Di zaman sekarang ini adakah laki-laki yang serba bisa? sempurna!
jawabannya di novel kali ini ada!
Dia dijuluki Human Perfect oleh semua orang karena kesempurnaannya. Dia bernama Badai Bagaskara.
Lalu, sesempurna apakah dia?
Baca kisahnya dalam Novel Human Perfect. Dan disarankan bagi yang belum membaca Novel Tafsir Mimpi Sang Inspirator diharapkan membacanya terlebih dahulu, karena novel ini berhubungan dengan itu.
happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Menyan
Kedua tangan sedang bersalaman, saling mengucapkan terimakasih. Kemudian salah satu dari yang sedang berdiri diruangan itu pun hendak beranjak pergi.
"Yaudah dulu, terimakasih banyak pokoknya loh Shad, atas bantuannya pada kasus ini." ucap Bintang.
Shad yang tengah kedatangan tamu kawan lamanya itu sangat senang, akhirnya Bintang datang.
"Aku juga terimakasih ke kamu Bintang... Kamu sampai repot-repot datang." ucap Shad.
Rima yang juga sedang ada di ruang tamu bersama-sama dengan Shad melayani tamu istimewa itu, dia pun juga menyahut.
"Iya Bintang. Gak usah bilang terimakasih deh. Ini juga udah tugas kita. Mereka kan juga temen kita. Dan andai kita tahu sejak awal tentang kasus ini, pasti kita lah yang akan melakukan penelitian ini sendiri." ucap Rima.
Bintang pun tersenyum lega mendengar pernyataan Rima dan Shad. "Yaudah aku balik dulu, Zainab minta tolong ke aku tadi buat beliin lampu. Jadi kalau dia tahu aku keluar rumah lama begini, nanti dia ceramahi aku." ucap Bintang.
Rima dan Shad pun tergelak.
"Yaudah dulu ya. Assalamualaikum...."
"Waalaikumsalam..."
Bintang pun beranjak pergi. Sebelum pulang, setelah dia membeli lampu untuk lampu dapurnya yang mati, dia mampir terlebih dahulu ke rumah Bara.
Bara yang dikabari sejak awal, seperti biasa Bintang tak ingin Bara ketinggalan informasi apapun. Dia selalu mengabari sahabatnya itu lebih dulu dibandingkan yang lain. Membuat Bara kini tengah berdiri di ambang pintu toko kayu nya.
"Assalamualaikum! Aku buru-buru Bar." ucap Bintang.
"Waalaikumsalam. Kamu ini datang-datang, bukan malah santai, malah bilang buru-buru!" keluh Bara.
"Gimana ada info baru kah?!" kepo lah Bara.
"Iya jelas dong. Aku baru dari rumah Rima dan Shad." ucap Bintang.
"Gimana? apakah Ali dan Nabila anak kembar itu sudah datang di Indonesia?" tanya Bara.
"Iya. Mereka berdua sudah mengajak anak-anak kita juga buat ikut serta dalam penelitian."
"Wah bagus itu! Oia, apakah Badai dan Najwa saling kenal?"
"Entahlah. Aku rasa tidak. Tapi kita akan segera tahu nanti setelah mereka menyelesaikan penelitian mereka." ucap Bintang.
"Ya kau benar! Ngomong-ngomong kamu buru-buru mau kemana?"
"Ini." sambil menunjukkan kresek isi lampu yang baru saja Bintang beli di toko. "Zainab biasa.. Minta tolong buat gantiin lampu dapur soalnya udah buram." ucap Bintang.
"Hahaa... Suami-suami takut istri." gurau Bara.
"Yaudah dulu ya. Assalamualaikum!!!"
"Waalaikumsalam..."
Bintang pun melenggang pergi. Bara tersenyum senang, melihat kembali sahabatnya itu. Meski bersua hanya sejenak, namun cukup untuk melepas rindu. Dan walaupun Bintang sudah bukan lagi warga Kampung Idiom, namun Bintang tak akan melupakan semua kenangan masa kecil mereka di kampung Idiom.
...****************...
Sinar matahari mulai menyingsingkan sinarnya ke ufuk barat. Hampir menenggelamkan diri dibalik awan sore. Bus mini yang mengantarkan rombongan empat orang yang hendak melakukan penelitian di sebuah Desa yang berbeda dari desa yang lain, apalagi di perkotaan. Itu pun telah hampir sampai.
Bau wangi dari menyan mulai tercium. Rumah-rumah tampak berjajaran namun berjarak agak berjauhan. Menyan terpampang di setiap ujung depan rumah, menyerupai pagar namun berjajaran jarang-jarang.
Membuat desa tersebut menjadi wajar jika disebut Desa Menyan. Nabila mulai menceritakan mereka sedang ada dimana kepada Badai dan Najwa, bahkan sebelum Najwa mulai menanyakan hal tersebut.
"Baiklah teman-teman.... Najwa dan Badai... Kita sekarang ada di pulang seberang. Tepatnya kita ada di Desa Menyan. Desa yang akan menjadi penelitian kita nantinya. Kenapa aku sebut ini penelitian kita? Karena secara tidak langsung, kalian berdua akan ikut andil dalam penelitian ini." ucap Nabila.
Spontan mendengar penjelasan Nabila kali ini, yang bagi Najwa masih ambigu banget, Najwa yang kritis pun langsung bertanya, "Maksud mbak gimana? Emangnya kita sebenarnya penelitian apa sih mbak? Aku pikir kita hanya penelitian tentang sihir dan semacamnya sesuai jurusan mbak Nabila dan mas Ali...." ucap Najwa.
Berbeda dengan Badai, ditengah perkumpulan ada akhwat nya, Badai memilih menyimak dan mendengarkan saja tanpa bertanya apapun.
Nabila tersenyum mendengar pertanyaan dari Najwa. "Kamu mau aku jelasin sekarang atau pas turun aja dari bus ini?" Nabila malah balik bertanya.
Najwa pun langsung saja menyahut, "Yaudah deh jelasin habis ini saja."
"Oke..."
Ali pun juga begitu, dia menyimak obrolan antara saudarinya dengan Najwa yang menghujani saudarinya dengan banyak pertanyaan.
Bus mini berhenti kemudian, setelah sepuluh menit percakapan berlalu antara Najwa dan Nabila. Mereka berempat pun turun dari bus mini.
"Mas Ali, ini saya tinggal dulu ya. Nanti calling calling ya. Baru saya datang lagi kalau penelitian nya udah selesai!" ucap sopir, pada Ali.
Ali pun mengangguk, "Baik pak, makasih ya pak." ucapnya. Sambil melambaikan tangan ke pak sopir.
Sedangkan setelah mereka berempat turun, Najwa yang tak sengaja masih memperhatikan bus mini itu pergi, membuatnya malah tersentak kaget. "Loh!" pekiknya. Karena tiba-tiba bus mini itu.
"Kenapa dek?" tanya Nabila.
Bukan hanya Nabila, yang lainnya juga pun bertanya. Karena Najwa memekik dengan suara sedikit nyaring.
"Iya. Kenapa?" Badai yang dari tadi diam pun, turut bertanya kenapa gerangan Najwa memekik terkejut.
Ali hanya menatap ke Najwa dengan heran. Tanpa bertanya, namun dia juga tak kalah herannya.
"Bus nya menghilang!" ucap Najwa kemudian, dengan suara lirih, namun wajahnya pucat.
"Kamu baik-baik saja kan?" akhirnya Nabila pun bertanya.
Najwa yang sadar, dia sempat terhipnotis dengan bau menyan di desa itu. Dia pun langsung mengusap sekali ke wajahnya. "Astaghfirullah...." ucapnya. Kemudian dia menjawab semua pertanyaan yang di tujukan kepadanya, "Iya mbak aku baik-baik saja kok."
Semuanya pun lega, termasuk Badai. Karena Najwa ternyata tidak kenapa-kenapa. Namun kini Najwa masih menggumam dalam hati.
"Terus, kemana perginya Satria? Aku tahu, dia jin. Tapi perasaan tadi awal berangkat dia ada deket-deket ke tempat dudukku di bus. Tapi sekarang? Dia menghilang begitu saja." gumamnya dalam hati.
Badai yang tak sengaja menyentuh kulit jemari Najwa secara spontan itu, dia tak sengaja pula mendengar gumaman dalam hati Najwa. Dia pun menjawab dalam hati pula,
"Satria tadi pergi sebentar. Ada urusan katanya." gumam Badai dalam hati.
Najwa pun langsung lah dia menatap tajam ke arah Badai, penuh dengan tanda tanya. "Kamu bisa mendengar ku?!!" tanyanya dalam hati dengan penuh keheranan.
"Iya, maaf. Sudah aku tak akan mendengar mu lagi!" balas Badai, dimana dia tiba-tiba kembali menyentuh salah satu jemari Najwa dengan sengaja, untuk mengembalikan saluran penyambung komunikasi batinnya dengan Najwa.
Melihat hal tersebut, kejadian yang tiba-tiba Badai yang tampak seperti hendak memegang tangan Najwa, membuat Ali dan Nabila yang tak memiliki kemampuan khusus itu pun bertanya-tanya.
"Kalian ngapain? Kan udah kenalan?!" goda Ali seketika.
Sedangkan Nabila menahan tawa, sambil menutupi mulut dengan telapak tangan kanannya.
"Kalian berdua cinlok ya?" kembali Ali menggoda.
"Cinlok???"
"Cinlok???"
Memekik bersamaan lah Najwa dan Badai.
"Apa itu cinlok? Ada ada aja mas Ali ini." jawab Badai, dia tampak tersipu karena di pergoki dikira hendak memegang tangan Najwa.
"Ah udah deh! Gak penting. Gak ada cinlok atau apalah itu. Mending sekarang mas Ali, dan mbak Nabila, jelasin ke aku dan Badai. Sebenarnya kita penelitian ngapain dan konsepnya apaan. Kenapa kita dibawa ke desa ini. Desa Menyan." ucap Najwa.
Nabila dan Ali pun saling tunjuk, keduanya akhirnya sepakat Nabila yang akan menjelaskan.
"Baiklah. Saya akan jelaskan secara detail apa yang akan dilakukan kita disini. Dengarkan baik-baik."
...****************...
Sekitar delapan belas tahun lalu, saat itu ada sebuah pertemanan yang kuat yang dinamai sebagai Alumni SDIMT. Saat itu mereka semua baru kembali dari camp mereka. Total dari mereka saat itu adalah kurang lebih tiga belas orang. Namun mereka kehilangan satu teman mereka.
Dan ketika di cek kembali satu teman mereka yang hilang itu ternyata tidak hilang. Tapi sedang di sembunyikan oleh bangsa jin. Dan ini adalah Ratu dari bangsa jin. Yaitu Ratu Roro Kidul.
Mulanya mereka tidak tahu, bahwa satu teman mereka itu benar-benar disembunyikan oleh Roro Kidul ini. Tapi mereka tahu nya setelah empat bulan kemudian.
Satu dari teman mereka yang disembunyikan jin itu mendadak kehilangan nyawanya dengan tertabrak mobil. Namun kasus ini di tutup segera karena bukti-bukti kepolisian mengarah kuat kepada kecelakaan mobil itu.
Hanya saja kami, dari pihak yang sebangsa kami. yaitu jurusan Parapsikologi, ternyata teman mereka bukan meninggal karena kecelakaan namun karena hal lain.
Dan anehnya, sejak saat itu. Setelah penelitian berjalan, bukan hanya satu teman mereka yang meninggal. Namun....
...----------------...
(flash back)
"Haloo... Assalamualaikum Bar. Ini penting banget!" ucap Bintang di telpon.
Seminggu setelah kehilangan Nur.
"Waalaikumsalam... Ada apa Bintang? Semua baik-baik saja kan?" tanya Bara. Dimana Bara sedang ada di sebuah acara pertunangan dirinya dengan Zulfa.
Ditengah-tengah acara pertunangan, untung saja setelah Bara dan Zulfa tukar cincin. Bintang menghubungi Bara dengan nada yang begitu gugup.
Zulfa pun yang kini sedang duduk bersebelahan dengan Bara, menjadi ikutan bertanya-tanya ada apa gerangan.
"Riz, Naz, Rangga, dan Marya menghilang. Mereka kabarnya kan sedang ikut Rangga kemah lagi... Nah itu katanya mereka meninggal dunia." ucap Bintang dengan nada khawatir dan terbata-bata.
"Apah?!!" pekik Bara, sampai membuatnya berdiri dari duduknya.
"Kok bisa sih?!! Aku gak cek grup. Kapan mereka berangkat kemah nya?!! Dan kenapa mendadak? Kalau Hasbi dan Permata kemana?" panik lah Bara seketika. Zulfa yang mendengarnya juga pun turut khawatir.
Namun Zulfa menenangkan Bara, dan berkata, "Permata mengabari aku, kalau sekarang dia sedang di khitbah oleh Hasbi." ucap Zulfa.
Sedikit lega lah Bara saat mendengarnya. Bintang yang dari seberang telpon, juga mendengar apa yang Zulfa ucapkan.
"Oh berarti aman. Alhamdulillah.... Jadi kita fokus ke teman kita yang tersisa ini. Aku jujur masih gak percaya mereka berempat hilang begitu saja dan seenaknya dinyatakan meninggal." ucap Bintang.
"Terus gimana dong? Aku selesaikan dulu acara pertunangan ku ini ya. Habis ini baru aku meluncur ke rumahmu." ucap Bara.
"Oke deh." sahut Bintang.
Telepon pun ditutup. Bintang segera bersiap-siap masuk ke rumahnya. Membuat mamaknya yang melihat Bintang tampak tergesa-gesa menjadi bertanya-tanya.
"Buru-buru mau kemana kau Bintang?! Pelan-pelan saja." mamaknya mengingatkan.
Bintang yang masih sadar, dia pun duduk sejenak di dekat mamaknya, menceritakan inti cerita dari apa yang membuatnya sekarang tergesa-gesa. "Mak... Riz, Naz, Rangga dan Marya dinyatakan menghilang dan meninggal dunia di lokasi kejadian. Jadi aku mau ngecek secara langsung." ucap Bintang.
Mamaknya yang sedang membuat adonan martabak untuk berjualan esok harinya, itu pun langsung terkejut. "Apa!! kok bisa. Yaudah hati-hati loh nak. Baca doa di jalan. Selamet!!!" ucap mamaknya Bintang.
Bintang pun pamit dan berangkat pergi dari rumah, menuju ke tempat kejadian. Namun, sebelum itu. Bara telah datang dari acaranya yang bertunangan dengan Zulfa. Kini Zulfa pun juga ikut serta dalam kasus ini.
Mereka bertiga juga menghubungi Hasbi dan Permata.
"Kamu sudah hubungi Hasbi?" tanya Bara.
"Belum. Lupa!"
"Yaudah kamu telpon dulu mereka biar ikutan juga. Kita harus bersatu." ucap Bara.
Langsung lah Bintang merogoh saku celananya yang telah ada hp di dalamnya, lalu dia langsung memencet tombol call ke Hasbi.
"Halo... Ada apa Bintang?" tanya Hasbi, setelah dia mengangkat telponnya.
Acara khitbah keduanya sudah selesai. Sehingga kini Hasbi yang hendak berbincang empat mata dengan Permata pun, terhalangi dengan telpon yang mengejutkan dari Bintang.
"Aku mau ngajak kamu buat gabung dengan kita."
"Kita? siapa aja? Dan gabung, mau kemana?"
Malah Hasbi menghujani Bintang dengan pertanyaannya.
"Coba cek berita di berita terkini...."
Belum selesai Bintang berkata, Hasbi sudah memotong. "Aku gak lagi di rumah."
"Iya cek nya di grup alumni SDIMT. Kan bisa? Temen kita Riz, Naz, Rangga, dan Marya dinyatakan menghilang dan meninggal dunia di lokasi kejadian." ucap Bintang.
Saat itu lah Hasbi langsung terlonjak dari duduknya, "Apah?!!" Permata pun seketika terkejut juga.
"Ada apa Has?!!" tanya Permata.
Hasbi yang lupa menutup teleponnya pun, Bintang mendengar diseberang sana Hasbi berkata, "Udah gak usah nanya dulu Per. Ayo ikut aku!" ucap Hasbi, sambil memegang tangan Permata, menariknya dari tempat itu. Dimana mereka awalnya hendak ngopi sambil mengobrol kan hubungan keduanya di sebuah cafe, beruntung mereka belum memesan apapun, sehingga mereka langsung saja keluar dari cafe dan menuju rumah Bintang.
Saat semuanya telah berkumpul. Permata yang telah diceritakan oleh Hasbi saat perjalanan menuju rumah Bintang, apa yang mereka berdua obrolkan di telpon tadi. Permata lah kini yang paling khawatir dan cerewet dari semua yang hadir.
Meski di tengah-tengah itu, Permata sempat melirik ke arah Zulfa yang berboncengan dengan Bara. Namun dia tahan perasaan cemburu nya itu. Karena disisi lain, dia juga telah menjadi calon nya Hasbi.
"Bagaimana semua bisa terjadi??" pertanyaan yang dipenuhi kekhawatiran dari Permata pun muncul.
Bara langsung menjawab, "Tenanglah.... Kita akan segera mengetahui penyebab dan kejadian yang sebenarnya. Jadi kita berangkat sekarang!!" ucap Bara dengan tegas.
Mereka pun meluncur. Hanya Bara yang mengendarai motornya sendirian. Lainnya berboncengan dengan calon istri masing-masing. Karena Bintang belum sempat untuk menceritakan semuanya kepada Zainab, sang tunangan.
Di tengah perjalanan, Hasbi terus saja bertanya kemana tujuan mereka. "Kita sebenarnya mau kemana sih ini? Kok jauh banget?! Ngapain juga mereka berempat itu kemah gak ngajak ngajak kita. Meskipun ngajak, harus nya cari hari dimana kita semua kompak ikut semua to!!" sambil terus saja berbicara di tengah perjalanan.
"Udah ikuti aja Bintang. Jangan nanya Mulu!!" ucap Permata, yang mulai jenuh mendengar ocehan sang calon tunangannya.
Hasbi langsung tertegun saat di skak mat oleh Permata, dia jadi penurut mendadak. Dimana biasanya dia melawan, setiap protes dari Permata. Namun kini dia berubah. Hal itu juga membuat Permata heran seketika.
"Kenapa dia nurut sih? Kan aku jadi malas. Kalau semua yang aku lakukan ini bukan karena Bara, gak akan aku mau menerima khitbah darimu Hasbi." gumam Permata dalam hati.
Sesampainya mereka berlima di suatu tempat yang sebelumnya belum pernah sekali pun mereka datangi, tempat yang memakan waktu 1,5 jam dari Kampung Idiom tempat mereka tinggal, tempat yang begitu mistis sejak pertama memasuki wilayah itu.
Mereka pun turun dari sepeda motor masing-masing, ada aturan disana. Saat ada yang meninggal dunia, wajib hukumnya menuntun sepeda motor nya saat memasuki wilayah itu, wilayah desa. Desa yang tertulis jelas di gapura depan, Desa Menyan.
Dimana kini setelah mereka melangkah semakin memasuki desa, begitu banyak menyan yang berjajaran di setiap depan pagar rumah yang hanya terbuat dari pahatan kayu. Dan rumah-rumah yang masih begitu pedesaan, berjajaran yang jaraknya berjauhan.
"Kita dimana ini?" bisik Zulfa. Dia yang dari tadi tak berkomentar apapun, menjadi kepo seketika.
"Desa Menyan. Tadi di gapura ada tulisannya." ucap Bara.
Mereka memasuki desa disaat genting, ada empat orang dinyatakan meninggal dunia, seluruh warga seisi desa sedang berada di depan rumah masing-masing, memenuhi desa. Karena memang begitulah adat mereka jika ada yang meninggal dunia di desa mereka sedangkan orang yang meninggal bukan berasal dari tempat mereka.
Satu orang bertanya kepada Bintang, dimana Bintang lah salah satu dari yang datang, yang berjalan paling depan. Sehingga dia lah yang menjadi tempat ditanyain oleh warga desa Menyan.
"Mau kemana anak muda?" seorang wanita paruh baya yang bertanya. Nenek-nenek lah.
"Mau liat temen yang dinyatakan meninggal." ucap Bintang dengan santai.
Wanita paruh baya itu pun langsung memasang reaksi wajah yang begitu terkejut. Namun juga tampak iba dengan kedatangan mereka berlima di desa Menyan.
"Kenapa kita jadi di liatin gini?!" pekik Permata, dengan sedikit berbisik.
Hasbi lagi-lagi lah yang menanggapi ucapan Permata, yang lainnya diam saja.
"Mungkin karena mereka semua udah tau kita adalah teman yang sedang mereka kerubung." ucap Hasbi.
Zulfa pun berkata, kepada wanita paruh baya yang kini sedang menemani mereka berlima menuju ke tengah-tengah kerumunan.
"Bu apakah kami bisa segera membawa pulang jasad keluarga kami?" ucap Zulfa.
Mendengarnya, wanita paruh baya itu pun menoleh, "Coba kalian cek sendiri. Apakah jasadnya ada?!" ucapnya.
Mendengar ucapan yang malah mengandung sebuah pertanyaan itu pun, membuat Bintang langsung mendekat ke arah kerumunan warga desa Menyan.
Bintang pun langsung terkejut sejenak seusai melihat ke dalam kerumunan. Karena dia tak melihat apapun.
"Kerumunan itu kosong!! Benar-benar tak ada siapapun?!!" ucap Bintang.
Membuatnya semakin khawatir lah, karena jasad itu. "Lalu kemana jasad-jasad teman-teman kita?!!" pekik Bara.
Seorang Tetua desa Menyan muncul dari balik kerumunan, dan mulai berkata. "Teman-teman adik sementara dinyatakan meninggal dunia, karena benar-benar hilang. Kami tak bisa mendapatkannya??!" ucap Tetua itu.
langsung tercengang lah Bara, Bintang, Zulfa, Hasbi dan Permata.
Kembali Tetua itu mendekati Bintang, dan berbisik. "Coba cari taulah melalui bukti-bukti forensik yang detail mengenai keberadaan Teman kalian. Atau datang lah ke paranormal." ucapnya.
Karena keadaan memang telah sangat tak memungkinkan. Tangisan terdengar sesenggukan dari semuanya saat itu juga.
...****************...
"Jadi... Saat itu juga om Bintang dan om Bara mulai menghubungi paranormal dan para ahli dalam hal seperti itu. Untuk mencari kebenaran, kemana kah Riz, Naz, Rangga dan Marya berada." ucap Nabila mengakhiri penjelasannya yang panjang lebar.
Dimana membuat Najwa dan juga Badai yang dari tadi mendengarkan Nabila pun menjadi tercengang. Karena ternyata,
"Ternyata ini semua ada sangkut pautnya dengan Bapak??" pekik Najwa.
Sedangkan Badai, yang juga baru paham bahwa ternyata Ali dan Nabila adalah anak kembar dari teman sang ayah pun, dibuat tercengang juga.
"Dan kamu ternyata putri kandung dari teman ayahku!!" ucap Badai. Yang tak habis pikir, ternyata dunia begitu terasa sempit. Saat ternyata, semuanya saling berhubungan dan saling ada sangkut pautnya satu sama lain.
"Iya benar. Loh kalian ini baru paham setelah aku ceritakan??? Kemana aja sih kalian berdua. Udah kenal, tapi gak tau?? Gak tau kalau ayah dan bapak kalian berdua itu bersahabat?!!" ucap Nabila.
"Sungguh mbak. Aku baru paham sekarang. Kan bapakku juga gak cerita sih mbak, kalau om Bara itu punya anak dia!!" ucap Najwa sambil menunjuk ke arah Badai.
"Iya. Aku juga! yang aku gak habis pikir, dunia ternyata sempit!!" ucap Badai.
Ditengah perdebatan Badai dan Najwa, Satria tiba-tiba datang. Berbisik ke arah Badai. "Badai! udah lah, intinya sekarang kan udah tau kalau kalian sebenarnya saling kenal?!!" ucap Satria, yang berkomentar.
Membuat Badai pun langsung membentak tegas e Satria, namun dalam hati. "Udah diam kau jangan ikut campur!"
"Loh itu kan Satria?!!! Darimana aja dia?!!" pekik Najwa dalam hati seketika itu pula.
Satria mengisyaratkan kepada Najwa bahwa dia dari ada urusan. Dimana urusan itu, adalah masih ada sangkut pautnya dengan kejadian bus mini tadi yang tiba-tiba menghilang.
Karena bus mini yang mengendarai nya tadi itu adalah, dan tak bukan adalah.... Ayah Satria sendiri!
"Halo??!! Kenapa kalian berdua malah bengong saja?!!" ucap Ali, sambil melambaikan tangan di depan wajah Najwa dan Badai.
Membuat keduanya langsung tersadar dari obrolan keduanya yang melalui hati, dengan seorang jin. Yaitu Satria.
"Lalu kita kemana ini?" Najwa berusaha memecahkan kecanggungan itu.
"Sudah siap berarti untuk penelitian?!!" ucap Nabila.
Ali tersenyum saja, sedangkan Badai dan Najwa. Langsung dengan tegas mengiyakan apa yang ditanyakan oleh Nabila.
Mereka pun memulai penelitian nya, dengan berjalan menuju ke tempat lokasi kejadian tepatnya dimana tempat itu sangat begitu luas jika dipandang dari tempat mereka berdua berada.
.
.
.
Lanjutannya secepatnya 😘