NovelToon NovelToon
META

META

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Keluarga / Persahabatan / Romansa / Bad Boy / Enemy to Lovers
Popularitas:428
Nilai: 5
Nama Author: hytrrahmi

Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehilangan sosok yang ia harap mampu melindunginya, membuat hati Meta kian mati rasa.

Berbagai upaya telah Meta lakukan untuk bertahan. Dia menahan diri untuk tak lagi jatuh cinta. Ia juga menahan hatinya untuk tidak menjerit dan terbunuh sia-sia. Namun kehadiran Aksel merubah segalanya. Merubah pandangan Meta terhadap semesta dan seisinya.

Jika sudah dibuat terlena, apakah Meta bisa bertahan dalam dunianya, atau justru membiarkan Aksel masuk lebih jauh untuk membuatnya bernyawa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hytrrahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Waktu dan Perlintasan (a)

Tepat di hari kedua setelah permintaan aneh Risa yang memohon agar Meta menemui ibu kandungnya sekali saja. Dan kini, pukul dua siang lewat sepuluh menit, Meta akan mewujudkan keinginan wanita itu. Kedua tangannya sibuk mengeluarkan pakaian dari lemari, menaruhnya pelan-pelan di atas kasur.

Saat semua sudah tertumpuk di atas kasur, Meta meraih tas yang tidak terlalu besar, menandakan kalau kepergiannya tak akan lama. Bokongnya mendarat sempurna di atas kasur empuk itu, tangannya kembali bergerak memilah mana pakaian yang akan dibutuhkan. Wajahnya datar, hatinya menjerit tak ingin meninggalkan Risa dan semua kegelisahannya.

Tapi apa daya, Meta tak punya keberanian untuk menolak, apalagi setelah mengobrol dengan ibu kandungnya kemarin. Meski hanya lewat telepon, Meta masih dapat merasakan ketakutan wanita itu. Lalu ingatan siang itu hinggap kembali di kepalanya.

"Sayang, kenapa baru diangkat? Mama telepon kamu berkali-kali karena takut terjadi sesuatu sama kamu, kamu nggak apa-apa, kan?" Seusai memberi salam yang ia tahu tak akan dijawab oleh Meta, wanita diseberang telepon tetap mencurahkan kecemasannya.

Dengan wajah yang tertunduk tanpa ekspresi, Meta menyunggingkan senyumnya. Risa masih di dekatnya, menatap dengan perasaan ingin tahu. "Aku baik."

"Semalam Risa kirimin Mama pesan, katanya terjadi sesuatu sama kamu dan itu bikin Mama kepikiran terus, Ta. Kamu yang jujur sama Mama, ada apa?"

Setelah mendengarkan baik-baik maksud Vina yang tiba-tiba menghubunginya disela-sela kesibukan mencari uang, Meta mengangkat kepala menatap Risa. Wanita itu memperlihatkan wajah memelas dan Meta cukup malas untuk memperdebatkan hal itu. Ia sudah cukup paham alasan apa yang Risa miliki atas tindakan menyebalkannya ini.

Tak mau lama-lama melihat wajah Risa, Meta menarik wajahnya kembali dan menjawab pertanyaan wanita yang sedang menunggu jawabannya.

"Besok kita ketemu, Ma."

"Kamu serius, Ta? Kamu mau ketemu sama Mama?"

Dalam hati, Meta meringis. Dalam pikirannya pun, ia tak pernah terniat untuk memanggil Vina dengan sebutan mama lagi. Sebab wanita itu telah memilih jalannya sendiri, memilih takdirnya sendiri dengan menyingkirkan anaknya sendiri. Meta merasa Tuhan ikut menghukumnya karena pilihan bodoh itu, hal yang paling tidak ia terima sampai saat ini. Termasuk keadaan Vina.

"Iya, aku mau. Ibu pengen banget aku ketemu sama M-mama, mumpung lagi nggak sekolah juga," bohongnya sambil terbata.

Wanita di seberang sana terdengar sangat kegirangan, membuat hati Meta kembali tersayat. Tapi logikanya menolak untuk iba, kepada wanita yang telah membawanya ke dunia ini.

Saat usapan lembut Risa jatuh di puncak kepalanya, air mata Meta menggenang. "Kita mau ketemuan di mana? Aku nggak mau sampai bapak tau kalau kita ketemu," katanya.

"Mama bakalan ubah penampilan Mama, Ta, jangan khawatir. Kita ketemu di taman aja, nanti kita cari tempat yang jauh dari keramaian," jawab Vina. "Memangnya kenapa kalau Beni tau? Dia nggak ngebolehin kamu ketemu Mama?"

"Aku cuma nggak mau dalam masalah. Karena terlibat sama Mama selalu aku yang harus ngalah."

"Ta ...."

"Sampai ketemu, Ma. Besok jam tiga sore."

Tanpa menyadari keadaannya, Meta merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari pelupuk matanya. Menggelinding jatuh dan menarik kekosongan Meta. Hingga kesadarannya datang, gadis itu kembali berkemas. Mengenyampingkan pikiran tentang Vina dan keputusannya yang bertabrakan. Ia tahu perlakuannya itu kejam sekali, tapi sakitnya masih nyata, Meta belum bisa berdamai dengan fakta itu.

Meta terisak ditengah-tengah kegiatannya, perlahan mengusap matanya yang memerah. "Aku nggak mau ketemu sama ketakutan terbesar aku, Bu. Atau aku akan semakin kehilangan diri aku sendiri. Aku takut Ibu kenapa-napa tanpa aku."

Rasanya berat dan sesak, dada serta kepalanya kian penuh, Meta merasakan dan menikmatinya. Namun saat memikirkan Risa, seolah oksigennya hampir habis. Risa yang tadinya memantau di luar kamar langsung masuk, memeluk putrinya dengan wajah yang basah.

Risa mengusap punggung Meta. "Ibu dijagain sama Putra, Ta. Jangan khawatir sama Ibu, ya."

"Terus Ibu nggak khawatir sama aku?" Nada suara Meta bergetar. "Kalau aku kenapa-napa di jalan gimana? Terus kalau aku dipaksa kerja kayak Mama Vina, Ibu gimana?"

"Ta, kamu nggak boleh punya pemikiran kayak gitu," sanggah wanita itu cepat sambil menjauhkan tubuhnya untuk menatap Meta. "Vina itu mama kandung kamu, seorang ibu, nggak akan mau hal buruk terjadi sama anak-anaknya."

"Tapi Mama Vina itu beda! Dia nggak kayak Ibu."

"Aksel akan pergi sama kamu, Ibu udah percayakan kamu sama dia, Ta. Soal bapak, biar Ibu sama Putra yang tangani."

Wajah Meta yang tadinya sedih sekarang berubah kesal, menatap ibunya dengan sengit. "Bu! Kenapa ngajak-ngajak dia, sih? Aku nggak mau pergi, ah. Ibu tau, kan, aku benci banget sama dia?" rengek Meta.

"Hati-hati, ya. Aksel udah nunggu di depan. Tiga hari setelah itu, kamu sama Aksel harus pulang ke rumah dengan selamat."

"Jangan Aksel, Bu."

"Ta, kamu akan aman kalau ada sosok laki-laki di samping kamu."

Dari banyaknya pengalaman yang ia alami ketika di luar rumah sendirian, Risa mengatakan hal itu agar Meta mengerti apa yang ia takutkan. Wanita itu ikut membantu Meta berkemas, tak mempedulikan raut kesal yang putrinya pertontonkan.

Tiba-tiba, Meta menghentikan pergerakan ibunya. Menatap dalam ke sepasang netra yang selalu berhasil meluluhkannya. "Tanpa Aksel pun, aku bisa jaga diri aku sendiri, Bu," pungkasnya.

"Udahlah, Ta. Jangan membantah Ibu."

Meta berdecak, melepaskan genggamannya. "Ya udah," putusnya pasrah.

"Omongannya dijaga, ya. Aksel seperti lagi ada masalah."

"Hati dan perasaan Aksel bukan tanggung jawab aku, Bu."

Risa terkekeh mendengarnya, setelah itu tak ada lagi obrolan yang menculik senyum untuk datang selain rasa sedih, marah, kesal bercampur kecewa. Risa mencoba untuk tidak menangis dan bergegas menyuruh putrinya pergi bersama Aksel, agar tidak berpapasan dengan Beni.

...***...

"Dari tadi diem terus, lo nggak capek?"

"Lo nanya mulu, nggak capek?"

"Lo marah kayak gimana pun, gue tetep nggak akan ninggalin lo, Ta."

Wajah sengit yang diperlihatkan Meta membuat Aksel tersenyum hingga deretan giginya terlihat. Matanya fokus ke depan setelah melihat wajah kesal Meta sekilas. Sejak cewek berparas cantik tapi super galak itu duduk di sebelahnya, suasana di dalam mobil berubah panas dan menegangkan. Aksel mencoba mencairkan keadaan itu, tapi sekarang malah disembur.

Aksel mengambil sebotol air mineral yang mudah ia jangkau, namun Meta menahannya. "Gue bisa ambil sendiri, fokus aja ke depan. Kalau lo kenapa-napa nanti gue yang disalahin!"

"Emangnya kalau lagi sama lo, gue bakalan kenapa-napa?"

"Nggak tau, tanya aja sama dengkul gue," acuhnya, yang lagi-lagi menyentak tawa kecil Aksel.

"Kalau sama gue hawanya panas terus, bawaannya pengen berantem mulu. Kenapa, ya, Ta? Apa kita udah ditakdirkan berjodoh. Karena, kan, katanya jodoh cerminan diri, makanya kita berlawanan tapi saling melengkapi."

"Halu jangan ngajak-ngajak gue! Mimpi lo ketinggian bego!"

Nada suara Meta selalu tinggi saat berhadapan dengannya, Aksel yang mendengar itu justru tak berpikir untuk berpaling. Melainkan semakin penasaran dengan sosok yang galak itu.

"Jangan marah sama ibu lo, beliau cuma minta tolong. Gue juga mau minta maaf soal-"

"Nggak usah dibahas. Udah gue maafin sama Ibu, bukan salah lo sepenuhnya juga."

"Tapi bukan soal-"

"Ngomong lagi, gigi lo rontok semua!"

Terpaksa. Benar-benar sangat terpaksa dengan rasa takut yang hampir keluar kembali ditelan kuat oleh Aksel. Sekarang dirinya menghadap fokus ke depan, membiarkan Meta terdiam dan memejamkan mata. Merasakan rintik yang mulai turun mengetuk atap mobil. Aksel merasa, ini bukan saat yang tepat untuk memberitahu Meta apa yang terjadi.

Aksel menghela napas berat. Batinnya berujar lirih, kalau gue kasih tau sekarang, gue akan menghancurkan pertemuan lo sama mama lo, Ta. Gue nggak mau merusak kebahagiaan lo.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!