Sena, gadis tujuh belas tahun yang di abaikan oleh keluarganya dan di kucilkan oleh semua orang. Dia bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan bullying yang setiap hari merampas kewarasannya.
Alih-alih mati menjadi arwah gentayangan, jiwa Sena malah tersesat dalam raga wanita dewasa yang sudah menikah, Siena Ariana Calliope, istri Tiran bisnis di kotanya.
Suami yang tidak pernah menginginkan keberadaannya membuat Sena yang sudah menempati tubuhSiena bertekad untuk melepaskan pria itu, dengan begitu dia juga akan bebas dan bisa menikmati hidup keduanya.
Akankah perceraian menjadi akhir yang membahagiakan seperti yang selama ini Siena bayangkan atau justru Tiran bisnis itu tidak akan mau melepaskan nya?
*
Ig: aca0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Saat ini sudah lewat tengah malam, di kediaman Harrison, Sena masih belum bisa tidur. Sejak tadi ia bergerak gelisah dalam kamarnya. Ia tidak tahu apakah akan berhasil bertahan hidup disini atau akan menyerah untuk kedua kalinya.
Siena adalah putri konglomerat terburuk yang pernah Sena ketahui. Wanita cantik dua puluh tujuh tahun itu jauh dari kata baik, etika dan perangai sungguh sangat buruk.
Dari Bi Hasnah, kepala pelayan dirumah ini, Sena mengetahui bagaimana istri Erlan itu selama ini. Dia manja, dia sering membuat masalah dan yang paling menyebalkan dia sangat egois.
"Apa aku mati saja?"Sena mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk, sedang menimbang apa yang sebaliknya harus ia lakukan. Tapi, kalau mati, ia tidak akan bisa membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah menyakiti nya.
Jika tetap bertahan dalam tubuh Siena, ia tidak yakin bisa mengatasi masalah yang telah wanita itu lakukan. Berdekatan dengan Erlan saja membuat Sena bergidik ngeri, apalagi harus tinggal satu atap dan satu kamar. Rasanya Sena ingin menyerah saja.
Tapi, kalau menyerah-
Selagi berpikir keras, pintu kamar terbuka dan Erlan masuk dengan wajah lelahnya. Pria itu nampaknya baru pulang dari kantor.
"Duh, sekarang apa? Apa yang harus aku lakukan? Menyapanya? Atau bertindak sebagai istri yang baik? Tapi, kan selama ini dia membenci istrinya." Sena pusing sendiri. Tangannya memukul pelan kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya, ia pusing.
" Kau sudah gila atau bagaimana?" Pertanyaan bernada datar itu membawa kembali seluruh kesadaran Sena dari pikiran anehnya.
" Selamat malam Tu-eh, Erlan." Sena berdiri dengan cepat, menyapa pria yang berstatus sebagai suaminya kaku, jangan lupakan senyum terpaksa nya yang sangat kaku.
Oh, jangan salahkan Sena. Sebelumnya ia hanya anak tujuh belas tahun yang belum pernah menikah, ia tidak ingin bersikap kurang ajar tapi juga tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Ada apa dengannya? Kemana panggilan sayangnya? Erlan heran dengan perubahan sikap istrinya. Karena sejak kapan Siena memanggilnya hanya dengan menyebut nama? Biasanya Siena selalu menggunakan kata sayang.
Sudahlah, bukan urusanku. Baguslah kalau dia sudah tidak bersikap murahan. Erlan mengabaikan Siena dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
"Huft... sekarang apa?" Monolog Sena kembali kebingungan. Matanya sesekali melirik pintu kamar mandi, cemas kalau sewaktu-waktu Erlan selesai mandi.
Tidak lagi terdengar suara air dari kamar mandi membuat Sena semakin panik. Erlan akan segera keluar. Sena melompat ke ranjang, membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut dan akan berpura-pura tidur.
Tidak lama kemudian Erlan keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk untuk menutupi bagian pinggang sampai atas lututnya. Ia memakai baju yang diambil secara asal dari walk in closet.
Dia sudah tidur? Erlan melirik ke ranjang dimana Siena sudah tidur membungkus dirinya dengan selimut. Hanya sebentar, setelahnya tidak peduli. Erlan keluar dan pergi ke ruang kerjanya, ia selalu tidur disana untuk menghindari Siena.
" Dia sudah keluar."Sena kembali bangun, ia mengambil ponsel milik Siena dan memasukkan tanggal pernikahan mereka sebagai password nya.
Ponsel itu langsung terbuka. Sena sudah menduga wanita bucin itu akan mengaitkan segala sesuatunya dengan Erlan. Sena mencibir lalu membuka semua aku sosmed Siena. Ia menghapus semua foto-foto Erlan dari Instagram nya juga menghapus foto profil dan membiarkan kosong untuk sementara waktu.
Setelah itu Sena berganti membuka akun aslinya. Sebuah senyum miring terpatri di wajah cantiknya. Ini saatnya membalas Bara dan orang-orang yang pernah menindas nya. Pertama-tama ia akan mengirimkan pesan pada Bara.
[Apa perasaanmu senang setelah membunuhku?]
Setelah mengirimkan pesan itu, Sena menyimpan ponselnya. Gadis itu merebahkan dirinya dan tertidur nyenyak untuk pertama kalinya dalam hidupnya.
"Mama, Chiro diambil Belle. Mama, hiks..." Gadis kecil itu mendatangi wanita cantik yang sedang sibuk memasak di dapur, tangan kecilnya memegangi kaki wanita itu.
"Biarkan Bella memainkannya, kamu itu kakak harus bisa ngalah sama adek." Ucap si wanita tegas sembari terus melanjutkan pekerjaannya.
"SENA!! AMBILKAN AKU KUE!" Anak laki-laki kecil muncul diambang pintu dapur, memekik meminta Sena untuk mengambil kue yang sebenarnya bisa ia ambil sendiri.
"TIDAK MAU!" Sena balas berteriak, ia melipat tangannya di dada, kesal.
"Sena, cepat ambilkan kue untuk Bara."
"Tapi, ma-"
"Kamu adik harus nurut sama Abang."
Huft! Sena merenggut, terpaksa mengambil kue diatas meja dapur dengan tangan mungilnya. Tapi,
Prang!
Ia tak sengaja menjatuhkan toples kue yang terbuat dari kaca hingga isinya berhamburan di lantai dan pecahan kacanya mengenai kaki
"SENA! ANAK TIDAK TAHU DIRI, APA YANG KAMU LAKUKAN?"
PLAK!
"ma, sakit...hiks.."
PLAK!
Auh! Sena terbangun kala ia terjatuh dan wajahnya mencium lantai dingin. Ia meringis lalu berdiri sembari memegangi kepala.
"Mimpi itu lagi," Sena berjalan keluar kamar, ia akan ke dapur mengambil minum. Tenggorokannya terasa sangat kering. Bulir-bulir keringat membasahi keningnya, ia sudah terlalu sering bermimpi kekerasan yang ia terima dari orang tuanya.
Saat melewati ruang kerja Erlan, pintunya sedikit terbuka, cahaya lampu dari dalam memantul keluar. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya, melainkan suara dua orang yang tengah bercakap-cakap.
"Er, kapan kau akan menceraikan dia?"
Sena berdiri di depan pintu mendengarkan dengan seksama. Suara itu? Apa itu Cindy? Sepertinya begitu. Sena hendak kembali melanjutkan langkahnya ketika ia mendengar balasan Erlan yang entah mengapa membuat hatinya sakit.
"Sabar sayang. Aku tidak bisa menceraikannya tapi aku bisa membuatnya menyerah dengan pernikahan ini."
Tidak sadar tangan Sena mengepal. Hatinya sakit sekali. Ia berusaha mengendalikan diri, tak seharusnya ia sakit hati karena sebelumnya tidak pernah mengenal mereka. Ia tidak mencintai Erlan, seharusnya ia tidak perlu sakit hati.
Apa ini reaksi alami dari pemilik asli raga ini? Tanya Sena kebingungan. Susah payah Sena kembali melangkah, ia menjauhi pintu itu dengan perasaan campur aduk. Kecewa, marah, sakit hati dan dendam.
"Tenang Sena. Dia bukan suamimu, kau hanya terjebak di tubuh ini. Kau harus tau diri dan jangan mencampuri urusan mereka jika ingin hidupmu tenang." Kata hati Sena mengingatkan, hatinya yang sebenarnya bukan hati milik Siena.
Sena mengambil minum di dapur, beberapa cemilan dan kembali ke kamar. Saat melewati ruang kerja Erlan, pintunya sudah tertutup rapat. Sena mencibir, barangkali kedua manusia itu sudah tidur. Tidak ingin ambil pusing Sena bergegas masuk ke kamarnya.