Saat keadilan sudah tumpul, saat hukum tak lagi mampu bekerja, maka dia akan menciptakan keadilannya sendiri.
Dikhianati, diusir dari rumah sendiri, hidupnya yang berat bertambah berat ketika ujian menimpa anak semata wayangnya.
Viona mencari keadilan, tapi hukum tak mampu berbicara. Ia diam seribu bahasa, menutup mata dan telinga rapat-rapat.
Viona tak memerlukan mereka untuk menghukum orang-orang jahat. Dia menghukum dengan caranya sendiri.
Bagaimana kisah balas dendam Viona, seorang ibu tunggal yang memiliki identitas tersembunyi itu?
Yuk, ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2
Dengan langkah kecilnya yang cepat, peluh membanjiri seluruh tubuh, tangannya berkali-kali menyeka air yang jatuh di wajah. Viona berkejaran dengan waktu di tepi jalan kota metropolitan. Berlomba dengan bus-bus besar, truck bermuatan barang, serta klakson yang saling bersahutan di sepanjang kemacetan.
Dia terlambat pulang karena pekerjaan paruh waktu yang dilakukannya setelah bekerja di sekolah. Langit sudah berubah warna, kegelapan nyaris menyentuh cahaya jingga yang bertabur. Teringat pada anak semata wayangnya yang akan duduk menunggu di tepi jalan. Di daerah tempatnya tinggal ada banyak preman iseng yang suka mengganggu para gadis lemah seperti Merlia.
"Aku harus cepat! Lia pasti sedang menungguku," katanya menambah laju kedua kaki.
Kantong keresek hitam berisi makanan kesukaan Merlia ikut berjibaku di tengah kebisingan sore itu.
Tin!
Suara klakson berbunyi keras dan panjang.
"Hei, hati-hati!" Seseorang dari dalam mobil berteriak saat ia menyebrang dan hampir tertabrak.
Viona berbalik dan membungkuk sopan sembari meminta maaf, kemudian kembali berlari secepat yang dia bisa. Melompati pagar pembatas tanpa ragu agar cepat sampai di kontrakan tempat mereka tinggal. Tubuhnya yang mungil dapat berlari dengan cepat dan menghindari segala rintangan dengan mudah.
"Merlia!" Viona memanggil anaknya ketika kaki menginjak gang sempit menuju rumah.
Biasanya Merlia ada di sana menunggu, bersembunyi di balik sebuah pohon besar di ujung gang. Menghindari pria-pria yang suka mengganggu para gadis.
"Merlia!" Sekali lagi Viona memanggil, tak ada sahutan.
Dia kembali berlari mendekati pohon besar itu, tak ada siapapun di sana. Viona bergegas menuju rumah kontrakan sembari mengeluarkan kunci. Merlia tidak pernah membawa kunci rumah. Para tetangga di sekitar mereka pun terlihat cuek saja. Mereka bahkan jangan bertegur sapa. Tak peduli satu sama lain, hidup dengan urusan masing-masing.
"Merlia!" Dia berteriak sembari membuka kunci rumah. Tetap tak ada jawaban. Suara manis Merlia menyambut panggilannya tak terdengar sore itu.
Brak!
Viona melempar kresek hitam ke sembarang arah. Ia masuk dengan segera mencari keberadaan anaknya. Di kamar, dapur, kamar mandi, dan bagian belakang rumah. Merlia tidak ada di sana.
"MERLIA!" Teriakan suaranya terdengar pilu lantaran bercampur dengan tangis.
Viona berlari keluar, menatap ke kanan dan kiri. Berlari ke Selatan berharap anaknya ada di sana bersama para tetangga, tapi tak satu pun orang terlihat.
"Merlia!" Dia kembali memanggil, air mata sudah menganak sungai membanjiri pipi.
Viona kembali setelah tidak menemukan keberadaan anaknya.
"Bu, ada apa teriak-teriak? Ini sudah hampir gelap, orang-orang tidak ada yang di luar rumah. Jangan berteriak, suaramu sangat mengganggu," tegur salah satu warga dengan judes.
Bukan marah, Viona justru merasa lega ada seseorang yang keluar dari rumah. Ia datangi rumah tersebut dengan harapan dapat menemukan keberadaan Merlia.
"Maaf, Bu. Apa Anda melihat anak gadis saya pulang? Dia tidak ada di rumah," tanya Viona sambil memaksakan senyum meski hati menjerit sakit.
"Anakmu? Sepertinya saya belum melihat dia datang. Hati-hati, nanti anakmu berteman dengan anak-anak nakal yang suka keluyuran malam-malam. Hidupmu itu sudah susah, jangan ditambah susah dengan mengurus anak yang anakl!" sengitnya seraya masuk ke rumah dan menutup pintu.
"Tidak! Anakku tidak seperti itu. Dia anak yang baik, tidak mungkin bermain-main di luaran sana. Tidak! Aku tidak percaya. Aku harus mencari Merlia," ucap Viona pada diri sendiri.
Ia berlari ke rumah, menutup pintu dan kembali menyusuri gang sempit keluar dari pemukiman. Mencari keberadaan Merlia yang entah di mana. Viona tak tahu pasti ke mana kakinya melangkah.
"Sekolah! Aku harus mendatangi sekolah," katanya.
Merlia tidak pernah ke mana pun sepulangnya dari sekolah. Biasanya menunggu Viona di depan sekolah, atau di pohon besar saat ia terlambat pulang. Viona berlari lebih cepat saat melihat penjaga keamanan sekolah berjalan di sekitar gerbang.
"Pak!"
"Ugh! Kau membuatku terkejut, Vi! Ada apa ke sekolah? Hari sudah gelap," katanya sembari menunjuk langit.
"Aku mencari anakku. Merlia ... apakah dia masih di sekolah?" tanya Viona sembari menyeka air mata di pipinya.
Ia berharap gadis itu masih di sekolah menunggunya.
"Maaf, Vi, tapi aku sudah memastikan tak ada siapapun di sini. Aku sudah memeriksa semua tempat, dan memang tidak ada siapapun lagi. Hanya aku dan Parta di sini," ucap penjaga keamanan tersebut dengan yakin.
"Tidak, kau yakin sudah memeriksa semua tempat? Sudah memastikan dengan benar?" tanya Viona lagi tak sabar, tangannya yang memegang besi gerbang menguat seiring hati yang kian dilanda kecemasan.
"Ayolah, Vi. Di waktu seperti sekarang ini kau tahu sekolah melarang siswa berada di sini. Lagi pula, aku tidak melihat Merlia sejak pagi. Ku kira dia tidak masuk sekolah hari ini," ungkapnya dengan dahi mengernyit.
Viona nampak bingung, debaran di dalam rongga dadanya terasa sakit dan sesak. Ia tidak menginginkan kabar buruk. Dia hanya ingin anaknya.
"Tapi Merlia datang ke sekolah bersamaku pagi tadi, dan dia belum kembali ke rumah sampai saat ini," ucap Viona penuh penekanan.
Penjaga keamanan menghela napas panjang. Ia menggeleng pelan karena Viona yang keras kepala.
"Saat aku datang ke sekolah pagi tadi, aku tidak melihatnya sama sekali sampai detik ini. Kau tidak percaya padaku?" Dia menunjuk diri sendiri.
"Tidak, bukan seperti itu. Buka gerbangnya dan biarkan aku masuk. Aku ingin memeriksa sendiri," katanya menatap penjaga keamanan penuh harap.
Laki-laki itu terpaksa membuka gerbang, melanggar aturan sekolah. Viona merangsek masuk, tak sabar ingin memeriksa setiap tempat di sekolah itu. Ia berlari menuju kelas anaknya.
Penjaga keamanan mengikuti dari belakang, tatapan matanya mencurigakan. Ia tidak melepaskan pandangan dari sosok Viona yang berlarian di depannya.
"Merlia!" Dia memanggil sembari membuka pintu kelas dan menyalakan lampu.
Kosong, tak ada siapapun di sana. Hanya ada bangku-bangku yang berbaris rapi di atas meja. Viona tertegun beberapa saat, memikirkan tempat-tempat yang mungkin saja didatangi anaknya.
Viona melirik ke belakang, tatapan aneh itu dia bisa merasakannya.
"Berhenti menatapku seperti itu, dan singkirkan pikiran kotor mu!" bentak Viona membuat si penjaga keamanan tersentak kaget.
Tak menduga jika firasat Viona begitu tajam sehingga bisa mengetahui apa yang ada di dalam pikirannya.
Viona berbalik dan berlari menuju kamar mandi siswa. Di sanalah terakhir kalinya dia meninggalkan Merlia. Satu per satu pintu kamar mandi dibuka, memeriksa setiap kamar.
"Merlia! Sayang!" Suaranya bergetar setiap kali menyebut nama sang anak. Air mata pun turut luruh menghujani pipi.
Bahkan, kamar mandi siswa laki-laki pun tak luput dari pemeriksaannya. Viona membanting tubuh pada dinding, menumpahkan tangisan. Putus asa merundung hatinya.
"Merlia, di mana kau, sayang?" Ia menutup wajah dengan kedua tangan, menangis layaknya seorang perempuan.
Tak ada hal yang lebih menyakitkan dari pada harus kehilangan sang anak. Dikhianati, diusir suami, Viona masih bisa menahan air mata dan menjadi sosok kuat untuk anaknya. Akan tetapi, kehilangan Merlia, meluruhkan seluruh kekuatan dalam dirinya.
"Aku menemukan ini di bangunan bagian belakang," ucap penjaga keamanan sembari menyodorkan sebuah jepit rambut milik Merlia.
Viona mengangkat wajah, laju tangisnya terhenti melihat benda itu. Ia meraihnya, menelisik dengan saksama.
"Merlia!"
****
Selamat membaca. Jangan lupa jempolnya, terima kasih banyak.
kyknya Peni yg terakhir.. buat jackpot bapaknya.. si mantan Viona..!! 👻👻👻