Follow ig 👉 @sifa.syafii
Fb 👉 Sifa Syafii
Seorang gadis berusia 18 tahun bernama Intan, dipaksa Bapaknya menikah dengan Ricko, laki-laki berusia 28 tahun, anak sahabatnya.
Awalnya Intan menolak karena ia masih sekolah dan belum tahu siapa calon suaminya, tapi ia tidak bisa menolak keinginan Bapaknya yang tidak bisa dibantah.
Begitu juga dengan Ricko. Awalnya ia menolak pernikahan itu karena ia sudah memiliki kekasih, dan ia juga tidak tahu siapa calon istrinya. Namun, ia tidak bisa menolak permintaan Papanya yang sudah sakit sangat parah.
Hinggga akhirnya Ricko dan Intan pun menikah. Penasaran dengan kisah mereka? Yuk langsung simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Intan yang sudah tidur dari jam sepuluh menjadi terbangun gara-gara ponselnya yang berbunyi. Ia mengambil ponselnya dan melihat ada panggilan masuk dari nomor asing. Ia pun mengabaikannya lalu berbaring kembali. Setelah itu ponselnya berdering lagi dan ada panggilan dari nomor yang sama. Akhirnya Intan pun menggeser tanda hijau pada layar ponselnya.
"Hallo ...," sapa Intan dengan suara serak khas bangun tidur.
"Buka pintu! Aku di depan," perintah orang di seberang telepon yang tidak lain adalah Ricko.
"Ngapain ke sini lagi, Mas?" tanya Intan heran karena Ricko datang lagi ke rumahnya. Apalagi malam-malam begini.
"Sekarang aku suamimu. Cepat buka, aku tunggu!" balas Ricko lalu memutuskan sambungan teleponnya.
Setelah meletakkan ponselnya di atas meja, Intan keluar kamar dan membuka pintu ruang tamu. Setelah pintu terbuka, Ricko segera masuk lalu Intan mengunci pintu kembali dan mengikuti Ricko yang berjalan menuju kamarnya.
"Ada apa ke sini malam - malam, Mas?" tanya Intan ingin tahu.
"Menjemputmu pulang ke rumahku," jawab Ricko lalu melepas jasnya dan melonggarkan dasinya.
"Aku nggak mau tinggal di rumah kamu, Mas! Di rumah kamu sepi. Terus nanti aku sekolahnya gimana? Motorku ‘kan di sini?" ujar Intan menolak.
"Kamu istriku sekarang. Papa yang menyuruh aku jemput kamu. Di garasiku ada motor matic. Kamu bisa pakai itu. Aku mau mandi sekarang," ucap Ricko sambil melepas kemejanya.
"Sebentar, aku rebusin air panas dulu,ya? Ini sudah malam, nanti Mas Ricko sakit kalau mandi air dingin," ujar Intan. Ricko pun mengangguk. Setelah Intan keluar kamar, Ricko merebahkan tubuhnya di atas ranjang Intan dan akhirnya tertidur.
Setelah menyiapkan air hangat di kamar mandi, Intan pergi ke kamarnya bermaksud memberitahu Ricko kalau airnya sudah siap, tapi saat tiba di kamar,ia melihat Ricko sudah tertidur lelap. Ia pun menggoyang tubuh Ricko.
"Mas ...,Mas Ricko. Air hangatnya sudah aku siapin di kamar mandi," ucap Intan sambil menggoyang-goyang tubuh Ricko. Ricko pun membuka matanya lalu duduk.
"Pinjam handuk," ucap Ricko. Intan pun mengambilkan handuk baru dari almarinya.
"Handuk yang kamu pakai biasanya saja. Tadi pagi aku juga pakai itu," ucap Ricko menolak handuk baru karena ia di sini hanya satu hari saja. Intan pun memberikan handuknya.
"Tolong buatkan kopi juga,ya?" ucap Ricko meminta tolong. Intan pun mengangguk dan pergi ke dapur lagi.
Setelah mandi, Ricko duduk di depan Intan yang sedang duduk di meja makan setelah membuat kopi.
"Besok pagi kemasi barang kamu yang perlu dibawa. Sekalian semua buku sekolah kamu juga," ucap Ricko lalu meniup kopinya.
"Apa nggak tanya Bapak dulu, Mas? Oh iya, di rumah Mas Ricko sepi. Pulang sekolah aku nggak ada temannya kalau di sana," balas Intan membayangkan hari-harinya akan sangat membosankan kalau tinggal di rumah Ricko.
"Tanya saja. Pasti bapak kamu setuju. Kamu pulang sekolah jam berapa? Nanti kalau nggak ada meeting penting, aku akan pulang cepat," ujar Ricko lalu menyeruput kopinya yang sudah hangat.
"Jam dua-an, Mas. Kadang juga lebih kalau lagi ada tugas kelompok atau bimbel tambahan dari sekolah" balas Intan.
"Oke. Bisa diatur," balas Ricko.
Setelah itu mereka berdua mengobrol santai sambil menunggu Ricko menghabiskan kopinya. Setelah kopi Ricko habis, mereka berdua kembali ke kamar untuk kembali beristirahat karena sudah larut malam.
Seperti kemarin, Intan meletakkan guling di tengah di antara mereka lalu berbaring miring membelakangi Ricko.