NovelToon NovelToon
Membuang Suami Sampah

Membuang Suami Sampah

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita
Popularitas:30.6k
Nilai: 5
Nama Author: Lily Dekranasda

Jessy, 30th seorang wanita jenius ber-IQ tinggi, hidup dalam kemewahan meski jarang keluar rumah. Lima tahun lalu, ia menikah dengan Bram, pria sederhana yang awalnya terlihat baik, namun selalu membenarkan keluarganya. Selama lima tahun, Jessy mengabdi tanpa dihargai, terutama karena belum dikaruniai anak.

Hingga suatu hari, Bram membawa pulang seorang wanita, mengaku sebagai sepupu jauh. Namun, kenyataannya, wanita itu adalah gundiknya, dan keluarganya mengetahui semuanya. Pengkhianatan itu berujung tragis—Jessy kecelakaan hingga tewas.

Namun takdir memberinya kesempatan kedua. Ia terbangun beberapa bulan sebelum kematiannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Fina

Sore itu, Jessy bergegas keluar dari kamar saat mendengar suara mobil Bram berhenti di halaman. Perutnya masih terasa kosong, tapi rasa senang menyelimuti hatinya. Setidaknya, Bram tidak lupa dengan janjinya untuk membawakan makanan.

Saat ia tiba di ruang tamu, senyum di wajahnya sedikit memudar. Ada seorang wanita berdiri di samping suaminya. Cantik, anggun, dengan rambut panjang tergerai rapi dan pakaian yang terlihat mahal.

"Mas, sudah pulang?" Jessy mencoba tetap tersenyum, meski hatinya mulai dipenuhi pertanyaan.

Bram menoleh sekilas dan tersenyum tipis. "Iya, sayang. Ini kenalkan, sepupu jauh Ibu. Dia sementara tinggal di sini dulu, karena orang tuanya baru saja meninggal. Namanya Fina."

Jessy menelan ludahnya, berusaha mengusir perasaan tidak nyaman yang mulai mengusik hatinya. Ia menatap wanita itu dan mencoba bersikap ramah. "Halo, aku Jessy, istrinya Bram. Senang bertemu denganmu, Fina."

Fina tersenyum manis, matanya berbinar saat menatap Jessy. "Mas Bram sudah banyak bercerita tentang Mbak Jessy."

Jessy mengangguk kecil. Entah kenapa, ada sesuatu dalam nada suara Fina yang membuat dadanya terasa sedikit sesak. Namun, ia mengabaikannya dan tetap bersikap sopan.

Tiba-tiba, Fina mengulurkan sebuah bungkusan makanan ke arah Jessy. "Oh ya, ini makanan yang tadi kubeli. Katanya Mas Bram, Mbak Jessy minta dibelikan makanan."

Jessy menerima bungkusan itu dengan perasaan campur aduk. Ia menatap Bram, berharap mendapatkan sedikit perhatian dari suaminya, tapi pria itu sudah mengalihkan pandangannya ke arah ibunya.

"Terima kasih, Fina." Jessy mencoba tersenyum, meskipun hatinya terasa nyeri.

Sementara itu, ibu mertuanya tersenyum hangat ke arah Fina, sesuatu yang sangat jarang ia lihat selama dirinya tinggal di rumah ini. "Ayo, duduk sini, Nak Fina."

Fina menurut, lalu membuka kotak yang ia bawa. Di dalamnya terdapat donat-donat beraneka rasa yang langsung membuat mata Ella berbinar.

"Ah, donat ini kesukaanku! Terima kasih, Nak Fina. Kamu tahu saja apa yang kusuka," ujar Ella dengan penuh suka cita.

Jessy hanya diam. Seumur hidupnya di rumah ini, ia belum pernah melihat ibu mertuanya tersenyum selebar itu untuknya.

Tak hanya itu, Fina juga mengeluarkan sebuah dress cantik dan memberikannya pada Molly, adik ipar Jessy.

"Molly, ini untukmu. Aku lihat kamu suka pakaian seperti ini, jadi aku belikan untukmu."

Molly menerima dress itu dengan wajah berbinar, lalu memeluk Fina singkat. "Wah, kak Fina baik banget! Terima kasih banyak! Aku suka banget."

Bram ikut duduk di sofa bersama mereka, tertawa kecil melihat interaksi itu. Sayangnya, ia lupa—atau lebih tepatnya mengabaikan—sosok istrinya yang masih berdiri di sana, memegang bungkusan makanan dengan ekspresi kosong.

Jessy menatap keluarganya yang kini terlihat begitu akrab dengan Fina. Sesuatu dalam hatinya terasa hancur.

Ia tidak bisa menjelaskan perasaannya dengan kata-kata, tapi jelas sekali… ada yang tidak beres.

Perlahan, ia menundukkan kepala dan melangkah ke dapur. Tidak ingin mengganggu kebersamaan mereka.

Jessy baru saja melangkah ke dapur ketika suara tajam ibu mertuanya menggema di seluruh ruangan.

"Jessy! Ambilkan minum untuk Fina dan yang lainnya! Jangan hanya berdiri di sana!"

Jessy memejamkan mata sejenak, menggigit bibirnya untuk menahan perasaan yang berkecamuk. Seolah-olah dirinya bukan bagian dari keluarga ini, hanya pelayan yang bertugas memenuhi kebutuhan mereka.

Menghela napas dalam, ia membuka lemari dan mengambil beberapa gelas. Tangannya terasa dingin, hatinya semakin sesak, tetapi ia tetap berusaha tenang.

Setelah menuangkan teh hangat, ia membawa nampan berisi gelas-gelas itu ke ruang tamu.

Saat ia meletakkan satu per satu gelas di meja, Fina tersenyum lembut padanya. "Terima kasih, Mbak Jessy. Maaf merepotkan."

Jessy hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia bahkan tidak yakin harus membalas apa.

Di sisi lain, ibu mertuanya malah mendecakkan lidah. "Kenapa lama sekali? Kami sudah haus sejak tadi!"

Molly ikut menimpali. "Iya, Kak Jessy ini memang lamban banget. Makanya, Mas Bram, lain kali jangan biarkan istrimu malas-malasan di kamar saja."

Bram hanya terkekeh kecil, sama sekali tidak membela Jessy.

Jessy masih berdiri di tempatnya, ia ingin marah, ingin menangis, tetapi juga merasa lelah.

Bram yang baru menyadari istrinya masih berdiri, menatapnya sekilas sebelum mengerutkan kening. "Sayang, kenapa kamu masih berdiri? Kenapa gak duduk?"

Ibu mertuanya, Ella, tertawa kecil sambil melirik Bram dengan tatapan geli. "Istrimu itu sudah gede, Bram. Kalau mau duduk, ya duduk saja. Masa nunggu disuruh?"

Molly juga ikut tertawa sinis. "Iya, Kak Jessy ini kayak tamu aja. Duduk mah duduk aja, gak perlu pakai acara nunggu disuruh."

Bram mendesah panjang, ia tidak ingin memperpanjang masalah.

"Sudahlah. Jessy, bukankah tadi kamu minta dibawakan makanan? Ayo makan dulu," kata Bram akhirnya, berusaha mengalihkan suasana.

Ia bangkit dan berjalan ke dapur, mengambilkan piring untuk istrinya. Jessy mengekor di belakangnya dengan langkah pelan.

Saat di dapur, Bram membuka bungkusan makanan yang dibawa Fina dan meletakkannya di piring. Ia juga menuangkan segelas air untuk Jessy.

"Makan dulu, sayang," katanya lembut. "Aku temani kamu makan."

Jessy menatap suaminya dengan perasaan bercampur aduk. Seandainya Bram selalu seperti ini, selalu ada untuknya, mungkin ia tidak akan merasa sesakit ini.

Baru saja Jessy hendak mengambil sendok, suara ibu mertuanya kembali menggema dari ruang tamu.

"Bram! Antar Fina ke kamarnya!"

Bram mendesah lagi, ia menatap Jessy, lalu berkata, "Kamu makan saja dulu, kalau sudah langsung ke kamar, ya? Aku sebentar saja."

Jessy hanya bisa mengangguk pelan, menyembunyikan kekecewaannya.

Jessy menyelesaikan suapan terakhirnya dengan perasaan yang sulit digambarkan. Makanan di mulutnya terasa hambar, meskipun perutnya memang lapar. Setelah menghabiskan makanannya, ia segera membawa piring dan gelasnya ke dapur. Dengan gerakan otomatis, ia mencuci peralatan makan dengan perlahan, membiarkan air hangat mengalir di tangannya, mencoba menenangkan pikirannya yang semakin kacau.

Setelah memastikan semuanya bersih, ia mengeringkan tangannya dan melangkah menuju kamar. Pikirannya hanya ingin beristirahat, menunggu suaminya, berharap ada sedikit kehangatan yang bisa ia dapatkan setelah hari yang melelahkan.

Namun, begitu ia tiba di kamar, keheningan menyambutnya. Ia duduk di tepi ranjang, menatap pintu kamar dengan perasaan cemas yang semakin menggunung. Bram bilang dia hanya sebentar mengantar Fina ke kamar, tapi sudah 30 menit berlalu dan suaminya belum juga kembali.

Jessy menggigit bibir bawahnya, matanya perlahan mulai memanas.

"Apa yang mereka lakukan di sana sampai selama ini?"

Pikiran-pikiran buruk mulai menyerang kepalanya. Ia mencoba mengusirnya, mencoba berpikir positif.

"Mungkin Bram hanya mengobrol sebentar... Mungkin Fina butuh teman bicara karena baru saja kehilangan orang tuanya..."

Tapi tetap saja, ada sesuatu di hatinya yang terasa tidak nyaman.

Jessy menghela napas dalam, lalu beranjak dari tempat tidur. Dengan langkah pelan, ia membuka pintu kamar dan melangkah keluar. Rumah masih terdengar ramai dengan suara ibu mertuanya dan Molly yang sedang mengobrol di ruang tamu. Namun, perhatian Jessy hanya tertuju pada satu hal: pintu kamar tamu yang tertutup rapat.

Jantungnya berdegup lebih cepat.

Tanpa sadar, tangannya mengepal. Ada perasaan gelisah yang semakin kuat di hatinya.

"Apa yang mereka lakukan di dalam sana?"

Jessy berdiri terpaku di lorong, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak perlu berpikir macam-macam. Tapi semakin lama ia berdiri di sana, semakin sesak perasaannya.

Dan akhirnya, tanpa bisa menahan diri lagi, ia melangkah mendekati kamar itu.

1
vj'z tri
PD mu kebablasan Ferguso 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
karina
up lagi thor
Skins12
upnya di banyakin dong... 😁
Ayu Septiani
betul Ella... menantumu dalam fase muak dengan perilaku kalian
Kamiem sag
ya menantumu itu sdg kesurupan kesadaran bu Ella
Etty Rohaeti
lanjut kk
Tiara Bella
lanjut
karina
semangat up lagi thor
Ayu Septiani
kakak Chika mungkin sudah memendam suka pada Jessy sejak lama. hingga mendengar Jessy ingin bercerai dia langsung bersemangat membantu Jessy
Benjut D
baru mampir langsung sula
Upi Raswan
ketahuan,, keliatan banget jason emang suka sama jessy,, pas denger jessy mau cerai aja kayak kaget kaget suka gituuu hihi
anna
🥰🥰🥰
Tiara Bella
Bram gk bakalan mw dia cerai
xenovia putri
.bneran ganti jdi pov mc kah..
.mengecewakan
Diyah Pamungkas Sari
"...selagi niatmu masih kuat!..." ngabrut sm cika, suka tipe begini ceplas ceplos 🤣🤣
Tri Ana
👍👍👍
Akbar Razaq
Hah.....nunggu mati dulu baru sadar untung othornya baek kau di kasih kesempatan lagi.
Maria Hedwig Roning
thnks thor
Tiara Bella
akhirnya up jg Thor.....
Akbar Razaq: bagus loh cetitanyq awalnya gak sabar karena kebodohan pemerqn utama tp sekarang buuuaghhh......gas kuen !!!
total 1 replies
xenovia putri
.koq jdi pov mc thor..
.maaf yah, bkin mles baca klau pov mc mah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!