Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Untuk pertama kalinya Juna bersikap manis pada Yura dengan membantunya membuat kudapan.
Pria itu dengan telatennya mengayak tepung ketan yang akan di olah menjadi kue moci oleh Yura.
Karena masa cutinya masih panjang sebelum nantinya di tugaskan di luar pulau, Juna yang memiliki banyak waktu luang menjadi suka kepo terhadap Yura.
Entahlah, rasa penasaran pada sang adik angkat seakan terus meronta-ronta semenjak mamanya menyuruhnya untuk menikahi Yura. Tak hanya itu, Jazil bahkan selalu bilang kalau Yura benar-benar gadis idaman semua pria. Lelaki manapun pasti tak akan pernah bisa menolak pesona Yura, mereka pasti akan langsung jatuh cinta pada gadis solehah yang hafal tiga puluh jus itu.
Dari situlah Juna seakan ingin mengupas habis sosok adiknya.
Dan sepertinya memang ada banyak hal dalam diri Yura yang tidak Juna ketahui.
"Ra, nanti nggak usah masak buat makan malam, ya" Kata Jazil, begitu memasuki area dapur.
Yura serta Juna menatap heran wajah mamahnya.
"Mau tlaktir kita makan di luar, mah?" Seloroh Juna tersenyum riang.
"Ish, yang ada kamu tlaktir mama" Jazil mencuci tangannya di bawah kucuran kran westafle.
"Terus kenapa kita nggak masak, mah?" Tanya Yura masih bingung. "Apa kita akan makan malam di rumah mas Angga, atau mas Reski?" Tebaknya.
"Bukan juga"
"Terus kenapa, mah?" Juna bertanya sambil terus mengayak tepung.
"Ummah Khadijah mengundang kita ke acara khitbahnya Azizah. Dia akan bertunangan dengan pria yang kemarin ta'aruf"
Mendengar apa yang Jazil katakan, raut wajah Yura sedikit berbeda. Ada senyum di bibirnya, tapi terkesan getir.
Jantungnya juga berdetak seperti mau pecah, membuatnya tak bisa fokus mengaduk mentega untuk di bikin cream sebagai isian moci.
Sebenarnya Jazil tahu tentang pertemuan segi tiga itu, Khadijah sendiri yang memberitahuinya, dan Jazil merasa senang kalau Yura tidak di pilih oleh Malik. Dia sangat berharap tidak ada pria manapun yang menikahi putrinya selain Juna.
Mungkin secara tidak langsung dirinya sudah jahat terhadap anak angkatnya, tapi hatinya seakan yakin kalau Yura akan lebih bahagia hidup bersama putra bungsunya.
Menurutnya Yura adalah sosok yang tepat untuk menemani Juna dalam hidup Juna, begitu juga Juna yang sangat tepat untuk menjaga Yura.
Dengan demikian, Jazil akan merasa bahagia sekaligus tenang, tidak ada yang perlu di takutkan karena dua anaknya pasti tidak akan saling menyakiti satu sama lain.
"Jadi Zizah mau tunangan, mah? Sama siapa?" Tanya Juna.
"Ya sama pria yang melamarnya, lah"
"Ya maksudnya siapa namanya"
"Namanya Malik"
"Tunggu!" Juna menghentikan tangannya mengayak tepung, lalu menatap Jazil penuh heran "Bukannya pria yang ta'aruf dengan Yura juga bernama Malik, mah?" Tambahnya, beralih melirik wajah Yura yang gelagapan.
Menyadari ekspresi adiknya, secara reflek Juna mengernyitkan dahi.
Detik berikutnya Jazil menoel pinggang Juna tanpa sepengetahuan Yura.
Juna yang tak mengerti, kerutan di keningnya kian tampak, apalagi saat melihat Jazil menggeleng-gelengkan kepalanya ringan.
Sungguh pria itu benar-benar tak paham apa maksud mamahnya, dia belum tahu kalau selain dengan adiknya, pria bernama Malik juga melakukan ta'aruf dengan Azizah.
"Kita harus datang tepat waktu"
"Memang acaranya jam berapa, mah?" Juna, meletakkan alat penyaring tepung.
"Jam tujuh, nak"
Sesaat setelah mendengar jawaban Jazil, tangan Yura bergerak sangat cepat mencampurkan semua bahan untuk membuat kue moci, tangannya begitu gesit menguleni adonan yang sudah di campur dengan fresmilk dan sedikit air.
Jazil paham betul apa yang Yura rasakan, hanya saja dia tidak mau ikut campur karena dia yakin kalau Yura pasti bisa mengatasi emosionalnya.
"Kamu kenapa, Ra?" Juna kebingungan melihat perubahan sikap Yura.
Kepala Yura tergeleng memberi respon.
"Nggak usah buru-buru, baru jam tiga, jam tujuhnya masih lama"
Tak ada jawaban dari Yura, wanita itu semakin lincah mengaduk adonan dalam wadah. Padahal kalau di pikir-pikir, mengaduk adonan kue moci tangannya pasti akan terasa pegal, bahkan bisa kram.
"Mama ngangkat jemuran dulu ya, sepertinya sudah kering" Jazil mengusap pundak Yura.
Sebelum beranjak, Jazil bersuara.
"Bikin mocinya yang enak, sayang. Buatkan mama moci dengan isian mangga, iya"
"Iya, mah" Sahut Yura lirih.
"Aku potongin mangganya kalau gitu" Imbuh Juna bangkit dari kursi kemudian melangkah ke arah kulkas.
Sementara Jazil berjalan menuju penjemuran baju.
Sampai kue moci siap di santap, Yura masih menampilkan gelegat aneh.
Aneh bagi Juna, dan Juna sangat ingin tahu apa yang terjadi pada Yura. Ia pun mencari mamahnya untuk mencari tahu apa yang tidak ia pahami.
"Mamah kenapa tadi nyubit pinggangku pas aku tanya soal pria yang ta'aruf dengan Yura?"
"Sttt, Yura di mana?" Jazil melirik ke dalam rumah.
"Dia masuk kamar setelah selesai bikin moci. Kenapa si mah, sikap dia juga aneh, ekspresinya nggak bisa ku tebak"
"Jangan bahas pria itu di depan Yura"
"Kenapa, mah?" Juna kian bingung.
"Sini duduk, mamah kasih tahu, tapi kalau sudah tahu, kamu diam aja. Pura-pura saja nggak tahu. Okay"
"Nggak janji si mah, mulutku kadang keceplosan pengin bully dia"
Jazil memukul lengan Juna lirih. "Kamu ini, dia adekmu, jangan musuhin, harusnya kamu bela dia"
"Udah cepetan kenapa dengan Yura?"
"Kamu tahu, kalau pria yang ta'aruf dengan Yura juga ta'aruf dengan Zizah, dan Zizahlah yang terpilih?"
"Hah?"
"Jangan keras-keras" Kembali Jazil memukul lengan anaknya. "Ini beneran Yura ada di kamar, kan?"
"Iya mah, beneran, tadi dia bilang mau ke kamar kok"
Jazil menghela napas panjang lengkap dengan gelengan kepala ringan.
"Kasihan, dia pasti sedih karena tidak di pilih. Mungkin kecewa kenapa Malik harus ta'aruf juga dengan Zizah di waktu yang sama"
"Maksud mamah?" Rasa bingung Juna kian membelit.
"Kamu tahu? kemarin Malik juga menemui Zizah, di jam yang sama pula"
"Masa si mah, bebarengan, gitu? Bertiga?"
Jazil mengangguk.
"Belagu banget tu cowok, pria kelas semi premium aja gaya-gayaan nemuin dua wanita sekaligus, merasa gagah sekali?"
"Tapi mamah senang, jadi ada peluang buat kamu nikahin Yura"
"Mamah!" Sentak Juna.
"Hais, di bilangin jangan keras-keras juga"
"Ya apa'an mamah nyuruh-nyuruh aku nikahin adek sendiri" Kesalnya.
"Sayang, mamah beri tahu satu hal" Kata Jazil serius. "Yura itu gadis yang baik, cantik, pintar, semua pria berlomba-lomba untuk bisa meminangnya"
Juna langsung menatap mamahnya.
"Kamu mau kehilangan wanita baik dan sholehah yang sudah ada di depan kamu, Juna? Sayang loh, kalau mamah si nggak mau"
"Maksud mamah apa, si? Makin aneh aja"
"Juna, Juna. Mama ini serius pengin kamu nikah sama Yura, biar kita benar-benar ada hubungan dengannya. Mamah juga nggak akan khawatir lagi nantinya"
"Khawatir gimana?"
"Ya kalau mamah sama papah sudah nggak ada, Yura akan tetap ada di rumah ini kalau dia nikah sama kamu, mas Angga dan mas Reski pasti juga akan bisa melindunginya. Coba kalau dia nikahnya sama pria lain, pasti kalian akan saling melupakan jika mamah dan papah sudah meninggal. Yura akan sibuk dengan suami serta anaknya, begitu juga denganmu, pasti nggak akan ada waktu buat kalian saling bertemu"
"Mamah ada-ada saja"
"Ayolah nak, nikahin Yura, jangan biarkan dia pergi dari rumah ini. Jangan biarkan Yura menjadi milik pria lain"
"Kita lagi bahas soal ta'arufnya mah, bukan pernikahanya denganku"
"Bahas dikit nggak apa-apa, sayang"
"Tapi aku nggak mau bahas itu" Ujar Juna, melempar pandangan ke arah pintu gerbang.
Sedari tadi posisi mereka memang duduk di teras rumah.
"Terus gimana ta'arufnya?" Tanya Juna ingin tahu.
"Ya gitu, putrinya ustadz Zaki yang terpilih, mungkin pria itu melihat dari bibit, bebet, bobot. Kamu tahu sendiri kan, gimana image orang tuanya Zizah? Jelas kalau Malik pasti akan lebih milih anak dari seorang kyai, dari pada memilih wanita yang mungkin nggak jelas asal usulnya"
"Tapi Yura kan juga jelas, mah. Dia putri dari Ar-Rafiq Irfan dan juga Jazilatul Muna. Orang yang turut andil juga dalam mendirikan ponpes Ahlakul Karimah"
"Kamu benar, sayang. Dasar pria itu saja yang nggak melihat kita sebagai keluarga Yura"
"Benar mah, pria kurang ajar dia. Sok iyes, ta'aruf dengan dua wanita sekaligus. Sekalian aja nikah sama dua wanita juga"
"Ah yang penting putri mamah satu-satunya nggak kepilih, mamah lega" Usai mengatakan itu Jazil tersenyum sumringah, lalu melangkah masuk.
Juna sendiri heran dengan sang mamah.
Segitunya Jazil ingin menikahkan dirinya dengan Yura.
"Azzura Al Ukhti Namira? Namanya bagus juga ternyata" Gumam Juna lirih. Ia menghirup oksigen sedalam-dalamnya sebelum kemudian bangkit dari duduknya.
Pria itu mengayunkan kaki menuju kamar.
Ketika melewati kama Yura, pintunya yang tak tertutup rapat membuat Juna bisa tahu apa yang sedang wanita itu lakukan.
Ternyata Yura sedang membaca Al-Qur'an, dengan masih mengenakan mukena usai sholat ashar.
Dilema?
Tapi entah apa yang membuat delima pria bernama lengkap Arjuna Arellian Ar-Rafiq.
Bersambung
smg dengan ini dini bisa sadar dan lbh baik lg sikap sm yura..krn yura tdk ada masalah sm dini..yg ada sini membuatasalah sendiri dengan iri hatiy..
ini maksudnya si dini udah pernah keguguran ya? kasian sih tapi mungkin akibat busuk hati sama yura tuh
q bacanya sambil senyam senyum Dewe..
mau ngapain mas angga nyari tita 🤣🤣