Aina Cecilia
Seorang gadis yatim piatu yang terpaksa menjual keperawanannya untuk membiayai pengobatan sang nenek yang tengah terbaring di rumah sakit. Tidak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh saat ini. Gajinya sebagai penyanyi kafe tidak akan cukup meskipun mengumpulkannya selama bertahun-tahun.
Arhan Airlangga
Duda keren yang ditinggal istrinya karena sebuah penghianatan. Hal itu membuatnya kecanduan bermain perempuan untuk membalaskan sakit hatinya.
Apakah yang terjadi setelahnya.
Jangan lupa mampir ya.
Mohon dukungannya untuk novel receh ini.
Harap maklum jika ada yang salah karena ini novel pertama bagi author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GBTD BAB 6.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, sudah satu bulan Aina pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Semua kenangan buruk itu sesekali masih datang menghantui ingatannya, tapi dia selalu berusaha menepis dan melupakannya.
Kini Aina bekerja di salah satu kafe ternama di kota B. Namanya mulai melambung di daerah itu.
Tanpa dia sadari, bos tempatnya bekerja selalu merekam penampilannya ketika di atas panggung dan memposting nya di media sosial.
Aina mulai menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Bahkan beberapa produser rekaman sudah mulai meliriknya.
Malam ini Aina baru saja turun dari panggung setelah menyelesaikan pekerjaannya, seorang pria tampan datang menghampirinya sembari tersenyum puas.
"Bagus sekali, aku rasa sebentar lagi kamu akan masuk dapur rekaman." sanjung Bastian yang merupakan pemilik kafe itu.
"Ucapan mu terlalu berlebihan, aku hanya seorang penyanyi kafe biasa. Mana mungkin bisa masuk dapur rekaman?" jawab Aina merendah.
"Siapa bilang tidak mungkin? Kamu mempunyai karakter suara yang khas, wajahmu juga cantik. Kamu memiliki nilai jual tinggi." sanjung Bastian lagi.
"Ah sudahlah, jangan membuatku berkhayal terlalu tinggi! Aku pulang dulu, capek." ucap Aina, kemudian berlalu meninggalkan Bastian.
Kehidupan Aina saat ini sudah mulai membaik, dia tidak perlu lagi tinggal di kontrakan kumuh. Bastian menyediakan sebuah apartemen untuknya. Meskipun tidak mewah, namun cukup nyaman untuk ditempati.
Sesampainya di apartemen, Aina masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tubuhnya. Wajahnya terlihat sangat lelah, di kafe itu dia bekerja mulai pukul 5 sore dan selesai pukul 10 malam. Setelah itu ada penyanyi lain yang menggantikannya hingga kafe tutup.
Aina sengaja meminta sif pada jam itu, dia tidak ingin pulang terlalu larut. Walau bagaimanapun, dia tetaplah seorang gadis yang harus menjaga dirinya dari hal buruk.
Di waktu yang bersamaan, Arhan tengah berada di dalam perjalanan. Karena seharian ini jadwalnya sangat padat, dia akhirnya berangkat pukul 8 malam bersama Hendru. Keduanya menuju kota B untuk perjalanan bisnis.
Tepat pukul 11 malam, mobil yang dikendarai Hendru berhenti di parkiran Rainbow kafe. Keduanya turun untuk memanjakan lidah mereka. Hendru tau kafe itu sangat populer di kalangan anak muda saat ini.
Kini keduanya sudah duduk di sebuah sofa. Tepat sekali pandangan mereka menghadap lurus ke arah panggung. Kebetulan ada penyanyi wanita yang tengah mengisi acara pada malam ini.
Arhan tiba-tiba terpaku mendengar lagu yang dibawakan wanita itu, lagu yang sama yang pernah Aina bawakan pada malam itu.
Ingatannya kembali tertuju pada sosok Aina yang sudah melekat di dalam hatinya. Meskipun hanya dua kali bertemu dengan Aina, tapi dia sangat yakin hatinya sudah terpikat dengan gadis itu.
Sejak kepergian Aina, Arhan sudah jauh berubah. Dia tak pernah lagi menyewa wanita apalagi meniduri nya. Dia menjaga perasaan dan hatinya untuk Aina, dia meyakini bahwa suatu hari nanti mereka berdua akan bertemu kembali.
"Tuan, apa yang kau pikirkan?" tanya Hendru, dia menepuk pundak Arhan pelan. Hal itu membuat lamunan Arhan buyar seketika.
"Hah, iya, ada apa?" jawab Arhan gelagapan.
"Ya ampun, malam-malam begini sudah melamun. Di sambet setan baru tau rasa." ucap Hendru.
Arhan kembali fokus mendengar nyanyian itu sembari menikmati makanan yang sudah terhidang di atas meja, begitupun dengan Hendru yang terlihat sangat kelaparan.
Keduanya juga memesan bir untuk menghangatkan tubuh mereka.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Setelah membayar tagihan, keduanya berlalu meninggalkan kafe dan melaju menuju hotel tempat mereka menginap.
Karena tak biasa menginap dengan seorang pria, Arhan akhirnya memesan dua kamar sekaligus. Dia tidak ingin terusik dengan keberadaan Hendru di sampingnya.
……………
Malam telah pergi menyongsong pagi yang begitu cerah.
Usai membersihkan tubuhnya, Arhan bergegas mempersiapkan diri untuk menghadiri rapat penting di perusahaan klien bisnisnya.
Tidak lama, terdengar bunyi bel dari arah pintu. Hal itu menandakan kalau Hendru sudah siap dan menunggunya di luar sana.
Arhan meraih ponselnya yang ada di atas meja, kemudian berjalan menuju pintu. Wajahnya terlihat sangat tampan dengan setelan jas berwarna abu-abu yang melekat di tubuhnya.
Setibanya di gedung perusahaan besar itu, Arhan ternyata sudah di tunggu di ruang rapat. Kedatangannya disambut hangat oleh semua orang yang sudah duduk di kursi masing-masing.
Di waktu yang bersamaan, Aina keluar meninggalkan apartemen. Dia menaiki sebuah taksi menuju pasar tradisional. Hari ini dia belanja banyak untuk stok bahan makanan yang sudah kosong di dalam kulkas.
Setelah membeli semua kebutuhan pokoknya, Aina kembali pulang dan memasak makanan untuk dirinya sendiri.
Aina sudah terbiasa hidup mandiri. Jadi meskipun tinggal seorang diri, dia selalu memasak untuk dirinya sendiri. Sangat jarang dia membeli makanan di luar, hanya sesekali jika dirinya benar-benar lagi malas.
Hari ini Aina memasak telur balado, goreng tempe dan juga sayur bening. Setelah semua terhidang di atas meja, Aina mulai mencicipi masakannya.
Baru beberapa suap menelan makanannya, tiba-tiba perutnya merasa mual. Aina berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan semua makanan yang baru saja dia telan.
Dengan mata berkaca-kaca, Aina meraih tisu dan mengelap mulutnya hingga kering. Penglihatannya mulai kabur dengan kepala terasa pusing.
Aina meninggalkan kamar mandi sembari memegangi kepalanya. Dia benar-benar pusing sehingga kesulitan untuk berjalan.
Sesampainya di meja makan, Aina sudah tak berselera melanjutkan makannya. Dia melipat tangannya pada permukaan meja dan merebahkan kepalanya di sana.
Di perusahaan, Arhan, Hendru dan rekan kerja lainnya baru saja keluar dari ruang rapat. Dia kemudian pamit dan bergegas meninggalkan gedung itu.
Rencananya, dia akan kembali ke Jakarta sore ini. Tugas di sana sudah menunggunya, dia tak bisa berlama-lama di kota B mengingat jadwalnya yang sangat padat.
Tepat pukul 5 sore, Aina sudah berada di Rainbow kafe. Meskipun tubuhnya masih lemah, dia berusaha kuat karena tak ingin mengecewakan penggemarnya yang sudah berdatangan.
Sejak Aina bekerja di sana, kafe selalu kebanjiran pengunjung. Hal itulah yang membuat Bastian memperlakukan Aina sedikit istimewa.
Aina sudah duduk di atas panggung. Seperti biasa, dia selalu memainkan gitarnya saat bernyanyi.
Dari arah luar, Arhan dan Hendru melangkah masuk dan duduk di tempat semalam.
Arhan sama sekali tidak menyadari keberadaan Aina di sana. Namun saat seorang pengunjung bersorak memanggil nama Aina, aliran darah Arhan tiba-tiba berpacu dengan detak jantungnya.
Arhan bangkit dari duduknya, ramainya kafe sore itu membuat sorot matanya tak sanggup menjangkau panggung.
Perlahan kakinya mulai melangkah mendekati panggung itu, berharap ada keajaiban yang datang dari semesta untuknya.
"Deg, deg, deg,"
Dengan jarak yang sudah sangat dekat, Arhan menghela nafas berat. Aina yang dia cari tak ada di atas sana, panggung itu sudah kosong.
Aina sudah turun sebelum Arhan sempat melihatnya, kini dia tengah duduk di sebuah sofa. Wajahnya terlihat sangat pucat.