Di dalam hening dan gelapnya malam, akhirnya Shima mengetahui sebuah rahasia yang akan mengubah seluruh hidupnya bersama Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaLibra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Shima-ku
Hari - hari berlalu. Cello masih saja memikirkan Shima.
"Kenapa aku selalu memikirkan jal4ng itu? Bukankah ini memang yang aku inginkan? Mungkin aku butuh refresh pikiran, malam ini aku akan datang ke bar yang biasanya. Huffftt.. Rupanya memang Andre meninggalkan aku. Dia lebih membela gadis kampung itu, ketimbang aku, sahabat lamanya. "Cello menggumam dan sorot matanya menerawang jauh.
Semenjak insiden Shima pulang kampung dan di antar olehnya, Andre memilih untuk tidak pernah menampakkan wajahnya di hadapan Cello. Andre memutuskan untuk bekerja di salah satu Resto milik keluarga Kim. Ia mencoba memulai hidup barunya dengan benar. Tanpa mabuk dan tanpa wanita.
*
*
Kim yang duduk di meja kasir, banyak bengong dan melamun. Ia sangat merindukan Shima. Saat mengetahui jika Shima pulang kampung, ia juga meninggalkan indekost yang selama ini ia tempati. Ia kembali tinggal di rumah dengan Ibunya.
Kim juga mengetahui fakta bahwa Cello kembali lagi ke kota tanpa Shima. Dan Kim berfikir jika Shima tinggal di kampung bersama kakak iparnya, tanpa tahu bahwa sebenarnya Shima sudah meninggalkan kampung dan entah pergi kemana. Andai ia tahu, ia pasti sudah kalang kabut mencari Shima dan membawanya ke hadapan Ibunya.
*
*
Mentari mulai naik membuat panasnya terasa menembus kulit. Pengunjung resto semakin ramai saat menjelang makan siang. Andre sebagai manager di resto tersebut, berkali - kali menatap Kim dengan tatapan iba. Kok ya ada, lelaki mapan mencintai gadis kampung segitu dalamnya, terlebih ia istri orang. Andre menggelengkan kepalanya pelan.
"Kim, kita ke kampung yuk! " ajak Andre.
"Mau apa? Shima waktu itu juga marah kan, dan bilang aku juga ikut andil dalam masalahnya dengan Cello. "
"Terus lu mau gitu, diem bengong planga - plongo ga ada usahanya"
"Kalau Shima emang jodohku, kita pasti bertemu" Kim tersenyum sendu.
"Emang dodol si Cello. Gua udah lama temenan sama dia, dia sebenernya anak baik, tapi semenjak ayahnya meninggal, dan uangnya habis sama pacarnya, dia kayak gak bisa percaya sama orang baru."
"Ya udah lah mungkin udah nasib Shima, tapi aku kasihan juga dengan dia. Gadis pelunas hutang, dapet suami yaa ganteng sih, tapi dodol. Waktu pulang kampung malah rumah dan tanah milik ayahnya di jual sama ibunya, ibunya kawin lagi, hamil pula, dan yang bikin emosi jiwa, ibunya hamil sama suami orang juga." Terang Kim sedikit menggosip.
"Lu hafal bener lu"
Kim hanya tersenyum menanggapi. Ia benar -benar merindukan Shima. Entah bagaimana kabarnya saat ini. Dia ngidam rujak kedondong lagi kah? Dia sudah minum susu hamil kah? Atau ia sedang melamun sendirian? Kim selalu mellow saat mengingat Shima.
*
*
Di tempat lain.
Seorang wanita paruh baya sedang belanja di sebuah pusat perbelanjaan. Wanita tersebut, kecarian saat hendak membayar di kasir. Ia ingat betul jika dompetnya tadi sudah di masukkan ke dalam tasnya. Apa mungkin terjatuh? Atau bahkan di copet? Ia terus memeriksa dalam tasnya hingga membuat antrean di belakangnya semakin mengular panjang.
"Cepet dong Bu, anak saya nangis nih. Kalau Ibu gak punya duit, gak usah sok belanja disini. Tampilan badas duitnya kandas" Cibir wanita lain di belakang wanita paruh baya tersebut.
"Sebentar ya Mbak, saya lagi cari ini. Tadi seingat saya sudah saya masukkan ke tas sebelum berangkat"
"Ibu minggir deh, biar saya duluan. Ibu kan gak ada duit buat bayar. Belanjaan segitu paling berapa sih kok sampai gak bisa bayar" ucap wanita itu dengan nada mengejek.
Bu Sofie hanya menghembuskan nafas kasar. Kalau bukan tempat umum sudah di ajak duel saja wanita gi_la di belakangnya ini. Belum tahu saja dia, siapa Sofia Artawijaya. Padahal wajah Sofie sudah berulang kali masuk portal berita. Mungkin saja wanita tersebut hanya kaya KW empat, jadi tidak mengenali Sofie.
Bu Sofie menepi dan mencoba menghubungi Kim tapi sampai panggilan yang ke sembilan, Kim tidak juga mengangkat panggilannya.
Saat Bu Sofie sedang bingung, seorang wanita cantik datang menghampirinya.
"Ibu ada masalah? " Tanyanya lembut.
"Eh.. ini mbak, dompet saya hilang. Saya lagi telpon anak saya tapi belum di angkat. Kalau saya tinggal, nanti saya males masuk sini lagi"
"Berapa total belanjaan Ibu? Biar saya yang bayarkan dulu."
"Ahh gak usah mbak. Saya gak enak" Jawab Bu Sofie sambil sesekali menggosok tengkuknya.
"Gak papa bu, nanti kalau ibu sudah ada uang, bisa di ganti" Ucap wanita muda tersebut.
Bu Sofie menghembuskan nafasnya kasar.
Akhirnya belanjaan Bu Sofie yang totalnya hampir tiga juta itu, dibayarkan juga oleh wanita muda tersebut. Setelahnya, Bu Sofie mengajak Shima duduk di taman yang ada di dekat Mall tersebut.
"Ah maaf, nama mbak siapa? Sekalian nomor telepon dan rekeningnya ya"
"Nama saya Shima bu."
"Baik mbak Shima, saya catat nomor teleponnya ya"
Shima memberikan nomor teleponnya kepada Bu Sofie.
"Mbak Shima hamil berapa bulan?"
"Ehm.. Sekitar 17 minggu bu" Jawab Shima ramah.
" Mbak tinggal dimana? Kapan - kapan saya boleh kan mampir? "
"Saya tinggal di kontrakan Melati bu, di belakang Mall yang tadi. " Jelas Shima.
Mereka terus berbicara. Shima termasuk pendengar yang baik untuk sekelas Bu Sofie yang memiliki kecepatan bicara seratus dua puluh kilometer per jam.
Saart mereka sibuk tertawa, terdengar suara ponsel Bu Sofie berdering. Beliau menggeser ikon hijau di layar hapenya. Belum sempat si penelepon membuka suara, Bu Sofie lebih dulu mengeluarkan jurus Seribu suara.
"Bagus, Ibumu hampir saja di keroyok massa karena tidak sanggup membayar belanjaan dan kamu tidak memperdulikan telepon dari orang tua yang sudah renta ini. Mamah sumpahin kamu cepat menikah dan semakin kaya raya, biar tahu rasa. Untung ada mbak Shima yang nolongin. " Bu Sofie agak mendramatisir keadaan.
Si penelepon di ujung sana sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya. Namun, dunia seakan berhenti berputar dan jantungnya berdetak lebih cepat. Keringat dingin mengaliri telapak tangannya, wajahnya pucat dengan kakinya yang gemetar, lidahnya mendadak kelu saat ibunya dengan jelasnya menyebutkan satu nama yang sama dengan wanita yang di cintainya.
"Bukan Shima-ku kan? "