bekerja di sebuah perusahaan besar tentunya sebuah keinginan setiap orang. bekerja dengan nyaman, lingkungan kerja yang baik dan mempunyai atasan yang baik juga.
tapi siapa sangka, salah satu sorangan karyawan malah jadi incaran Atasannya sendiri.
apakah karyawan tersebut akan menghindar dari atasan nya tersebut atau malah merasa senang karena di dekati dan disukai oleh Atasannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Halaman Sembilan Belas
***
Maxim masih memikirkan perkataan Papa nya, kalau boleh jujur. Dari kecil ia selalu mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya.
Tidak pernah kekurangan kasih sayang, bahkan setiap apa yang dia inginkan pasti akan langsung di wujudkan oleh orang tuanya.
Dulu itu Mama nya sempat kerja, tapi semenjak Hamil langsung berhenti. dan di saat Maxim sudah mulai sekolah TK, pernah Papanya menawari Mama nya untuk bekerja lagi.
Tapi Bu Arumi mengatakan tidak mau dan ingin fokus mengurus Maxim, sampai SMA saja Bu Arumi masih memanjakannya.
Dan disaat Maxim memutuskan untuk kuliah di luar negeri, Bu Arumi sempat melarang bahkan sampai ingin ikut juga.
Beruntung nya ada Papa nya yang memberikan pengertian, dan berjanji setiap satu bulan sekali mereka akan mengunjungi Maxim.
Dan Akhirnya, saat Maxim sudah menyelesaikan S2 nya dan kembali ke Jakarta karena harus mengurus perusahaan Papanya.
Maxim mengatakan ingin tinggal sendiri di Apartemen, bahkan sampai meminta Mama nya agar tidak memanjakan dirinya lagi.
Tidak boleh ikut campur dengan segala urusan nya, Bu Arumi tidak bisa berkata-kata lagi, hanya bisa menuruti nya.
Dan Sekarang, Maxim berpikir pasti waktu itu Mama nya sakit hati bahkan semenjak itu juga Bu Arumi sudah tidak begitu perhatian dan hanya datang ke apartemen nya juga cuma mau memastikan isi kulkas.
Maxim mengusap Wajah nya dengan kasar, ia baru ingat. tadi saja saat baru pulang malah langsung Suudzon kepada Mama nya.
Maxim merebahkan tubuhnya, ia hanya bisa menghela nafasnya. mungkin besok pagi ia akan bicara dengan Mama nya sebelum berangkat ke kantor.
Resiko Jadi Anak satu-satunya, maka semua perhatian orang tuanya hanya tertuju kepadanya.
Mungkin orang lain senang, tapi berbeda dengan Maxim. ia merasa sudah besar dan tidak perlu di Manjakan lagi.
.
Sementara di dalam kamar Pak Bara dan Bu Arumi, mereka masih belum tidur. keduanya sama-sama masih terbuka Matanya hanya saja posisinya saling berpelukan.
“Besok pagi pasti Maxim bakalan ngajak Mama bicara.” Ucap Pak Bara.
Bu Arumi menatap Suaminya. “Tadi Papa bilang apa saja sama Maxim?” Tanya Bu Arumi.
“Cuma ngasih tahu soal teman arisan Mama itu.” Jawab Pak Bara.
“Sebenarnya salah Mama juga sih, baru datang malah langsung tanya soal Laudya.” Ucap Bu Arumi dengan sendu.
“Udah gak perlu di pikirin, Nanti juga Maxim bakalan tinggal di sini lagi.” Ucap Pak Bara.
“Sok tahu.” Ketus Bu Arumi.
“Bukan Sok tahu ya, kita lihat aja nanti.”
“Hemm.”
*
Pak Bara dan Bu Arumi sudah berada di Meja Makan untuk sarapan, sementara Maxim belum terlihat.
Sementara Seina sudah pindah ke Rumah Kakek Nenek nya, tadinya mau membeli Apartemen. Tapi Pak Asraf menyarankan untuk tinggal di rumah nya saja.
“Hari ini Maxim masuk kerja kan?” Tanya Bu Arumi.
“Iya, kenapa memangnya?” Tanya Balik Pak Bara.
“Tumben banget belum turun, biasanya Jam segini udah rapi.” Jawab Bu Arumi.
“Belum bangun kali, coba Mama lihat ke kamarnya.”
“Mama liat dulu.”
Bu Arumi sudah berdiri di depan kamar Maxim, beliau mengetuk pintu kamar tersebut.
Tidak ada jawaban, mencoba untuk membukanya walaupun biasanya juga di kunci,
ckelk
“Gak di kunci ternyata.” Gumam Bu Arumi.
Ternyata benar, Maxim masih tidur. Bu Arumi tidak langsung membangunkannya, beliau lebih dulu membuka Gorden jendelanya sehingga Cahaya dari luar masuk ke dalam kamar.
Di atas ranjang, Maxim mengerjapkan Matanya dan menutupi Matanya menggunakan Selimut karena merasa silau.
Bu Arumi duduk di pinggiran ranjang, “Sudah Pagi. kenapa belum bangun?”
Maxim mengubah posisi tidurnya menjadi miring menghadap Mama nya dan memeluk nya.
Maxim hanya menjawab dengan gumaman saja, dan kembali memejamkan matanya.
Bu Arumi mengelus kepala Maxim, “Jadi hari ini mau berangkat kerja atau mau Istirahat dulu?” Tanya Bu Arumi.
“Kerja, nanti agak siangan.” Jawab Maxim.
Hening, Bu Arumi Tidak berbicara lagi. Tapi tangannya masih mengelus-elus Kepala Maxim.
Sementara Maxim malah ngantuk kembali, mungkin karena gara-gara kepalanya di elus Mamanya.
“Mah.” Panggil Maxim.
“Apa?”
Maxim mendongkakkan kepalanya menatap Mama nya. “Maaf.”
“Untuk?”
“Semuanya.”
Bu Arumi diam, sehingga membuat Maxim merasa Mama nya itu tidak memaafkan dirinya.
“Mama gak Maafin Maxim?”
“Memangnya kesalahan kamu apa aja?” Tanya balik Bu Arumi.
“Semuanya, semau kesalahan Maxim sama Mama. mungkin kalau di hitung pasti gak akan kehitung, Maxim selalu ngerasa kesal sama Mama dan selalu Meminta Mama untuk tidak ikut campur dalam hidup Maxim, Maaf karena Maxim sering buat Mama kesal.” Jawab Maxim.
“Mama selalu memaafkan kamu, selama kamu mau berubah. Dan Mama juga mau Minta Maaf, Maaf karena selalu ingin ikut campur dalam segera urusan kamu.” Ucap Bu Arumi.
Maxim menjadi duduk, ia memeluk erat Mamanya dan mencium kedua pipi Mamanya.
“Maxim sayang Mama, hidup lebih lama lagi agar Mama bisa melihat Anak-anak Maxim kelak.” Ucap Maxim.
Ibu dan Anak itu seling berpelukan, dan Pak Bara sedang mengintip di balik pintu kamar Maxim. tidak lupa beliau mengabadikan nya dengan memotret nya.
.
Bos nya bangun kesiangan, sementara Laudya sudah berada di kantor. Walaupun badannya agak capek sebenarnya baru pulang semalam dan sekarang harus kerja.
“Enak banget Mas Maxim, bisa datang semaunya. Lah Gue tetap harus datang pagi.” Gumam Laudya.
Nanda baru datang, melihat ada Laudya. Ia langsung berhenti di depan meja kerja Laudya.
“Wah yang baru pulang dari Jepang ternyata udah masuk kerja aja.” Ucap Nanda.
“Mana nih oleh-oleh nya?” Lanjut Nanda.
Laudya memberikan satu paper Bag berukuran Sedang kepada Nanda, waktu di Jepang Nanda menghubungi nya dan menitip beberapa oleh-oleh.
“Ini Pak, Oleh-oleh nya.”
“Terima kasih.”
“Sama-sama.”
Nanda teringat soal Maxim yang meminta saran, sehingga ia tidak jadi Pergi ke ruangannya dan malah menatap Laudya.
“Kenapa Pak? Ada yang kurang?” Tanya Laudya.
Nanda menggelengkan kepalanya, “Tidak ada, cuma saya keringat soal Pak Maxim.”
Kening Laudya mengerut. “Kenapa sama Pak Maxim?” Tanya Laudya.
“Dia udah bilang suka sama kamu?” Tanya Nanda agak pelan. Padahal di lantai yang mereka tempati itu hanya di isi oleh Mereka dan Maxim.
Laudya melebarkan matanya. “Kok Bapak Bisa tahu?” Laudya malah bertanya balik, sehingga Nanda bisa menyimpulkan kalau Maxim sudah mengatakan nya.
“Tahu lah, kan saya yang jadi tempat meminta saran nya.kalau menurut saya sudah terima aja Pak Maxim, jangan takut soal keluarga besarnya. Mereka baik dan tidak memandang orang dari kasta nya kok.” Jawab Nanda.
“Pikirkan lagi baik-baik, jangan sampai salah ambil keputusan. Mereka dari keluarga Baik, dan pasti akan menerima kamu sebagai Anggota keluarga baru nya.” Lanjut Nanda.
Nanda sudah pergi ke ruangannya, sementara Laudya masih diam karena memikirkan perkataan Nanda.