah sakit bareng?”

Mata gue otomatis melihat ke arah tangga, dan dia langsung ngerti apa yang gue pikirin.

" Ella. Jangan bangunin mereka sekarang, nanti aja kalau udah pagi...”

Bodo amat.

Gue langsung lari melewati dia, naik ke lantai atas.

“Ellaine!” Gue denger Pak Batari teriak dari belakang. “Ellaine!”

Gak ada cara lain, gue gak bakal biarin dia ninggalin anak-anaknya lagi kayak gini. Gue ketuk pintu-pintu mereka dengan cukup keras. Gue berhenti di depan pintu Asta.

Anan nongol dari pintunya, rambutnya acak-acakan, satu matanya masih ketutup, yang satunya lagi berusaha buat tetep kebuka. “Ada apa?”

Antari juga keluar, tanpa baju. “Apa sih?”

Gue coba atur napas, berusaha biar suara gue kedengeran tenang, terus milih kata-kata gue baik-baik. "Kakek…"

Asta langsung buka pintu, matanya nyari jawaban di wajah gue. "Ellaine. Ada apa?"

"Kakek masuk rumah sakit."

Begitu kata-kata itu keluar dari mulut gue, gue bisa lihat raut wajah tiga cowok Batari di sekitar gue berubah. Rasa takut dan kesadarannya langsung nyebar di mata mereka.

Mereka nanya banyak hal sambil buru-buru pake apa pun yang mereka temuin. Kita semua turun bareng, sementara Batari udah nunggu di bawah dengan tatapan nggak setuju.

Tapi jujur, gue nggak peduli.

Sepanjang jalan ke rumah sakit, suasana di mobil sunyi banget. Tapi kesunyian ini penuh sama kecemasan yang bikin sesak. Gue duduk di belakang, di tengah-tengah Anan dan Asta. Pak Batari nyetir, dan Antari duduk di kursi depan sampingnya.

Air mata diam-diam turun di pipi Asta. Hidungnya merah, dan hati gue langsung nyeri. Gue nggak mau bayangin kalau kakek nggak bakal bisa pulih dari ini.

Dia kuat.

Dia pasti baik-baik aja.

Gue ulang-ulang kata-kata itu di kepala gue.

Gue pegang tangan Asta dan ngasih dia genggaman kecil buat nenangin. Dia menyenderkan kepalanya di bahu gue, air matanya membasahi baju gue.

Anan diam, sandarin sikunya di jendela mobil, tangannya mengepal nutupin mulutnya. Dia kenceng banget sampe kuku-kuku jarinya putih.

Bahunya tegang, jelas dia marah. Nggak, dia bukan cuma marah, dia ngamuk.

Gue tahu dia lagi nyalahin dirinya sendiri karena nggak sering jenguk kakek. Mungkin kita semua selama ini nganggep kakek bakal selalu ada, seolah dia abadi.

Pelan-pelan gue turunin tangannya yang mengepal, terus menyelipkan jari-jari gue di sela-sela jarinya, taruh tangan kita di pangkuan gue. Dia ngelirik gue, dan pas mata kita ketemu, gue bisa lihat sakitnya.

"Kakek bakal baik-baik aja."

Anan balik natap jendela, tapi dia nggak lepasin tangan gue. Malah, genggamannya makin kenceng.

Antari ngelirik ke belakang, mencari ekspresi gue. Dia berusaha nutupi rasa khawatirnya, tapi semuanya jelas terpampang di mukanya. Gue kasih senyum tipis, terus bisik, "Kakek bakal baik-baik aja."

Dia cuma angguk, terus duduk tegak lagi.

Mereka emang udah gede, tapi masih haus kasih sayang.

..."Ellaine, orang tua mereka nggak pernah bener-bener sayang sama mereka saat kecil. Nggak ngasih mereka apa-apa."...

Kata-kata kakek masih muter di kepala gue pas gue masuk rumah sakit bareng keluarga Batari.

Di kepala gue cuma ada satu hal.

Lo harus selamat, Kek. Jangan berani-berani buat mati, karena kalau lo lakuin, gue bakal bangkitin lo cuma buat ngebunuh lo lagi.

Gue keingat bagaimana kerutan di wajahnya makin jelas tiap kali dia senyum.

Dia satu-satunya figur ayah yang pernah gue punya.

Gue sayang banget sama lo, Kek.

Please, lo harus baik-baik saja.

1
Ummi Yatusholiha
suka banget ella bikin kesel antari🤭

setelah antari beneran selesay sama maurice,tetap aja masih sulit buat bersatu dgn ellaine,blm lagi masalah restu dari orangtua antari
Ummi Yatusholiha
lah,beneran nih ella jalan sama natius,kirain tadi bakal dihalangin antari.
btw yg ngerasain perawannya ella natius kah 🤔🤔
Ummi Yatusholiha
bingung banget pastinya jadi antari,pengen jadi satu2 nya dihidup ella, tapi karna keadaan malah gak bisa apa2
Ummi Yatusholiha
orangtua emang kadang sangat berpengaruh buat anaknya.

senang nih antari bakal ada ellaine di kantornya 🥰 thanks elnaro
Ummi Yatusholiha
hubungan kalian ini bikin deg degan trus deh.
kayaknya bener,antari bukan batari,tapi emang karna jadi seorang batari lah antari jadi pengecut
Ummi Yatusholiha
emang susah klo sudah ngomong soal status sosial.. sedih deh dgn hubungan kalian 🥺🥺
Ummi Yatusholiha
btw kok bisa ellaine bisa ngamar sama natius yaa,apa lagi natius masih SMA,gimana ceritanya coba 🤔🤔
Ummi Yatusholiha
ternyata yg terjadi di malam pesta kambang api semua karena peran si nyonya astuti,sang majikan.ella trus terang aja deh ke antari soal nyokapnya
Ummi Yatusholiha
hadeuh antari ellaine asta,bakal rumit deh ini.
akhirnya jadi tau asal luka di tangan antari dan memar di wajah asta
Ummi Yatusholiha
aduh ellaaaa,kan kamu bisa pake kamar mandi,nagapain coba main jari gak liat2 tempat,kedapatan kan sama asta 🤭🤭
Aan
karyanya bagus
Ummi Yatusholiha
thanks udah up thor.. kirain tadi up banyak2 lagi 🤭
Ummi Yatusholiha
senang dengan part percakapan kakek bahari dan ellaine 🥰
penasaran dgn part yg antari mukulin asta 🤔
Ummi Yatusholiha
plin plan deh antari,klo emang kamu suka dan nyaman sama maurice,trus kenapa masih gangguin ella,apa emang ella cuma jadi mainan doang,pdhal kamu nyadar klo ella gak pantas di gituin.kasian ella,jadi baper kan
Ummi Yatusholiha
udah biasa terjadi kan dikalangan pebisnis dan pengusaha,menjodohkan anak mereka demi bisnis
Ummi Yatusholiha
tuh kan antari,mau mainin perasaan ella kah,udah bukan pacar tapi tunangan
Ummi Yatusholiha
kayaknya mama antari baik2 aja deh, tapi kok bisa selingkuh ya 🤔🤔
Ummi Yatusholiha: sementara baca thor,blm tamat sih,masih ditengah jalan 😊😊
Tya 🎀: wah kyknua udah namatin zielle sama anan nih bisa tau mamanya antari selingkuh
total 2 replies
Dita Suriani
kisahnya masih kusut
Tya 🎀: Iya, kak. Belum disetrika
total 1 replies
Ummi Yatusholiha
jeng.. jeng.. jeng
Ummi Yatusholiha
selamat.. selamat 😄😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!