Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara Misterius
"Mahira... Mahira..."
Sayup-sayup Mahira yang mendengar suara seseorang memanggilnya membuka mata dan melihat ke sekelilingnya mencari darimana suara itu. Akan tetapi Mahira tidak melihat siapapun di ruang dimana dirinya dirawat, baik itu Ibu, Amar maupun bayi yang sebelumnya ada didalam box yang terletak di sebelahnya.
"Tidak ada siapapun disini lalu siapa yang memanggilku?" gumam Mahira dalam hati.
"Ahh mungkin aku hanya bermimpi." lanjut Mahira menenangkan hatinya yang sedikit ada rasa takut. Kemudian Mahira kembali memejamkan mata tapi baru beberapa menit, lagi-lagi suara itu kembali memanggil namanya.
"Mahira..."
Mahira kembali membuka mata mencari-cari darimana arah suara itu, dan alangkah terkejutnya saat Mahira menoleh ke samping kanan melihat Amir suaminya berdiri tersenyum kepadanya.
"M-m-mas Amir?" lirih Mahira terbata seakan tak percaya melihat Amir suaminya di depannya mengingat suaminya sudah meninggal dunia dua hari lalu.
"Masa lihat Mas takut." ujar Amir sambil membungkukkan badan lalu memegang pembatas ranjang untuk menopang tubuhnya.
"Eng-gak Mas, Aku hanya kaget saja."
Mendengar itu Amir tersenyum tipis, tapi di menit berikutnya wajah Amir berubah menjadi murung.
"Mas Amir kenapa?" selidik Mahira.
"Mas belum bisa tenang jika kamu belum menikah dengan Kak Amar," Amir menjeda ucapannya lalu meraih tangan Mahira.
"Kamu harus janji ya sama Mas, kalau kamu harus mau menikah dengan Kak Amar. Meskipun dia tidak banyak bicara dan terkesan dingin pada wanita, tapi Mas yakin jika Kak Amar akan menjadi suami dan Ayah yang baik."
"Maaf Mas, kalau itu aku tidak bisa janji."
"Kenapa Mahira, apa kamu tidak ingin anak kita memiliki Ayah yang baik? Aku tidak ingin kamu salah dalam memilih pasangan yang akan berakibat pada putra kita."
"Kak Amar terlihat tertekan jika berada di dekatku, jadi bagaimana kita akan menikah? Dan untuk masalah Ayah untuk putra kita, Mas tidak perlu khawatir, aku juga tidak berniat mencari pengganti Mas, sekarang kan Mas udah kembali jadi berdosa jika aku mencari pria lain."
"Mas sudah tiada Mahira!"
Mendengar itu Mahira terdiam bingung, bagaimana bisa suaminya tiada tapi sekarang dia masih berbincang dengannya.
"Mas sudah tiada, tidak akan menemanimu lagi apalagi menjaga putra kita." Mahira menurunkan pandangannya ketika merasa tangan Amir mulai melepaskan genggaman tangannya. Wajahnya berubah menjadi sedih, bahkan air mata terlihat menetes di pipinya.
"Masss..." lirih Mahira yang melihat Amir mulai melangkah mundur menjauhinya.
"Mas Amir... Mas.... jangan pergi Mas... Jangan pergi... jangan pergiiii..."
"Mahira!"
Mahira terbangun dari tidurnya ketika merasa ada seseorang yang mengguncang-guncang tubuhnya. Mahira semakin terkejut ketika melihat Amar lah yang berada di sampingnya bukan Amir yang baru saja berbincang dengannya, benar-benar terasa sangat nyata sampai Mahira berpikir yang mana sebenarnya yang mimpi.
"Kamu mimpi buruk?" tanya Amar yang melihat keringat memenuhi dahi Mahira serta nafasnya yang naik turun.
"Jadi tadi benar-benar mimpi," batin Mahira sambil menatap Amar yang terlihat begitu tenang dan dingin seperti hari-hari biasanya.
"Minumlah," ucap Amar sambil menyodorkan segelas air putih.
"Terimakasih." saut Mahira mengambil gelas yang ada di tangan Amar, tetapi tanpa sengaja jemari tangannya menyentuh tangan Amar sehingga membuat keduanya terdiam dan saling memalingkan pandangannya.
"M-maaf," ucap Mahira yang jadi merasa canggung.
"Its okay." saut Amar lalu mengambil kembali gelas yang ada di tangan Mahira lalu meletakkannya di atas meja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hampir lima bulan setelah kelahiran bayi laki-laki Mahira yang di beri nama Emir dengan nama tengah Javin dan nama belakang Asadel seperti Ayah dan juga Pamannya, kini Mahira sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, melakukan pekerjaan rumah, merawat Emir serta melakukan aktivitas lainnya.
Kini Mahira bukan hanya sehat secara fisik, tapi kesehatan batin karena kehilangan suaminya pun berangsur pulih karena terhibur dengan perkembangan Emir yang semakin hari semakin lucu dan menggemaskan, membuat dirinya bersemangat untuk menjalani kehidupan yang sebelumnya begitu sangat menyedihkan karena kehilangan suami di usianya yang masih cukup muda.
Tapi jauh berbeda dari Mahira, kini Amar justru semakin merasakan keresahan dalam hatinya karena dengan selesainya masa Iddah Mahira, ia harus menepati wasiat terakhir sang Adik, dimana ia harus menikahi Mahira dan menjaga putranya yang sudah di wariskan untuknya.
"Kenapa kamu memberiku tanggung jawab sebesar ini padaku Amir, kamu tahu betul kenapa sampai sekarang aku tidak menikah." batin Amar memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya di kursi.
"Karena aku yakin kak Amar mampu,"
Perkataan itu, membuat Amar terlonjak dari duduknya, mencari-cari darimana arah suara itu tapi Amar tak melihat siapapun disana.
"Tidak ada siapapun, tapi suara itu terdengar sangat jelas, apa aku sempat ketiduran sehingga aku bermimpi?"
Bersambung....
Ditunggu karya selanjutnya
sehat wal'afiat selalu ya mbak Noor.
pasti direkam pula buat bukti