Sarah sang pemeran utama beserta para survivor lainnya telah berada di sebuah dunia tiruan yang nampak aneh. Mereka harus bisa bertahan hidup dengan melewati permainan yang di sebut dengan " 25 aturan iblis ", dimana permainan ini memiliki setiap aturan dan teka teki yang cukup menyulitkan. yang berhasil bertahan hidup sampai akhir, adalah pemenangnya. lalu hadiah yang akan di terima adalah satu permintaan apa saja yang diinginkan...... Mampukah Sarah dan para survivor lainnya keluar dari dunia aneh itu..? lalu bagaimana caranya Alena adik perempuan Sarah yang telah menghilang selama 12 tahun berada di dunia itu....?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muhamad aidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Kelompok kecil remaja dan anak-anak
" Bagaimana kita bisa menemukan mereka, kita tak tahu mereka menuju titik mana dan mereka di game mana....". Bara yang sedikit emosi dengan Sarah yang bersikeras ingin menemukan para penjarah itu.
Beberapa saat ketika Sarah di todong Dengan pisau yang di tempel di lehernya, dia dapat memastikan para pelaku yang berjumlah lima orang itu adalah para remaja yang usianya berkisar dua belas hingga tujuh belas tahun. Nada bicara, postur, sampai cara si penodong itu.
" Jika kau tahu mereka tidak terlatih mengapa kau tidak menyerang balik...? ". Bara mulai menaikkan nada bicaranya. Elang yang tahu bahwa sahabatnya itu memang gampang emosi langsung menenangkannya.
" Kak, Sarah selalu menjadi kakak Perempuanku yang terbaik ". Alena tersenyum kepada Sarah. " Kakak memang seperti ini, selalu seperti ini. Namun, di dunia seperti ini sisi gelap manusia adalah musuh utama kita. Tak pandang bulu siapapun itu, musuh tetap musuh ". Alena membelai rambut panjang Sarah lalu memeluknya.
" Aku akan melindungimu , apapun yang terjadi... ". Alena mungkin adalah satu-satunya orang yang dapat mengerti Sarah. Sebenarnya Sarah bisa saja melawan balik mereka jika benar apa yang di katakan Sarah bahwa pelakunya adalah remaja tanggung. Sebelum mereka bertiga pergi mencari buruan, Alena memberikan sebuah pisau lipat untuk Sarah. Apalagi Sarah telah di latih beladiri dasar ketika dia duduk di bangku sekolah dasar oleh ayahnya.
Elang menarik tangan Bara agar menjauh dari mereka berdua. Mengajaknya pergi ke ruang tamu.
" Ini bukan sepenuhnya salah Sarah....".
" Loe ngebela perempuan itu....? ".
" Gua gak ngebelaen siapa-siapa. Makanan dan perlengkapan masih bisa di cari. Lagipula, kartu emas masih ada satu punya gua. Dan kita masih punya visa selama empat hari ". Elang mencoba menenangkan Bara. Menyuruhnya mengontrol emosinya.
" tenangkan diri, sekarang lebih baik kita makan dahulu dengan hasil buruan kita hari ini ". Ketika Bara sudah mulai nampak tenang akhirnya mereka memutuskan untuk menetap di rumah besar itu dan memakan hasil buruan yang di dapat.
Malam semakin larut , setidaknya Bara sudah tak lagi marah kepada Sarah. Sikap jantannya membuat Elang dan Alena cukup salut kepada Bara. Dia menyodorkan tangannya kepada Sarah dan meminta maaf untuk kejadian tadi. Sarah hanya tersenyum dan menerima sodoran tangan dan maaf Bara. Hasil buruan yang lumayan ,membuat mereka bisa kenyang untuk malam ini. Dan melanjutkan rencana besok.
" Besok kita akan meneruskan perjalanan, kemungkinan kecil dapat bertemu dengan para penjarah itu, namun hanya keberuntungan yang mungkin bisa membuat kita bisa menemukannya ". Alena mulai membicarakan rencana mereka esok.
Pagi itu kami mulai melakukan perjalanan kembali, menuju pinggiran kota. Semuanya terasa sunyi seperti biasanya. Yang selalu kami pikirkan berapa survivor yang selamat malam itu...? Bagaimana teriakan mereka ketika menghadapi kematian...? Dan berapa jumlah yang selamat...? Entahlah, semua itu masih menjadi tanda tanya bagi mereka yang melewati aturan keempat pada malam itu.
Kami terus berjalan ke arah timur seperti yang sudah di rencanakan. Gedung - gedung sudah terlihat menjauh dan jalanan kota yang ramai dengan bangunan dan proyek jalan sudah tak terlihat lagi. Hanya jalan besar utama yang nampak mencolok dengan barisan bangun ruko maupun persawahan yang masih belum tergusur oleh bangunan. Kami telah berjalan jauh hingga siang telah menampakkan sinarnya yang cukup panas.
" Kita istirahat di sana... ". Alena menunjuk sebuah bangunan. Sebuah restoran, beruntungnya. Kami memasuki restoran itu, semua tidak terlalu berantakan, namun ada beberapa makanan yang sudah tersaji di meja, semuanya telah membusuk.
" Beberapa bahan makanan sudah membusuk". Alena yang membuka kulkas tempat penyimpanan bahan makanan. Karena tidak adanya listrik tentu saja kulkas dan ruang pendingin untuk mengawetkan makanan menjadi busuk.
" Kumpulkan yang masih bisa di makan ". Perintah Alena kepada yang lainnya.
" Apa perlu gunakan kartu emas ini ..? ". Elang mengeluarkan kartu miliknya. Kartu terakhir yang mereka punya saat ini. Alena menggeleng, Karena tempat yang tidak pas untuk memanfaatkan tempatnya. Mereka berempat makan seadanya , yang terpenting adalah perut mereka bisa kenyang dan bertenaga. Sarah yang sedang mengambil air di belakang mendengar sesuatu dari ujung lorong menuju ruang staff. Suara yang aneh, Seperi benda yang jatuh.
" Ada apa...? ". Tiba-tiba Elang mengagetkan dirinya.
" Aku mendengar sesuatu dari ujung lorong itu.. ". Elang mengeluarkan pistol. Senjata api yang berhasil di ambil dari serigala dalam game aturan ke dua. Elang melangkah perlahan diikuti Sarah yang juga memegang pisau lipatnya. Mereka berjalan perlahan mengendap langkah demi langkah. Suara nafas yang tak beraturan, dan detak jantung yang mulai kencang terasa begitu mendebarkan di situasi yang tegang ini. Mereka berdua sampai di ujung lorong tempat asal suara aneh itu datang. Sebuah pintu, dimana nama ruangan itu tertempel di tengahnya, ruang khusus staff.
Elang perlahan membuka gagang pintu yang tidak terkunci, lalu membukanya perlahan sambil terus menodong pistol ke depan.
" Hati-hati... ". Bisik Sarah kepada Elang. Ruangan itu telah sepenuhnya terbuka. Ruangan tempat istirahat dengan sebuah loker besar dan sofa panjang dan meja. Kulkas dan ras sepatu yang berjejer samping. Benar-benar Seperti ruangan staff pada umumnya.
" Bagaimana...? " Sarah masih berbisik. Dia siap siaga di dekat pintu keluar. Elang memberikan respon hanya menggeleng tanda tidak menemukan asal suara yang di maksud.
" Aman.... Semua aman.. ". Setelah di rasa tidak ada apa-apa, Elang menurunkan kewaspadaannya.
Jlebbb .... sebuah pisau lipat tepat menusuk telapak tangan yang memegang pistol. Pistol itu langsung jatuh ke bawah, sementara lengan Elang terluka parah akibat tusukan pisau itu. Seseorang bertopeng langsung menyerang Elang dan menendang tubuhnya hingga terjatuh, dia sigap langsung mengambil pistol itu dan langsung diarahkan kepada Elang.
Clak.... Tidak meletus, pistol itu tidak meletus sama sekali setelah ditekan pelatuknya. Sarah yang melihat kesempatan tanpa ragu menyerang balik. Dia melukai orang bertopeng itu dengan menyabetkan pisau lipat itu tepat ke tangan orang bertopeng itu. Pistol itu terjatuh kembali, orang bertopeng itu mundur selangkah, sambil memegang tangan yang sudah berdarah akibat sabetan pisau lipat Sarah.
Sarah yang sudah tidak ragu, menjatuhkan orang bertopeng itu dengan sekali sergap. Lalu menguncinya dengan tubuh Sarah.
" Diam dan jangan bergerak, jika kau masih sayang nyawa... ". Pisau lipat itu dia tempelkan di leher orang bertopeng itu.
Elang langsung berdiri dan mengambil pistol miliknya.
" Dasar bego.... Aku sudah mewaspadai senjataku akan di rebut, karena itu, aku mengosongkan pelurunya.
Elang menukar magazine yang kosong itu dengan magazine yang berpeluru. Lalu mengokangnya.
" Kini pistolnya sudah berpeluru... ". Elang langsung menodongkan pistolnya ke arah orang bertopeng yang sudah tak berdaya itu.
" Berhenti... Kami menyerah...tolong jangan tembak atau lukai dia... ". Tiba-tiba suara seseorang muncul dari bawah meja panjang itu. Seorang bertopeng muncul, lalu membuka topengnya.
seorang wanita muda, lebih tepatnya remaja wanita.
" tolong jangan tembak, ampuni kami...". Remaja putri itu memohon belas kasihan kepada Elang dan Sarah.