Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Papaa..." seru Adeline sambil berlari lalu memeluk perut Davin.
Yuli dan Susi yang sudah gagal selfie pun menyeret kakinya menjauh dari Davin. Kemudian beralih menatap Arumi yang sudah tampil sangat cantik, keduanya nampak insecure memilih menjauh bergabung dengan Ibu mereka.
Sementara Davin yang sudah tiga hari tidak bertemu putrinya tidak menghiraukan mereka. Secepatnya dia gendong Adeline.
"Anak Papa darimana?" Davin mencium pipi putrinya berkali-kali, baru sadar ketika menatap lekat wajah putrinya ada yang berbeda.
"Loh, kenapa wajah Adel dipoles-poles begini?" Davin menatap Rumi minta penjelasan. Tapi yang ditatap nampak datar.
Arumi masih kesal ketika ingat drama baru saja, tangan Davin dirangkul dua wanita yang baru dikenal, tetapi diam saja. "Dasar laki-laki Buaya" batin Arumi. Bukannya cemburu, tetapi bukankah tujuan Davin ke tempat ini ingin melamarnya?
"Adel minta sama Mbak salon supaya dibikin cantik sepelti Ate Lumi, Papa..." jujur Adeline. Davin yang sudah mangap hendak protes kepada Arumi pun urung.
"Anak Papa tidak usah pakai bedak sudah cantik" Sebenarnya masuk akal alasan Davin, tentu tidak ingin kulit putrinya iritasi.
"Bial tambah cantik Papa..." Adel tak mau kalah, hingga membuat Davin tidak mampu berkata-kata lagi.
Arumi tersenyum miring setengah meledek Davin, tanpa sepatah katapun berbicara, ia melangkah ke ruang tamu diikuti Davin yang masih menggendong Adeline.
"Karena sudah siang sebaiknya kita lanjutkan saja" pak rt memberi sambutan mewakili Seno. Kemudian dilanjutkan acara lamaran, Davin sendiri yang mengajukan permohonan untuk meminang Arumi. Tentu tidak memperpanjang kata-kata karena sudah banyak obrolan santai di awal.
"Davin, dan juga kamu Arumi, selaku orang tua jika kalian sudah saling menyayangi, kami memberi restu" tegas pak Seno. Pak Seno menatap Davin dan Arumi yang hanya mengangguk. Seno lalu menanyakan kapan ijab kabul akan dilaksanakan.
"Lebih cepat lebih baik, Pak" ucap Davin. Davin ingin pernikahan itu dilaksanakan minggu ini juga untuk menyingkat waktu, selagi mereka berada di Semarang.
"Waah... calon pengantin pria sudah tidak sabar rupanya" Lagi-lagi rw bercanda di saat sedang serius. Tetapi justru membuat semua rileks tidak lagi tegang kecuali Arumi. Arumi seolah pasrah menerima keputusan apapun itu.
"Waktu seminggu terlalu pendek Nak Davin, karena kami harus mengurus segala sesuatunya" Seno ingin merayakan pesta pernikahan putrinya, tentu saja tidak bisa jika hanya dalam waktu tersebut. "Setidaknya beri kami waktu tiga bulan" lanjut pak Seno.
"Jika alasan Pak Seno mengulur waktu hanya karena mengurus pernikahan Rumi, kami bisa mengurus dengan cepat Pak Seno" pak rt menjamin berkas akan selesai dengan cepat.
"Kami sependapat dengan Davin Pak Seno, masalah resepsi bisa menyusul" Xanders pun angkat bicara. Rupanya Xanders lebih bisa membaca pikiran Seno.
"Bagaimana menurut Ibu?" Seno minta pertimbangan istri.
"Ibu sih menurut saja Yah, tapi bagaimana dengan kamu Rum?" Astiti mengusap pundak Rumi di sebelahnya.
"Aku menurut saja Bu"
Ucap syukur dari kedua belah pihak karena lamaran berjalan lancar, mereka sepakat pernikahan akan dilaksanakan minggu depan hanya mengundang kerabat.
Lalu dilanjutkan makan siang bersama tidak terkecuali Arumi, ia ambil makan untuknya dan untuk Adel tetapi paling terakhir.
"Papa Adel sudah makan belum sayang..." Arumi mengedarkan pandanganya, tapi tidak melihat Davin.
"Adel nggak tahu Ate" Adel sebenarnya sudah lapar.
"Ya sudah... sekarang Adel mau makan lauk apa?" Rumi mengangkat Adel agar melihat menu makanan.
"Mau ini, ini, telus ini" Adel menunjuk beberapa lauk dan sayur.
"Okay... sekarang Adel duduk di sini dulu" Arumi menurunkan Adel di kursi kemudian ambil beberapa menu makanan.
Suara piring dengan sendok beradu hingga berdenting. Arumi menatap tangan kekar tengah ambil tumpukan dua benda tersebut, lalu mengisi nasi sedikit ditambah 5 tusuk sate. Tidak ada yang berkata-kata seolah tidak saling kenal.
"Lihat Yuli, kok Arumi dengan calon suaminya tidak saling sapa sih" Susi yang sudah duduk hendak makan tidak jauh dari meja pun memperhatikan.
"Benar, aneh ya? Calon suami istri kok nggak romantis gitu" Yuli merasa ganjil.
"Kita dekati yuk" Susi mulai keppo.
"Ayo, eh tunggu-tunggu, kita kan sudah ambil makan Sus" Yuli tidak mempunyai alasan untuk mendekat khawatir Arumi curiga.
"Halah... gitu saja kok repot, kita pura-pura saja ambil kerupuk atau apa gitu" Susi mempunyai akal licik.
Susi berjalan lebih dulu lalu ambil buah jeruk, kemudian Yuli ambil kerupuk. Namun, sialnya mata Yuli tidak bisa tahan untuk tidak memandangi Davin. Tangannya ambil kerupuk tetapi matanya menatap Davin tidak berkedip.
"Hai Yuli, kerupuknya pada jatuh tuh" Rumi tersenyum menatap tangan Yuli yang tengah ambil kerupuk tetapi tidak kira-kira hingga berjatuhan di atas meja.
"Eemm... anu..." Yuli bingung entah mau menjawab apa, lalu melempar tatapan ke arah Susi yang punya ide.
"Kalian kan tadi mau selfie nggak jadi, sebaiknya sekarang dilanjutkan foto saja" Arumi melirik Davin yang menatapnya tajam. Pria itu tentu menolak rencana Rumi untuk berfoto.
"Mau foto ya Te? Adel ikutan boleh?" Adel tak kalah semangat.
"Tentu boleh"
"Kami juga mau Rum, tapi kamu yang fotoin ya" Yuli dan Susi bersemangat, tetapi dalam hatinya tidak mau jika Arumi ikut berfoto. Karena foto tersebut akan mereka post di media sosial. Mereka mengembalikan kerupuk dan jeruk lalu berdiri di sisi Davin yang sudah memegang piring.
Arumi ambil piring dari tangan Davin kemudian meletakkan di atas meja.
Davin kesal sekali dengan kelakuan Arumi, rasanya ingin marah tetapi dia jaga image di depan dua wanita itu.
Arumi melambaikan tangan ke arah Derman yang sudah selesai makan lantas ngobrol dengan Yudha. Tidak lama kemudian Derman menghampiri Rumi.
"Bang, tolong fotoin kami ya" Arumi memberikan hape miliknya kepada Derman.
"Siap bos"
"Mbak Yuli bisa geser" Arumi menyekat tubuh Yuli yang nempel di lengan Davin dengan tubuh Adel, Davin tersenyum lalu tangannya melingkar di pundak putrinya. Yuli yang tidak bisa dekat dengan Davin menahan kesal.
"Mbak Susi juga geser sedikit" Arumi pun nasuk setelah Susi geser, bergaya manja merangkul tangan Davin untuk memanas-manasi Susi dengan Yuli. Davin pun akhirnya tersenyum samar.
Berbeda dengan Susi, wanita itu tidak ada bedanya dengan Yuli, kesal kepada Arumi.
Beberapa gambar Derman ambil kemudian kembali ke tempatnya. Sementara Yuli bersama Susi memilih pulang melaui pintu belakang meninggallan makanan yang belum mereka makan.
Walaupun Arumi memanggil-manggil ingin menunjukkan seperti apa hasil foto di handphone miliknya.
Hanya tinggal Davin, Arumi, dan Adel di meja makan, mereka lalu makan bersama.
"Ate... tangan Adel kotol" Adel menunjukkan telapak tangannya yang belepotan kecap saos sate ayam.
"Cuci di wastafel sayang..." titah Arumi, seketika Adel berjalan ke wastafel dapur.
"Pak Davin, saya boleh bertanya?" Arumi membuka percakapan. Sejak pulang dari salon sama sekali belum mengajak Davin bicara.
"Tanya apa" Davin menoleh Rumi setelah mengelap mulut dengan tissue.
"Sebenarnya kemana Mama kandung Adel?" Pertanyaan ini yang masih mengganjal di hati Arumi.
...~Bersambung~...