Ni Komang Ratri, yang akrab disapa Komang itu begitu terpuruk saat penginapannya hampir bangkrut, bahkan nyaris ia kehilangan penginapan yang juga tempat tinggalnya itu.
Namun tanpa diduga Edgar Marvelo yang saat itu menjadi tamu tak terduga di penginapannya itu tertarik pada kecantikan Komang, taipan bisnis kaya raya itu bahkan berjanji akan melunasi semua hutangnya, jika ia mau menjadi wanita pendamping bagi Edgar selama sebulan di Yach.
Akankah Komang mampu menghindar dari pesona Edgar yang dikenal sebagai Casanova itu??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dita feryza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#20 Kau Tak Pernah Melakukan Sesuatu Agar Aku Tertawa
Edgar menyaksikan dengan ketidakpercayaan yang semakin besar ketika Louis Antonie meletakkan tangannya di lengan Komang untuk menarik perhatian wanita itu ke lukisan di dinding dan menuntunnya kesana.
Mulut Edgar yang sensual terkatup hingga membentuk garis keras, kemarahan membara melandanya. Apa yang telah dilakukan oleh Louis ketika berpikir menggoda Komang diantara semua wanita yang ada?
Kenapa Komang juga memberikan dorongan seperti itu? Jelas bukan begitu cara Komang bersikap ketika bersama Edgar, Komang tak pernah bermurah hati untuk tertawa ataupun tersenyum kepada Edgar.
"Kau baik-baik saja?" gumam Roger yang mengetahui bahwa Edgar seperti sedang menahan marah.
Dengan mata berkilat-kilat seperti bintang keemasan diwajahnya yang tirus dan kokoh, wajah Edgar pucat pasi oleh amarah dan ia tidak yakin bisa berkata-kata.
Komang terlibat percakapan penuh semangat dengan Louis, tangan Komang yang ekspresif menjelaskan kata-kata sambil mengamati lukisan dengan pria itu, bahkan lengan Louis kini melingkar di pinggang Komang.
Hal itu sungguh menyinggung Edgar, rasanya dengan senang hati Edgar ingin melempar rekan bisnisnya itu ke luar Yacht, dan berharap ikan-ikan di laut menyantap tubuh pria itu sampai habis.
Edgar bersikukuh bahwa Komang miliknya, wanita yang bersama Louis itu adalah wanitanya, setiap serat tubuh Edgar yang kaku menjerit dan ia ingin sekali mematahkan lengan Louis karena berani menyentuh Komang.
Edgar memilih desain budaya Bali pada ruangan ini, karena ia sangat mengagumi keindahannya, namun kini ia merasa marah karena seni-seni yang terpajang di ruangan ini, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya Edgar tidak punya keinginan untuk mengakui bahwa ia tidak berbudaya.
Edgar berdiri dengan tangan terkepal, menerobos kerumunan dengan marah, lalu dengan secepat kilat tangannya langsung menarik lengan Komang dan merangkulnya dari belakang lalu menciumi leher Komang dengan penuh penekanan.
Karena sentuhan itu membuat Komang terkejut seakan tubuhnya tersengat oleh aliran listrik dan ciuman Edgar benar-benar membangkitkan gairah dari dalam tubuh Komang, hingga payu**da*ranya langsung membengkak, namun Komang tak bisa melawannya.
"Permisi, apakah kau sudah mengenal istriku?" ucap Edgar berpura-pura ramah terhadap Louis.
"Benarkah? Nona Komang ini adalah istri anda?" tanya Louis dengan terkejut.
"Ya, dia adalah istriku, jika sudah tidak ada urusan, aku ingin mengajak wanitaku ini pergi," ucap Edgar, yang langsung pergi membawa Komang pergi dari hadapan Louis.
Edgar bagaikan pemangsa, merangkul Komang dengan sebelah tangan, seperti barang curian yang ia dapatkan kembali dan mendorongnya melintasi ruangan, Bahkan tak peduli ataupun tak akan membiarkan semua tamu yang hadir mengamatinya mengehentikan aksinya itu.
Komang hanya bisa pasrah saat Roger membukakan pintu menuju keruangan lain, walau sejujurnya Komang marah pada Edgar, namun ia tak memprotes sikap Edgar yang mengintimidasi, karena ia tak ingin bertengkar dengan Edgar di depan para tamu undangan.
Edgar kemudian mendorong tubuh Komang disebuah ruangan di seberang koridor yang dilengkapi perabot kantor, nyaris tidak berhenti untuk menarik nafas sebelum berbalik dan menghadapi pria itu.
"Berani sekali kau menyentuh ku seperti itu di depan umum?!" bentak Komang tanpa kompromi.
Edgar benar-benar terkejut dengan perlawanan itu, wajahnya yang tampan bahkan semakin terlihat marah. "Kau seharusnya tidak menggodanya dan mendorongnya berbuat semaunya!" bentak Edgar juga.
"Aku tidak menggodanya!" balas Komang panas. "Kami hanya mengobrol." tubuh Komang yang kurus gemetar karena terlalu emosi.
"Tidak...! Kau menggodanya habis-habisan, mengedip-ngedipkan bulu mata... Tersenyum.... Cekikikan!" kecam Edgar dengan nada menuduh, sorot matanya dipenuhi cemoohan mendengar pembelaan Komang.
Komang terlambat menyadari bahwa Edgar sangat serius dengan keyakinannya yang keliru, Komang merapatkan bibir. "Kami didalam ruangan dan dikelilingi banyak orang, Edgar!" pekik Komang, frustasi.
"Dan aku melihat di wajahnya bahwa dia tidak menyadari siapa kau, sampai saat aku menyentuhmu!" bentak Edgar. "Dia tidak akan pernah berani menyentuhmu jika tahu kau berada di sini bersamaku, kau seharusnya berada di sisiku."
"Kau bahkan sama sekali tak peduli keberadaan ku, kau tak menoleh sedikitpun padaku," wajah Komang menatap tajam. "Lalu apa kau mengharapkan aku menempel padamu bagaikan lem seperti wanita-wanita lain yang begitu mudah bergelayut di lenganmu, apa itu yang kau mau?!"
"Tapi kenapa kau harus menggoda Louis."
"Untuk apa aku menggodanya? Louis sudah memiliki seorang kekasih."
"Mereka sudah putus, Louis sendiri yang mengatakannya padaku, dia sedang mencari pengganti dan kau adalah incaran nya." tukas Edgar geram.
"Jadi? Aku tersenyum pada pria itu, aku hanya bersikap ramah, aku tidak cekikikan.... Aku tidak pernah cekikikan," kata Komang datar.
"Aku tidak suka kau dekat dengan pria lain."
"Kau tidak menyukainya, menurutmu kenapa? Karena aku tidak pernah tertawa dan tersenyum kepadamu? Tanyakan pada dirimu sendiri, apa kau pernah melakukan atau mengatakan apa pun yang mungkin mendorongku memberikan respons semacam itu." Mata Komang meremang. "Kau tak pernah sama sekali melakukan sesuatu agar aku tertawa."
Bagaikan sebuah besi besar telah memukul kepala Edgar yang seperti batu, Edgar menyadari, selama ini keberadaan Komang memang tak lebih dari sebuah bisnis pribadi baginya, ia bahkan tak memandang Komang dengan sepenuh hati, mungkin Komang begitu kecewa terhadapnya.
"Komang, aku hanya tak ingin ada seseorang mendekatimu." ujar Edgar, nadanya melemah.
"Cukup Edgar, aku berada disini hanya demi rumah penginapanku, tak lebih dari itu."
"Tidak, aku tak menganggap mu demikian."
"Dan satu lagi, aku tak suka kau menyentuhku."
"Maaf, aku hanya mencium lehermu, tolong jangan terlalu berlebihan."
"Mungkin bagimu hal itu biasa, tapi asal kau tahu, aku tak pernah melakukan hal memalukan itu dengan lelaki manapun, karena aku selalu menjaga perilaku ku. Lakukan saja hal itu dengan wanita lain yang mungkin lebih rela kau cium dengan mudah." ujar Komang lalu kemudian melangkah hendak pergi.
Edgar menangkap tangan Komang, agar wanita itu tak pergi dari hadapannya. "Kau mau kemana? Kita akan keluar dari sini bersama-sama." ucap Edgar.
"Mungkin aku akan kembali ke kamarku, aku sudah lelah sekali."
"Tapi acara belum selesai, aku ingin kau di sisiku." bujuk Edgar.
"Aku sedikit pusing, ku mohon mengertilah,"
Mendengar hal itu Edgar langsung memeriksa kepala Komang, membuat Komang risih dan menyingkirkan tangan Edgar.
"Apa yang kau lakukan?!" lagi-lagi Komang marah.
"Kau sakit?" tanya Edgar.
"Aku hanya pusing, aku ingin istirahat, kembalilah ke ruang rapat, para tamu undangan menunggu kehadiranmu."
"Tapi..."
"Sudah, aku tak perlu bantuanmu, aku akan kembali ke kamarku, kuharap kau tak menggangguku untuk saat ini." ucap Komang dan langsung pergi.
Edgar terhenyak, apakah selama ini ia hanya menjadi pengganggu bagi Komang? Apakah pengorbanannya untuk mempertahankan rumah Komang dari para penagih hutang itu akan sia-sia.
Bersambung......