Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.
Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.
Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
...Zelda Aisha ...
Beberapa langkah saat Yuki keluar dari UKS, pikirannya masih terasa berat. Ia tidak mengerti kenapa setiap kali melihat Nana, ada sesuatu yang terasa mengusik pikirannya, sesuatu yang samar dan menyakitkan. Namun, ia mengabaikan perasaan itu dan berjalan menuju kelasnya.
Sementara itu, Di dalam kelas 1C, Keisuke dan Naoki sudah berada di tempat mereka. Namun, Naoki langsung mengernyit ketika melihat Yuna duduk di kursinya, tepat di depan meja Nana.
"Hoi, kenapa lu ada di sini?" tanya Naoki dengan nada bingung.
Yuna mendongak malas. "Terserah gua mau duduk di mana juga. Apa urusan lu?"
"Lah, ini tempat gua. Lagian, bel udah masuk. Ngapain lu masih di sini?" Naoki menatapnya tajam.
Yuna menyandarkan punggungnya ke kursi dengan santai. "Bawel lu, kayak bibir cewek."
Naoki menghela napas panjang. "Ya terus gua duduk di mana?"
Yuna meliriknya sinis. "Tuker kelas dulu sebentar, anjir."
"Mana ada tuker kelas! Kalau tuker tempat duduk sih, oke." Naoki mulai kesal.
Yuna bangkit berdiri dengan ekspresi tak sabar. "Banyak bacot lu, anjir."
Melihat Yuna mulai marah, Naoki akhirnya mengalah. Dengan malas, ia menarik seorang siswi yang duduk di depan mejanya. "Lu pindah sono ke kelas B."
Siswi itu, yang tampaknya sudah paham betapa ribetnya situasi ini, hanya mengangguk dan pergi tanpa perlawanan.
Di tengah kekacauan kecil itu, tiba-tiba Keisuke mengajukan pertanyaan yang langsung membuat suasana di sekitar berubah tegang. "Oi, Nana. Kenapa Ayaka manggil si Yuki dengan sebutan 'sayang'?"
Nana yang awalnya duduk diam, langsung mengepalkan tinjunya di bawah meja. Matanya menyipit tajam. "Si jablay Ayaka udah berani terang-terangan," umpatnya dalam hati, namun ia tidak mengatakan apa-apa.
Yuna, yang menyadari perubahan ekspresi Nana, langsung angkat bicara. "Brisik lu, Keisuke. Lu tau kan dia amnesia? Jangan coba-coba bikin dia mikirin sesuatu, apalagi soal hubungan dia sama Nana. Lu tau tadi Yuki sampai pingsan gara-gara natap Nana?"
Keisuke terdiam. Namun sebelum ada yang bisa membalas, Yuki tiba-tiba masuk ke dalam kelas.
Yuna langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
Yuki berjalan menuju kursinya tanpa memperhatikan yang lain. Namun, saat matanya melihat Yuna duduk di kelasnya, alisnya mengernyit. "Bukannya dia anak kelas B?" gumamnya dalam hati. Namun, karena merasa tidak begitu penting, ia mengabaikannya dan duduk di tempatnya.
Nana, yang memperhatikan Yuki dari sudut matanya, menghela napas lega. Setidaknya, dia baik-baik saja. Namun, jauh di dalam hatinya, ia berharap ada keajaiban, ingatan Yuki kembali. Walaupun dia sendiri tau, mungkin Yuki akan membencinya. Namun, itu lebih baik, daripada Yuki terus berada dalam pengaruh Ayaka.
**
Saat Jam pulang sekolah. Nana berdiri di depan gedung sekolah, matanya menatap lurus ke arah halaman sekolah. Matanya menangkap sosok Yuki yang melangkah menuju mobil Ayaka.
Saat melihat Yuki masuk ke dalam mobil itu tanpa ragu, sesuatu di dalam dirinya terasa hancur. Namun, sebelum kesedihan itu benar-benar menghancurkannya, Yuna menepuk pundaknya pelan. "Lu masih punya gua," ucapnya lembut.
Nana tersenyum kecil. "Terimakasih Yuna, lu emang sahabat gue paling berharga".
**
Sesampainya Di apartemen Ayaka. Yuki duduk di sofa, matanya menatap kosong ke luar jendela. Seharusnya dia merasa tenang berada di sini, tapi pikirannya terus melayang pada Nana. Ada sesuatu yang terasa salah. Ada perasaan yang sulit dijelaskan, seolah dia kehilangan sesuatu yang sangat penting. Namun, lamunan itu buyar ketika Ayaka duduk di sampingnya.
"Sayang, sebaiknya besok kamu nggak usah sekolah dulu," kata Ayaka sambil menyentuh tangannya. "Aku khawatir kamu pingsan lagi."
Yuki menggeleng. "Aku baik-baik saja. Lagipula, kalau nggak sekolah, aku bakal bosan kalau cuma diam di kamar."
Ayaka menatapnya sejenak sebelum tersenyum lembut. "Aku akan cuti lagi untuk menemani kamu di sini."
Yuki menggeleng lagi. "Nggak perlu. Aku nggak mau ganggu pekerjaanmu."
Ayaka tidak membalas. Namun, meskipun Yuki menolak, dia tetap tidak berhenti menunjukkan perhatiannya. Sedikit demi sedikit, perhatian dan kasih sayang Ayaka mulai membuat Yuki lupa akan pikirannya tentang Nana.
Dan mungkin, tanpa ia sadari, benih-benih perasaan itu mulai tumbuh.
**
Keesokan harinya, Pagi itu, langit masih sedikit redup ketika mobil Ayaka berhenti di depan gerbang sekolah. Yuki turun seperti biasa, namun ada sesuatu yang berbeda, kerumunan siswa masih berkumpul di luar gerbang, terutama anak-anak kelas 1. “Ada apa ini?” gumam Ayaka, melirik ke arah spion.
Yang membuatnya semakin curiga, Yuki tidak langsung masuk ke sekolah. Sebaliknya, dia berjalan ke arah kerumunan, bergabung dengan mereka seolah sudah tahu apa yang sedang terjadi. Ayaka mendesah pelan, tetapi tidak menghentikannya.