MELAWAN IBLIS menceritakan tentang seorang gadis keturunan pendekar sakti yang hijrah dari Tiongkok ke Nusantara untuk mendapatkan kehidupan yang tenang.
Namun dibalik ketenangan yang hanya sebentar di rasakan, ada sebuah hal yang terjadi akibat kutukan leluhurnya di masa lalu.
ingin tahu bagaimana serial yang menggabungkan antara beladiri dan misteri ini?
mampukah wanita cantik itu lepas dari kutukan iblis?
simak selengkapnya dalam Serial Melawan Iblis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat Berharga
Ketika Saloka ingin mendekat, Dhulaga berteriak,
"Mundur, jangan mendekat".
"Plaaakkkhh". Sebuah sabetan tangan halus Silya yang mengerikan mengenai dadanya hingga membuat Saloka terlempar kembali.
Keadaan Silya kini tampak mengerikan dengan mata merah dan urat hitam kehijauan di seluruh wajah dan lengannya.
Dengan tusukan kuat, Silya menusuk ke arah jantung kakek itu.
"Haaiiitt". Dengan lompatan lambung Dhulaga menghindar sambil melontarkan serbuk ke arah Silya.
Gadis itu berteriak kencang ketika serpihan bubuk mengenai tangannya hingga mengeluarkan asap seperti bara yang di tetes air.
Tak lama kemudian, gadis itu meloncat ke samping rumah kemudian berlari dengan sangat kencang memasuki hutan.
Saloka dan Dhulaga tanpa dikomando segera mengejar Silya yang tidak sadar atas semua perilakunya itu.
Hingga malam tiba Silya berlari dan berhenti di bawah sebatang pohon besar di kaki bukit jauh di pojokan kampung Mayong.
Seratus meter dari gadis itu, dua pasang mata mengawasi gerak geriknya dengan seksama. Meski pandangan Dhulaga tidak begitu jelas dari jarak sejauh itu, namun Saloka memiliki penglihatan yang sangat tajam semenjak dia menelan mustika ular Kasura.
"Apa yang dilakukannya? Aku lelah sekali". Ucap kakek berbaju biru langit dengan jenggot dan kumis panjangnya dengan berbisik.
"Tidak, dia berhenti kek. Dia seperti orang bingung".
"Pelan kan suara mu". Hardik si kakek masih dengan suara berbisik.
Belasan menit kemudian, Silya terjatuh pingsan. Dhulaga kaget ketika melihat Saloka melesat cepat ke arah Silya.
Sesampainya disana, dia melihat tubuh Silya rebah telungkup dan penciuman nya yang tajam mencium bau anyir darah.
Segera pemuda itu mengangkat tubuh Silya dan kekagetannya bertambah ketika melihat banyak darah mengalir dari kepalanya akibat terantuk dengan akar pohon besar yang keras itu.
"Kek, dia terluka. Cepat!!" Serunya dengan panik.
Dhulaga pun jongkok setelah mengeluarkan bungkusan obat di sakunya. Dengan cekatan dia mengoleskan ke kepala Silya dan merobek baju Saloka untuk mengikat kepala gadis itu yang masih mengeluarkan banyak darah.
"Ayo kita bawa pulang". Seru kek Dhulaga.
Saloka segera menggendong Silya dan mereka pun kembali ke rumah Dhulaga.
Hingga tengah malam barulah mereka tiba di rumah kakek itu dengan selamat.
Karena kondisi Silya yang tak mungkin ditinggal, Saloka memanggil tetangga kek Dhulaga yang berjarak dua ratus meter dari rumah nya.
"Bibi, tolong temani dia malam ini. Aku harus pergi".
"Kau mau kemana?" Tanya Dhulaga pada pemuda itu.
"Aku akan mencari obat. Tak mungkin dia terus terusan harus begini". Ucap pemuda itu yang segera melangkahkan kakinya menuju ke sungai dan mengambil perahu ke arah telaga air tawar dengan membawa senjata lengkap.
Dalam hatinya, Saloka bertekad jika dia tak berhasil membunuh ular betina besar itu, maka dia tak akan pulang.
Ketika pemuda itu tiba di telaga air tawar, sudah lewat tengah malam dan suasana hujan deras. Pemuda itu segera masuk ke lubang gua besar tersebut dengan perlahan lahan.
Cuaca yang gelap menambah debaran jantungnya. Ketika sampai di tengah lorong goa, Saloka mendengar ada suara pergerakan di depannya.
Dia pun segera jongkok berdiam diri di tempatnya sambil menanti apa yang bergerak mendekati tempatnya tersebut.
Ternyata yang bergerak itu adalah seekor musang kecil yang langsung berlari ke dalam sambil mengeluarkan suara menciuwit ketika tersenggol kaki Saloka.
Tak lama hewan itu berlari, suara jeritannya yang kena mangsa si ular besar menggema. Pemuda itu pun berhati hati sekali karena tempat nya berada sudah tak jauh lagi dari ular betina besar tersebut.
Hujan di luar sudah mulai mereda. Saloka mendengar suara gesekan benda berat dan besar dengan lantai.
Ular besar itu pasti sudah bergerak karena mencium bau mangsa pikirnya. Dengan cekatan Saloka memanjat ke tebing dinding gua dan meraba bekasan lumut kemudian melumuri seluruh tubuhnya.
Semakin lama ular besar itu semakin mendekati arah Saloka berada. Seluruh urat di tubuh pemuda tersebut sudah menegang siap siaga menantikan serangan naga yang dikenal sebagian penduduk daerah situ dengan sebutan Kangga.
Tanpa di rasa oleh pemuda itu, di luar fajar sedang menyingsing. Karena tempat nya berada masih tak terlalu jauh dari pintu masuk gua, maka ada sedikit cahaya masuk ke dalam.
Meski awalnya pandangan Saloka silau, namun setelah membiasakan matanya dengan cahaya, jauh ke dalam goa dapat dia lihat samar samar pergerakan lambat ular besar itu semakin lama semakin menuju ke arahnya.
Dengan seluruh kesiapan nya, pemuda itu mengambil plastik berisikan cairan racun ganas dari sakunya dengan pedang di genggam kuat di kanan.
Setelah matanya sudah mulai terbiasa dengan keadaan yang samar itu, Saloka turun dari dinding gua dan berjalan perlahan ke arah ular besar itu.
Ketika jarak keduanya tinggal 10 meter, ular kangga tersebut menyerang kencang ketika melihat ada mangsa yang bergerak di depannya.
Dengan sigap Saloka menghindar ke arah kiri dengan lompatan ringan sambil menebaskan pedangnya ke arah mulut naga itu.
Bunga api memercik akibat beradunya mata pedang dan taring si ular. Terjadilah pergulatan yang menegangkan dalam gua tersebut.
Dengan susah payah Saloka menghindar kesana sini sambil meloncat dalam ruangan yang tak begitu luas itu.
Beberapa luka sudah terlihat di sekujur tubuhnya, pada suatu ketika, saat Saloka ingin menusuk kan pedang ke arah matanya, ular besar itu membuka mulutnya ingin mencaplok pemuda itu, cairan dalam plastik yang dari tadi berada di tangannya langsung di lemparkan masuk hingga ke tenggorokan monster besar itu.
Akibat kesenangan melihat racun sudah masuk ke mulut ular tersebut, pemuda itu lengah hingga sabetan ular itu mengenai tubuhnya hingga melemparkan Saloka ke tumpukan sarang ular tersebut.
Tubuh ular yang sebatang pohon kelapa itu dengan cepat membelit Saloka. Pedang di tangan nya tiba tiba di tusukkan ke tubuh si ular hingga monster itu mengeluarkan pekik kesakitan yang membuat jantung Saloka bergetar.
Meski tubuhnya tertusuk pedang, ular naga itu tetap melanjutkan lilitan nya yang semakin kuat pada tubuh Saloka.
Ketika napas pemuda itu hampir terhenti, tiba tiba lilitan di tubuhnya melemah hingga beberapa saat kemudian, ular naga besar itu terkulai tergeletak tak bernyawa.
Untung saja pemuda itu diselamatkan oleh racun yang mulai bereaksi di dalam tubuh ular tersebut.
Jika lambat semenit saja, maka dapat dipastikan, Saloka juga akan tewas berbarengan dengan si naga.
Hingga setengah jam pemuda itu pitam tak mampu bergerak sama sekali. Meski paha dan perutnya tertimpa tubuh ular besar itu, dia tak sanggup memindahkan tubuh hewan itu sampai tenaga nya pulih kembali, barulah dia bergerak lemah duduk bersandarkan dinding gua.
Bunyi perut pemuda itu menandakan dia sangat lapar sekali setelah hampir sehari semalam berada di situ.
Perlahan Saloka bangkit menuju ke arah ekor ular setelah mencabut pedang nya. Beberapa ekor ular kecil terlihat menyerangnya yang langsung berhadapan dengan pedang tajam Saloka.
Beberapa ular lainnya yang tersisa segera melarikan diri. Pemuda itu melihat ada beberapa telur ular yang ukurannya sangat besar.
Tanpa pikir panjang dia segera memecahkan telur itu dan meminum cairan yang ada di dalamnya. Saking laparnya, tiga buah telur besar tersebut habis dilahapnya meski bau anyir dan rasa yang menjijikkan.
Setelah beristirahat sejenak, pemuda itu bangkit menuju ke arah kepala bangkai ular besar tersebut dan mulai membelahnya perlahan lahan.
Setelah bekerja dengan hati hati, pemuda itu melihat tujuh butiran hijau dalam tengkorak ular itu hampir persis dengan yang ada pada ular Kasura dulu.
Namun ketujuh butiran mustika yang didapatnya ini jauh lebih keras dan bersinar. Dia pun mengantongi mustika itu dan segera menyayat tubuh ular untuk mengambil daging terbaik yang akan di bawa pulang untuk dinikmati nya bersama Silya dan Dhulaga.
BERSAMBUNG. . .