Alya dan Randy telah bersahabat sejak kecil, namun perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua mereka demi kepentingan bisnis membuat hubungan mereka menjadi rumit. Bagi Alya, Randy hanyalah sahabat, tidak lebih. Sedangkan Randy, yang telah lama menyimpan perasaan untuk Alya, memilih untuk mengalah dan meyakinkan orang tuanya membatalkan perjodohan itu demi kebahagiaan Alya.
Di tengah kebingungannya. Alya bertemu dengan seorang pria misterius di teras cafe. Dingin, keras, dan penuh teka-teki, justru menarik Alya ke dalam pesonanya. Meski tampak acuh, Alya tidak menyerah mendekatinya. Namun, dia tidak tahu bahwa laki-laki itu menyimpan masa lalu kelam yang bisa menghancurkannya.
Sementara itu, Randy yang kini menjadi CEO perusahaan keluarganya, mulai tertarik pada seorang wanita sederhana bernama Nadine, seorang cleaning service di kantornya. Nadine memiliki pesona lembut dan penuh rahasia.
Apakah mereka bisa melawan takdir, atau justru takdir yang akan menghancurkan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Perjodohan yang Tak Diinginkan
Bab 6: Perjodohan yang Tak Diinginkan
Alya masih terdiam, pikirannya berputar pada pernyataan ayah Randy. Perjodohan? Itu terdengar seperti sesuatu yang hanya ada di drama lama, bukan sesuatu yang nyata dan terjadi dalam hidupnya.
Randy yang duduk di sebelahnya juga tidak banyak bicara. Ia hanya menatap Alya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Aku tidak bisa menerima ini begitu saja, Randy," ujar Alya pelan, tetapi penuh tekanan.
Randy menghela napas panjang, lalu mengusap puncak kepala Alya dengan lembut. “Aku mengerti. Aku pun terkejut dengan keputusan ini.”
Alya menoleh, mencari kejujuran di mata pria yang selama ini ia anggap sebagai sahabatnya. “Tapi kamu tidak keberatan, kan?” tanyanya pelan.
Randy terdiam. Kata-kata itu seperti menampar kenyataan yang selama ini ia kubur dalam-dalam. Bagaimana mungkin ia menolak sesuatu yang diam-diam ia inginkan?
“Jujur saja, Alya…” Randy menarik napas dalam, berusaha memilih kata yang tepat. “Aku tidak seberat kamu dalam menghadapi ini. Mungkin karena aku sudah terbiasa melihatmu ada dalam hidupku.”
Alya mengerutkan keningnya. “Maksudmu?”
Randy tersenyum tipis. “Aku tidak pernah benar-benar menganggap mu hanya sebagai sahabat. Tapi aku tahu kamu tidak merasakan hal yang sama, jadi aku mencoba untuk tetap berada di sampingmu tanpa berharap lebih.”
Kata-kata Randy membuat Alya tercekat. Ia tidak pernah menyadari bahwa Randy menyimpan perasaan seperti itu.
“Randy… Aku—aku tidak ingin hubungan kita berubah karena perjodohan ini,” ucap Alya lirih.
“Kalau begitu, kita jalani saja perlahan. Kita hadapi ini bersama,” jawab Randy dengan suara tenang.
Alya mendesah. Ia tahu ini tidak akan mudah. Mamanya, Laras, bukan orang yang mudah dibantah.
***
Keesokan harinya, Alya pulang ke rumah dengan hati yang gelisah. Setibanya di rumah, Laras sudah menunggunya di ruang tamu dengan ekspresi tegas.
“Kamu sudah tahu keputusan keluarga Randy,” ujar Laras tanpa basa-basi.
Alya menelan ludah. “Ma, kenapa harus ada perjodohan? Aku dan Randy hanya sahabat.”
Laras menyandarkan punggungnya dengan sikap angkuh. “Sahabat? Kamu pikir persahabatan antara laki-laki dan perempuan bisa berlangsung selamanya? Kalian cocok, keluarga kita juga sudah lama dekat. Ini keputusan terbaik.”
Alya mengepalkan tangannya, menahan rasa frustasi. “Tapi Ma, ini hidupku! Aku ingin memilih jalanku sendiri.”
Laras menatap putrinya dengan tatapan tajam. “Dan kamu pikir keputusan ini bukan yang terbaik untukmu? Kamu sudah cukup dewasa, Alya. Kamu harus mulai memikirkan masa depan.”
Alya terdiam. Ia tahu berdebat dengan mamanya hanya akan berujung pada perasaan lelah dan sia-sia.
***
Beberapa hari berlalu, pertemuan dengan Randy menjadi sedikit canggung. Alya berusaha bersikap biasa, tetapi ada jarak yang tak bisa dihindari.
Hingga suatu sore, Alya duduk sendirian di sebuah kafe, menatap kosong secangkir kopi di depannya.
“Kamu terlihat tidak bersemangat,” suara Randy membuyarkan lamunannya.
Alya mendongak dan tersenyum tipis. “Aku hanya… merasa tidak punya pilihan.”
Randy menarik kursi dan duduk di seberangnya. “Kalau kamu benar-benar menolak perjodohan ini, aku akan bicara dengan orang tua kita.”
Alya menatap Randy dalam-dalam. “Kamu benar-benar akan melakukan itu?”
Randy tersenyum kecil. “Aku tidak ingin kamu terpaksa. Aku ingin kamu bahagia, Alya.”
Hati Alya mencelos. Untuk pertama kalinya, ia melihat ketulusan di mata Randy yang selama ini tidak pernah ia sadari.
Mungkinkah ia selama ini terlalu menutup diri?
Namun, sebelum ia bisa menjawab, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari mamanya:
"Alya, pulang sekarang. Ada hal penting yang harus kita bicarakan."
Alya menatap layar ponselnya, perasaan tidak enak mulai menyelimuti dirinya.
“Ada apa?” tanya Randy.
Alya menggeleng. “Entahlah. Aku harus pulang.”
Sesampainya di rumah, Laras sudah menunggu di ruang makan. Ekspresi ibunya tampak lebih serius dari sebelumnya.
“Ada apa, Ma?” tanya Alya hati-hati.
Laras menatap Alya lekat-lekat sebelum akhirnya menghela napas. “Alya, aku tahu kamu tidak suka dengan perjodohan ini. Tapi ada hal yang harus kamu tahu.”
Alya mengerutkan keningnya. “Apa maksud Mama?”
Laras mengambil napas dalam. “Ada alasan di balik keputusan ini. Keluarga kita memiliki utang budi yang besar pada keluarga Randy. Jika bukan karena mereka, kita tidak akan bisa bertahan setelah kepergian papamu.”
Alya terdiam. Ia tidak pernah tahu tentang ini.
“Kamu mungkin tidak paham sekarang, tapi menikah dengan Randy bukan hanya tentang kamu dan dia. Ini tentang keluarga kita.”
Alya merasa kepalanya berputar. Jadi, ini bukan sekadar perjodohan biasa?
Perasaannya semakin kacau.
Dan untuk pertama kalinya, ia mulai merasa bahwa dirinya tidak punya pilihan selain menerima kenyataan ini.