"Kamu akan menyesalinya, Aletta. Aku akan memastikannya." Delvan mengancam dengan raut wajahnya yang marah pada seorang wanita yang telah menabrak mobilnya.
Azada Delvan Emerson adalah pengusaha yang paling ditakuti, tidak hanya di negaranya tetapi juga di luar negeri, karena sifatnya yang arogan dan kejam. Dia bukan orang yang mudah memaafkan atau melupakan.
Sementara itu, Aletta Gabrelia Anandra merupakan putri kedua dari keluarga Anandra yang baru saja menabrak mobil Delvan dan menolak untuk tunduk di hadapan Azada Delvan Emerson yang menantangnya untuk melakukan hal terburuk.
Akankah Delvan berhasil membuat Aletta bertekuk lutut terutama sekarang, karena ia harus menikah dengannya atau akankah Aletta berhasil melawan suaminya terutama ketika ia mengetahui bahwa dia adalah kekasih dari musuh bebuyutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
"Kakak, kamu baik-baik saja?." Tanya Vian terlihat kaget. Dia tidak yakin bahwa orang yang duduk di depannya adalah kakaknya.
Delvan yang selalu bersikap dingin yang dikenalnya tidak akan pernah mengucapkan kata-kata seperti itu dengan mudahnya.
Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi pada Delvan dan itulah mengapa dia berperilaku seperti ini.
"Apa yang kau lakukan di sini?." Tanya Delvan dengan nada dinginnya, mengabaikan pertanyaan Vian dan balik bertanya.
"Aku datang ke sini untuk mengajak kakak ipar ku makan siang bersama, tapi aku tidak melihat kalian di kantor mu. Itulah sebabnya aku datang ke ruang pribadi mu." Kata Vian menjelaskan sembari mengalihkan pandangannya karena hatinya tidak sanggup melihat momen Delvan dan Aletta yang sedang bermesra-mesraan lagi.
"Hmmm." Gumam Delvan sebagai jawaban. Dia melonggarkan cengkeramannya pada pinggang Aletta, sementara Aletta segera melompat turun dari pangkuan Delvan.
"Kamu bilang kamu belum makan siang. Ayo, kita makan siang." Ajak Delvan kemudian.
"Tidak!." Kata Aletta menolak dengan tegas. "Aku punya banyak hal yang harus kulakukan di kantor." Sambungnya berbohong berbohong.
"Kantor siapa?." Delvan mengangkat sebelah alisnya dengan penuh tanya sementara bibirnya membentuk senyum nakal. Aletta memang pembohong yang buruk!
"Aku harus pergi menemui kakak ku kantornya. Aku tidak punya waktu untuk makan siang!." Jawab Aletta dengan tegas.
"Baiklah kalau begitu."
Aletta menghela napas lega karena Delvan tidak mendesak masalah itu lebih jauh.
Sebenarnya Aletta merasa takut untuk makan siang bersama karena Delvan mungkin akan mencoba untuk mendekatinya dan Aletta tidak ingin itu terjadi.
Entah bagaimana Delvan selalu berhasil membuat Aletta kehilangan akal sehatnya dan hal itu membingungkan baginya.
Mungkin jika Aletta menjaga jarak darinya, dia tidak akan terlalu terpengaruh oleh Delvan.
"Aku pergi dulu. Sampai jumpa." Kata Aletta lembut dan berjalan menuju pintu keluar.
"Siapa yang bilang kamu boleh pergi?." Tanya Delvan.
"Apa?!." Seru Aletta. Dahinya berkerut karena tidak percaya. "Kupikir kamu sudah setuju. Kamu bahkan berkata 'Baiklah kalau begitu'." Kata Aletta sembari meniru cara bicara Delvan.
"Tidak, aku hanya mengatakan itu karena aku mengerti alasanmu tidak mau makan siang bersamaku, tapi itu tidak berarti aku setuju. Kita masih harus makan siang bersama seperti yang aku usulkan." Kata Delvan dengan santainya.
Sementara Aletta tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
Mengapa Delvan begitu ngotot untuk mengajaknya makan siang?.
"Tapi pekerjaanku..." Aletta mulai membantah, tetapi Delvan memotong perkataannya.
"Jangan khawatir tentang kakak mu. Aku akan mengurusnya". Kata Delvan dengan nada misterius.
Hal ini membuat Aletta menggigil ketakutan. "Apa yang akan kamu lakukan?" tanyanya curiga.
"Lihat saja nanti." Jawab Delvan, Ia mengeluarkan ponselnya, membuka kontaknya dan menghubungi sebuah nomor.
Ia kemudian menyalakan pengeras suara teleponnya. Setelah beberapa kali berdering, seseorang menerima teleponnya.
"Halo," kata suara yang familiar di seberang sana.
'Sial!' gerutu Aletta pelan. Delvan sebenarnya menelepon kakak Aletta hanya untuk memaksanya makan siang bersamanya.
Tiba-tiba Aletta merasa merinding karena bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh Delvan, hanya untuk menikahinya seandainya dia menolak untuk menikah dengannya.
"Halo Tuan Anandra, ini Azada Delvan Emerson." Kata Delvan memperkenalkan dirinya.
"Kau mendapatkan nomorku lebih dari setahun yang lalu, apa yang membuatmu akhirnya memutuskan untuk meneleponku hari ini, Delvan." Tanya Leo, tidak repot-repot menyembunyikan nada sarkasme dalam suaranya.
Delvan tertawa, tetapi garis tawanya tidak sampai ke matanya. "Kita akan segera menjadi keluarga, Tuan Anandra. Itu saja sudah cukup menjadi alasan untuk membuatku menghubungimu. Lagipula, kau akan menjadi kakak iparku." Kata Delvan dengan nada sarkastis yang sama seperti Leo.
Aletta dan Vian saling berbagi pandangan dengan gugup. Mereka berdua bisa merasakan ketegangan antara Delvan dan Leo.
Perkataan mereka mungkin terdengar biasa saja bagi orang asing, tetapi bagi Aletta dan Vian, mereka tahu bahwa di balik kata-kata manis itu terdapat hinaan.
Jelaslah bahwa Delvan dan Leo tidak menyukai satu sama lain, meskipun mereka tidak benar-benar mengenal satu sama lain.
Alasan ketidaksukaan mereka hanyalah karena kekuasaan.
Setiap orang dihormati di negara ini, tetapi mereka tidak akan memerintah rasa hormat yang hakiki selama pria itu masih ada dan hal ini saja sudah cukup untuk membuat mereka tidak menyukai satu sama lain.
"Tunggu dulu, Delvan. Aku bukan Kakak iparmu." Kata Leo. "Lagipula, adikku belum menyetujui pernikahan ini," imbuhnya sembari menekankan kata 'Kakak'.
Aletta menggigit bibir bawahnya begitu keras hingga dia bisa merasakan darahnya sendiri, tetapi itu bukan urusannya saat ini.
Ia lupa memberi tahu kakaknya tentang keputusannya untuk menikah dengan Delvan. Leo mungkin akan merasa tidak enak jika mendengar kabar itu dari Delvan.
Aletta segera bergegas mengambil ponsel dari Delvan sebelum Delvan menjawab pertanyaan Leo.
"Halo Kakak, ini aku Aletta."
"Aletta? Apa yang kamu lakukan dengan Delvan?" tanya kakaknya dengan dingin.
"Dia adalah calon istriku, Tuan Anandra. Aku pikir dia punya hak penuh untuk bersamaku." Kata Delvan dengan santai.
Aletta bisa tahu kalau kakaknya mulai kesal karena napasnya yang terdengar berat. "Aletta, Kakak bertanya sesuatu padamu. Kakak masih menunggu jawaban darimu!." kata Leo mengabaikan komentar Delvan.
"Nanti aku jelaskan padamu, Kak. Aku janji." Aletta segera memutus sambungan telepon sebelum Leo sempat mengatakan apa pun.
Dia lalu berbalik dan menatap tajam ke arah Delvan. Sementara Vian Diego melihat betapa kejamnya tatapan Aletta, tetapi Delvan tampaknya tidak terpengaruh oleh tatapan tajamnya.