Seharusnya Marsha menikah dengan Joseph Sebastian Abraham, seorang duda dengan anak satu yang merupakan founder sekaligus CEO perusahaan kosmetik dan parfum ternama. Setidaknya, mereka saling mencintai.
Namun, takdir tak berpihak kepadanya. Ia harus menerima perjodohan dengan seorang Presdir yang merupakan rekan bisnis ayahnya.
Saat keluarga datang melamar, siapa sangka jika Giorgio Antonio Abraham adalah kakak kandung pria yang ia cintai.
Di waktu yang sama, hati Joseph hancur, karena ia terlanjur berjanji kepada putranya jika ia ingin menjadikan Marsha sebagai ibu sambungnya.
~Haaai, ini bukuku yang ke sekian, buku ini terinspirasi dengan CEO dan Presdir di dunia nyata. Meskipun begitu ini hanya cerita fiksi belaka. Baca sampai habis ya, Guys. Semoga suka dan selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Bikin Cemburu Bagian 1.
Giorgio sangat geram dengan apa yang dilakukan Joseph kepada istrinya. Berulangkali ia bahkan mengusap wajahnya dengan kasar sembari mondar-mandir tak jelas.
Seolah menggambarkan, ia tak sabar menunggu Marsha keluar dari ruangan.
Setelah sekitar lima belas menit menunggu, ia akhirnya melihat Marsha berjalan ke arahnya. Dengan langkah cepat, ia berjalan mendekati pintu.
Langkahnya bahkan lebih cepat dari Tuan Abraham dan Erika.
Pintu baru saja dibuka oleh Joseph, menimbulkan suara sedikit berdecit. Di waktu yang sama Giorgio langsung menarik Marsha ke dalam dekapannya. Lebay, memang.
"Mas, jangan kayak anak kecil. Ada banyak orang memperhatikan kita," bisik Marsha.
Mendengar ucapan Marsha, ada rasa penasaran yang tiba-tiba terlintas di benak Giorgio.
"Oke, kalau memang kamu gak ada perasaan sama aku. Tapi ... jangan cemburu kalau aku dekat perempuan seksi dan cantik!" ancamnya. Membuat Marsha tanpa sadar menaikkan sebelah alisnya.
Ada rasa tak terima yang ia rasakan. Tetapi entah mengapa, sisi lain dari dirinya tidak berani protes. Mungkinkah karena Joseph sedang berdiri dengan jarak yang lumayan dekat dengan mereka? Entah.
Tetapi Marsha memilih diam. Tak menjawab sepatah katapun. Seolah sengaja ingin menunjukkan betapa dingin hati dan perasaannya saat ini.
"Joey, aku akan masuk menemui Steven sebentar. Berhenti mengganggu istriku. Jaga Steven dengan baik, jangan sampai dia membuat repot lagi. Hubungi mantan istrimu, begitu lebih baik," tandas Giorgio dengan raut kesal.
****
Hari itu terasa melelahkan bagi Giorgio. Sebelum membawa Marsha pergi. Ia menyempatkan untuk berbelanja bahan dapur, sungguh kontras dengan latar belakang pekerjaannya.
Marsha bahkan tidak menduga jika suaminya adalah seorang pria mandiri dan disiplin. Kenyataan yang ia lihat sebelumnya adalah, Giorgio selalu dilayani.
Setelah pulang berbelanja, barulah Giorgio menyempatkan waktu untuk makan bersama Marsha di restoran cepat saji.
"Kenapa memilih tempat ini?" tanya Marsha heran.
Bukan tanpa alasan, tubuh Giorgio yang kekar dan berotot itu adalah bukti jika pria itu sangat gemar berolahraga dan sangat menjaga makanannya.
"Aku sedang ada janji dengan seseorang," cetus Giorgio santai.
Lalu kemudian ia menyesap minuman yang tersaji di mejanya. Segelas ice kopi dengan toping pisang bercampur es krim adalah pilihannya.
Sesekali ia memakan kentang goreng sambil menyibukkan diri memainkan gawai di genggaman tangannya.
Giorgio berubah sikap, sama sekali tak seperti biasanya. Ia menjadi dingin. Tak banyak bicara.
"Mas, masih marah? Aku harus apa?" tanya Marsha, mencoba mencairkan suasana yang ia rasakan sangat tegang sejak datang kemari.
Gio hanya menatapnya sejenak, lalu ia sibuk mengetik pesan lagi. Entah untuk siapa pesan itu dikirim. Benar-benar membuat Marsha penasaran.
Perempuan cantik itu mulai tak tenang. Ingin rasanya ia merebut paksa gawai di genggaman pasangannya. Tetapi tidak, ia tidak mau bersikap yang sama seperti yang dilakukan Giorgio kepadanya.
DRRREEEEET!
Suara benda pipih di tangan Giorgio bergetar. Pertanda ada pesan masuk dari seseorang. Kali ini Marsha mencoba acuh. Ia memilih menyibukkan diri dengan membaca novel online menggunakan ponselnya.
Giorgio meliriknya sejenak. Tak ada reaksi, pria itu mengesah berat. Tak lama berselang, akhirnya seorang perempuan cantik dan seksi muncul.
"Hai, Ko. Sudah lama?" tanya sekaligus sapanya, ramah.
Marsha terkejut, karena Giorgio mengundang perempuan lain tanpa seizinnya. Ada rasa tak nyaman kala itu. Perasaan aneh menjalar seketika. Ada tatapan kecewa dari manik hazel itu.
Namun, ia lebih memilih diam. Mencoba mereda. Beberapa kali ia bahkan refleks menggeleng, mencoba mencari tahu tentang perasaannya sendiri, barangkali.
Tak sekedar berjabat tangan, perempuan berbusana modis itu juga mendaratkan ciuman di kedua sisi pipi Giorgio. Membuat Marsha ternganga melihatnya.
'Sial,' batinnya, kesal.
"Aku tuh sudah nungguin dari tadi. Sampai mau pulang loh ini," sahut Giorgio sambil mengulas senyuman.
Marsha kesal. Rasanya ia benar-benar dipermainkan. Katanya tidak pernah dekat dengan satu perempuanpun, katanya dirumorkan sebagai seorang Gay. Mana kenyataannya? Memuakkan.
Wajah Marsha berubah mendung, ia bahkan tidak digubris keberadaannya.
"Mas Gio, sibuk ya? Aku mau pulang dulu," pamit Marsha. Dengan pelupuk matanya yang mulai dipenuhi embun.
Giorgio menahannya, ia meraih lengan Marsha.
"Duduk dulu, kenalin ... ini temen aku, Erlin," tuturnya.
Perempuan itu mengangguk, sambil tersenyum ia mengulurkan tangannya.
"Saya Erlin, Mbak. Pasti ini Mbak Marsha 'kan? Ko Gio ini menyerahkan penampilannya ke saya, jadi mulai sekarang jangan heran kalau sering ketemu saya," terangnya panjang lebar.
Marsha hanya sedikit tersenyum. Dan Giorgio melihatnya tanpa kedip.
"Penampilan?" tanya Marsha mengulang kalimat Erlin.
"Ya, dia seorang Presdir dintiga perusahaan keluarga. Penampilan adalah hal penting. Hari ini saya datang mau make over alisnya. Ko Gio memang sudah sangat tampan, tapi dia akan jadi lebih keren dengan arahan saya," jelas perempuan bernama Erlin itu.
Giorgio hanya mengangguk saja. Setelah itu, tak mau berlama-lama, ia mulai mengaplikasikan mascara dan menyapukan di kedua sisi alis Giorgio.
Risih. Marsha benar-benar kesal melihat suaminya disentuh perempuan lain.
Entah sejak kapan rasa itu mulai datang. Marsha menatap tajam keduanya terlebih Erlin mendekatkan wajahnya dengan wajah Giorgio, ia tampak dekat dan serius. Sementara Giorgio, entah sengaja atau tidak, yang jelas ia terlihat menikmati.
"Masih lama? Saya pergi dulu, Mas. Mau ke toko buku!" desis Marsha.
Tanpa menunggu jawaban, akhirnya ia beranjak berdiri setelah meraih hand bag miliknya.
Langkahnya sangat cepat, ia bahkan berjalan setengah berlari. Tidak lagi peduli dengan siapapun yang memanggilnya.
"Sya, Sayang ... tunggu aku. Marsha, kamu marah?"
Marsha acuh, setengah berlari.
Sesampainya di bahu jalan, ia duduk berjongkok sambil menangis. Di waktu yang sama, Giorgio menepuk bahunya.
"Marsha, bangun, ayo!" serunya sambil mengulurkan tangannya.
Marsha menggeleng cepat. Suaranya semakin terdengar jelas. Gadis itu menangis, suara isakan itu membuat Giorgio merasa bersalah.
"Sya, dia hanya teman. Sumpah," bujuk, Giorgio.
Menit setelahnya ia menghilang. Membuat Marsha akhirnya melepaskan kedua telapak tangannya yang semula ia pakai untuk menutupi wajahnya.
Giorgio menghilang, Marsha semakin kecewa. Ia kembali menangis, tetapi kali ini ia beranjak berdiri. Tidak peduli seberapa banyak orang memperhatikannya, ia meneteskan air mata di sepanjang trotoar jalanan ramai sambil melangkah tanpa tujuan.
Tak ada hal yang membuatnya benar-benar sesedih ini, ia menoleh ke belakang. Tidak ada, Gio tidak mengejarnya. Air matanya semakin mengalir deras.
"Ini hanya pernikahan drama bukan? Kenapa aku harus kesal? Kenapa aku sedih? Dan kenapa rasanya sesakit ini?" lirih Marsha bertanya-tanya.
Hujan turun seketika menyamarkan bulir bening di pelupuk matanya, ia berjalan tanpa henti, hingga akhirnya seorang pemuda yang menaiki motor menghampirinya.
"Marsha, kenapa main hujan? Mau aku antar?" tanyanya.
Marsha memicingkan matanya, ia sedikit lupa.
"Devan, kamu sendiri juga main hujan," balasnya.
Kedatangan seorang teman, ternyata tak lantas membuat sakit hati Marsha reda.
"Ayo, naik!" ajaknya.
Marsha belum sempat menjawab, tetapi Giorgio sudah datang dan menepikan mobilnya, ia keluar dengan menggunakan kaca mata hitam. Menambah kesan betapa menakutkan dan menawannya ia bagi para wanita yang melihat.
Tangan Kekar Giorgio bergerak cepat membuka payung. Ia berjalan mendekati Marsha. Setelah mereka berdiri sejajar, kedua mata mereka berdua saling beradu pandang.
"Maaf ya, tadi aku ambil mobil dulu. Aku panik, Sya," terang Giorgio.
Perempuan itu mematung, ia belum menjawab, tetapi Giorgio justru dibuat kesal dengan keberadaan pria lain di antara mereka.
Giorgio menatapnya tajam. Tatapan tak suka, entah.
Bersambung....