(follow Instagram aku: @Picisan_Imut94)
Rahma Quratta Aini gadis berusia 23 tahun ini terus menyesali keputusan orang tuannya saat menerima pinangan dari pria pesantren yang belum pernah ia temui sebelumnya sedangkan dirinya belum bisa menerima kematian calon suaminya yang meninggal akibat kecelakaan satu minggu sebelum momen pernikahan mereka berlangsung.
selama menjalani pernikahan itu Irsyad benar-benar harus berjuang Extra untuk mendapatkan hati Rahma sepenuhnya, dan di saat Rahma mulai mencintai Irsyad, cinta keduanya kembali di uji, dengan permintaan seorang kakek yang meminta Irsyad untuk menikahi cucunya yang cacat itu sebelum ajal menjemput kakek tersebut, akankah Irsyad benar-benar akan menikahi Aidha dan mem poligami Rahma?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon picisan imut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kepercayaan.
Setelah berbicara panjang lebar dengan abah Rury Irsyad sedikit termenung ia terus kepikiran dengan permintaan abah Rury, terlebih selama ini dirinya belum pernah melakukan apapun untuk membayar hutang budi karena beliau pernah menyelamatkan hidupnya dari maut.
Di sisi lain di sebuah dapur yang tidak begitu luas, Rahma tengah menyiapkan makanannya di atas meja makan, makanan yang mereka beli di luar karena hari ini akan kedatangan tamu yaitu mbak Adiba dan keluarganya.
Yaa hari ini mbak Adiba kaka perempuan Irsyad kebetulan ada acara di daerah Tambun, itu sebabnya ia mampir untuk menginap satu malam di rumah Irsyad.
Setelah semua tersaji di meja makan Rahma menoleh sejenak ke ruangan tengah dan mengamati Irsyad yang tengah melamun sedari tadi.
Rahma pun membuatkan Teh hangat terlebih dulu untuk Irsyad lalu mendekati suaminya dan meletakkan teh tersebut di meja depan Irsyad.
Irsyad sedikit terkesiap saat mendengar suara gelas di letakan di atas meja kaca itu.
"Terimakasih banyak sayang." ucap Irsyad yang lantas meraih cangkir teh di hadapannya itu.
"Sama-sama mas. Rahma perhatikan sedari tadi Mas Irsyad kok diam saja, ada apa mas?" tanya Rahma, Irsyad pun meletakan cangkir itu kembali ke tempat semula.
"Tidak ada apa-apa sayang," Irsyad tersenyum sembari mengusap kepala Rahma.
Ia tidak mungkin menceritakan apa yang tadi abah Rury katakan, karena Rahma pasti akan sedih jika mendengarnya.
"Mas yakin tidak ada apa-apa?" tanya Rahma.
"Tidak sayang, mas hanya sedang memikirkan minggu depan mas akan mengadakan kuis di kampus, dan masih memikirkan materi yang akan mas masukan ke lembar kerjanya." Jawab Irsyad asal.
Rahma pun membulatkan bibirnya paham.
'Maafkan mas berbohong sayang,' batin Irsyad.
Tak lama suara mobil di luar terdengar mereka pun saling tatap.
"Sepertinya mbak Adiba dan mas Gani sudah datang sayang." ucap Irsyad,
"Sepertinya begitu, mas buka pintunya Rahma buatkan minuman dulu ya." ucap Rahma membagi tugas dan Irsyad pun mengangguk tanda setuju.
Setelah membagi tugas, kini Adiba dan keluarga kecilnya telah berada di dalam rumah mereka dengan Rahma yang lantas memeluk kakak iparnya itu, karena ini kali pertama mereka bertemu, setelah sebelumnya hanyalah berkenalan melalui telfon genggamnya.
"Benar kata ibu di kampung, istri mu itu cantik Irsyad." Puji mbak Adiba yang saat itu membuat Rahma tersipu.
"Iya Alhamdulillah mbak, makannya Irsyad buru-buru menikahi Rahma biar tidak di ambil orang." tuturnya mereka semua pun terkekeh mendengar jawaban dari Irsyad.
Di dalam ruang tamu itu mereka mengobrol singkat di sana dan dilanjutkan dengan makan malam bersama sebelum akhirnya beristirahat.
Karena esok pagi keluarga kakak iparnya itu harus sudah kembali ke Sragen Solo.
Di dalam kamar, entah mengapa Rahma ingin selalu berada di dekat Irsyad, ia bahkan terus memeluk suaminya itu seolah enggan melepaskannya.
"tumben sekali ade ini, biasanya paling gengsi tuh meluk mas." ledek Irsyad,
"Memang tidak boleh" tanya Rahma.
"Tentu saja boleh sayang," ucap Irsyad, Rahma pun tersenyum.
"Mas,mbak Adiba itu ramah dan halus sekali ya, tidak seperti Rahma yang sepertinya mudah marah-marah." ucap Rahma.
"Iya, tapi bukan berarti mbak Adiba tidak pernah marah. Dulu waktu masih kecil mas itu nakal dek,"
"Masa sih?" tanya Rahma tidak percaya.
"Iya, mas masih ingat satu kejadian, jadi mas itu kan paling tidak suka sayur terong, sedangkan mbak Adiba itu gemar sekali masak terong, pernah dengan kenakalan mas itu, sayur yang baru matang dan baru saja di letakan di dalam wadah plastik mas tumpahkan semua,"
"Oh ya? Terus-terus?" Rahma mulai tertarik.
"Iya, waktu itu yang difikirkan mas agar hari itu tidak ada yang makan sayur terong itu. Dan naasnya mas ketahuan sama mbak Adiba, ade tahu apa yang di lakukan mbak Adiba?"
"Apa,?" tanya Rahma.
"Tangan mas di tariknya lalu di bawa ke kebun pisang yang berada di belakang rumah, dan mas di ikat di salah satu pohon pisang itu dek sama mbak Adiba." ucap Irsyad, Rahma pun terkekeh.
"Ya ampun mas Irsyad, ngomong-ngomong waktu Itu mas masih usia berapa?"
"Entah mas lupa, yang pasti mas masih kecil dan masih bersekolah di MI waktu itu sayang."
"Ya ampun kalau di Ingat-ingat pasti waktu itu mas kasihan sekali ya. Nangis tidak dulu?" tanya Rahma.
"Iya hehehe. Ade kan tahu mas cengeng bahkan sampai sekarang." tutur Irsyad.
"Mas tidak cengeng hanya hati mas terlalu lembut." ucap Rahma.
"Asik, senangnya di puji begini." Irsyad mengecup kening Rahma. "Sudah malam sayang, ayo kita tidur." ajak Irsyad, Rahma pun mengangguk.
***
Esok Paginya. Di dalam toilet Rahma memegangi alat tes kehamilan yang ia beli kemarin, ia sedikit ragu namun juga yakin, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengeceknya.
Dan saat itu juga Rahma menangis haru saat mendapatkan hasil dari alat tes kehamilan itu adalah positif.
Tok tok tok...
Irsyad mengetuk pintu kamar mandi itu.
"Dek, masih lama ya?" tanya Irsyad dari luar. Cklaaaaaaakkk pintu kamar mandi itu terbuka.
Irsyad melihat Rahma keluar sembari menangis. "Dek, kok nangis? Ada apa?"
Sekilas senyum itu masih tersungging di bibir Rahma, ia menyentuh wajah Irsyad.
"Mas, kalau misal Rahma punya anak mas senang tidak?" tanya Rahma.
"Ya pasti senang to dek, masa iya tidak?" ucap Irsyad.
"Kalau sembilan bulan lagi Rahma kasih anak ke mas bagaimana? Apa mas sudah siap?"
"Sangat siap sayang, tujuan menikah kan untuk mendapatkan keturunan." jawab Irsyad, Rahma pun menunjukkan alat tes kehamilan itu.
"Dan Rahma akan segera memberikan anak untuk mas." Rahma menitikkan air matanya haru.
"Subhanallah, benarkah?" Irsyad berbinar, ia pun meraih alat tes kehamilan itu dan melihatnya dengan seksama.
"Kita akan punya anak dek? Ya Allah Alhamdulillah wasyukurillah..." Irsyad mengecup kening Rahma dengan tangis harunya.
"Mas masih tidak percaya. Terimakasih Rahma sudah mau menerima mas, dan mas titip bibit mas ini di rahim mu ya sayang, tolong jaga baik-baik." ucap Irsyad, Rahma pun mengangguk.
Irsyad menurunkan tubuhnya ia menekuk satu kakinya, dan satu tangannya menyentuh perut Rahma, ia membacakan Doa sejenak lalu mengecup perut Rahma dengan waktu yang lumayan lama, lalu kembali naik dan berdiri dengan normal, lantas kembali memeluk istrinya itu.
novel ke 4 setelah
nnti jg insting seorang ibu akan terbentuk scr alami