Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Desakan Menikah
3 bulan sebelumnya ....
Kesibukan di pagi hari sudah terlihat di mansion milik Keluarga Leonardo. Para pelayan kesana kemarin melakukan pekerjaan yang sudah menjadi bagiannya. Ada yang menyapu, mengepel, mengelap kaca, menyiram tanaman, hingga mempersiapkan sarapan untuk pemilik rumah.
Emili, wanita yang masih tampak cantik di usianya yang sudah lebih dari 50 tahun. Pagi-pagi ia sudah berdandan anggun mengenakan dress ruffle warna marun dengan rambut yang dicepol rapi. Dialah nyonya rumah yang selama ini berjasa mengatur mansion sebesar itu.
"Selamat pagi, Sayang ...."
Emili mengalihkan pandangannya ke arah tangga.
Tampak sang suami, Tuan Leonardo, telah berpakaian rapi turun menghampiri. Ia menyambut suaminya dengan senyuman manis dan memberinya pelukan hangat.
"Selamat pagi, Sayang. Aku telah menyiapkan sarapan kesukaanmu, steak tenderloin," tutur Emili dengan penuh antusias.
Meskipun ada banyak pelayan di rumah, namun Emili selalu ikut turun langsung memasak makanan untuk keluarganya. Ada kepuasan tersendiri yang dirasakan untuk menyajikan langsung makanan dengan tangannya.
"Dimana putra kesayanganmu? Tumben belum turun," tanya Leon.
"Aku sudah menyuruh pelayan untuk memintanya sarapan bersama. Mungkin sebentar lagi dia turun."
Emili menghidangkan steak yang dibuatnya di hadapan sang suami. Tak lupa ia juga mengambil piring hidangan miliknya. Mereka duduk berdampingan dan mulai menikmati steak yang ada di dipiring masing-masing.
"Morning, Mom, Dad ...."
Putra mahkota yang mereka tunggu akhirnya turun menyusul kedua orang tuanya di ruang makan. Ketika ia duduk bergabung di sana, seorang pelayan langsung cekatan menghidangkan menu sarapan pagi beserta segelas teh hangat.
Tristan Alfred. Begitulah nama indah yang diberikan oleh Emili dan Leon kepada putra semata wayang mereka.
Muda, tampan, kaya, dan cerdas. Empat kata itu agaknya mampu mewakili deskripsi tentang Tristan yang kini telah menginjak usia 29 tahun. Calon pewaris tunggal raksasa bisnis milik Keluarga Leonardo.
Ejak kecil hidupnya sudah penuh kemewahan. Segalanya bisa ia dapatkan termasuk fasilitas pendidikan yang mampu mengantarkannya sebagai seorang pengusaha muda dan terkenal sekarang. Wajahnya beberapa kali muncul menghiasi halaman utama majalah bisnis.
Dia tidak hanya mengandalkan nama besar keluarganya. Tapi, dia memang punya kompetensi di bidang bisnis sesuai dengan jurusan kuliah yang ditempuhnya di Australia.
"Kamu baru pulang dari Shanghai tadi malam, sekarang sudah mau berangkat ke kantor lagi?" tanya Emili melihat penampilan putranya yang telah rapi seperti sang suami.
"Ya, Mom. Ada rapat penting yang tak bisa aku tinggalkan. Jadi, aku akan datang ke kantor," jawab Tristan sembari menyantap sarapannya.
"Seharusnya kamu ambil waktu istirahat. Biarkan Regis yang menggantikan pekerjaanmu sesekali. Kenapa hidupmu selalu disibukkan kerja dan kerja? Kamu kan masih muda ...," ujar Emili sedikit menggerutu.
Sebenarnya ia merasa kehilangan sosok putranya yang seperti sangat ambisius dengan pekerjaan. Padahal, suaminya sendiri tak sesibuk Tristan. Semenjak lulus S2 dari Australia, Tristan sibuk merintis bisnisnya. Anak itu tidak mau meneruskan bisnis keluarga. Padahal, tanpa bekerja keras juga hidup Tristan sudah enak.
"Selama di Shanghai, Regis sudah bekerja keras membantuku, Mom. Jadi aku memberinya waktu libur."
Emili menghela napas. "Orang lain kamu beri liburan. Tapi kamu sendiri tidak ada libur," sindirnya.
"Mommy kesepian, Tristan," sahut Leon yang memahami perasaan istrinya.
"Hahaha ... Bukankah sudah ada Daddy yang setiap hari di rumah, Mom? Aku bukan anak kecil lagi sekarang," timpal Tristan.
"Kamu ini anak mommy satu-satunya! Kalau tidak bisa selalu di rumah, setidaknya cepat menikah dan berikan mommy beberapa cucu yang lucu!"
Tristan memperlambat kunyahannya mendengar ucapan sang ibu. Entah mengapa selera makannya tiba-tiba hilang.
"Nanti kalau sudah waktunya juga aku akan menikah, Mom. Sekarang aku masih sibuk dengan pekerjaan."
Sudah tiga tahun belakangan memang ibunya selalu mendesaknya untuk menikah. Tapi, ia sendiri belum terlalu memikirkan ke arah sana.
"Kamu masih bisa terus bekerja meskipun nanti sudah menikah. Lalu kenapa masih ditunda-tunda?"
"Bagaimana dengan lamaranmu untuk putri Keluarga Arthur? Kamu juga sudah menggantungkannya selama satu tahun tanpa kepastian."
"Atau kamu batalkan saja lamaran itu! Mommy akan mencarikanmu calon istri dari keluarga lain."
"Jangan, Mom!" Tristan menolak dengan cepat keinginan ibunya.
"Sebenarnya Mommy kurang suka dengan Karina. Apa yang kamu suka dari wanita seperti itu?"
"Keluarganya juga punya banyak masalah, perusahaan mereka pasti sudah bangkrut kalau kamu tidak membantunya."
"Cari saja wanita lain dari keluarga yang lebih baik! Dari pada nanti banyak masalah muncul gara-gara keluarga mereka!"
Emili sudah berusaha mengenalkan banyak gadis cantik untuk putranya. Tentu saja mereka yang ia kenalkan bukan dari kalangan biasa, melainkan para anak pengusaha yang setara dengan mereka.
Tristan tak pernah tertarik dengan satupun dari mereka. Sampai Emili khawatir jika putranya tidak menyukai wanita.
Tapi, satu tahun yang lalu, tiba-tiba Tristan mengutarakan ketertarikannya kepada putri dari seorang pengusaha restaurant yang hampir bangkrut. Tidak bisa disangkal jika Karina Elizabeth Arthur itu memang wanita yang cantik. Namun, menurut Emili, Karina terlalu centil dan manja. Ia tidak bisa membayangkan memiliki menantu seperti Karina.
"Aku hanya mau menikah dengan putri Tuan Arthur, Mom."
"Kalau Mommy tidak menyukainya, tidak apa-apa jika aku tidak harus menikah," jawab Tristan dengan santainya.
Emili tertegun kehabisan kata-kata. Jawaban Tristan langsung mampu mendiamkannya.
"Biarkan Tristan memilih calon istrinya sendiri, Sayang. Lagi pula, membantu sedikit keluarga mereka juga tidak akan membuat keluarga kita jatuh miskin," sambung Leon.
Emili merasa sendiri. Bahkan suaminya juga berada di pihak putranya. Ia semakin tak berdaya.
"Terserah kamu saja kalau begitu, Tristan. Setidaknya, Mommy bisa melihatmu menikah dan memiliki anak," ucap Emili penuh kepasrahan.
Tristan terlihat mengulaskan senyum.
"Kalau kamu memang serius ingin menikah dengan Karina, tahun ini kalian harus menikah! Mommy tidak mau tahu!"
Tristan kembali tertegun. Ibunya kalau sudah punya kemauan tidak bisa dibantah.
"Luangkan waktumu untuk membahasnya dengan Karina dan keluarganya. Mommy tidak mau mengulur-ulur lagi."
"Kalau bisa minggu ini kita adakan pertemuan keluarga. Mommy akan mengatur semuanya."
Tristan menghela napas dalam-dalam. Ia meletakkan alat makannya. "Mom, aku sudah selesai sarapan. Aku berangkat ke kantor dulu," pamitnya seraya bangkit dari tempat duduknya.
"Tristan!" seru Emili yang kaget tiba-tiba putranya pergi begitu saja dari hadapannya.
"Sudahlah, Sayang. Jangan terlalu mengatur. Tristan sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusannya sendiri," kata Leon menasihati sang istri.
Sementara, Tristan berjalan dengan langkah cepat menuju halaman depan. Di sana sudah terparkir mobil Audi hitam dengan sopir pribadinya.
"Selamat Pagi, Pak Tristan," sapa Hansan, sopir pribadi Tristan.
"Selamat pagi." Tristan menjawab sapaan sang sopir ketika memasuki kursi belakang mobil itu.
"Apa Pak Tristan ingin langsung ke kantor?"
Tristan terdiam sejenak.
"Tidak."
"Antar dulu ke kediaman Tuan Arthur!"
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"