Semasa Joanna kecil ia tidak pernah menyukai kehadiran anak-anak laki-laki yang tinggal satu rumah dengannya. Namun, ketika duduk dibangku SMA Joanna merasa dirinya merasakan gejolak aneh. Ia benci jika Juan dekat dengan orang lain. Ia tidak bisa mengartikan perasaannya pada laki-laki itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08 : Bimbang
...- happy reading -...
...***...
"Hai Juan." Juan menoleh dan tersenyum melihat Laras yang kini menyejajarkan langkahnya dengan Juan.
"Hai Kak.." Laras tersenyum tipis.
"Lo udah sarapan?" tanya Laras.
"Belum Kak, tadi gue langsung berangkat soalnya ngejar bus dulu."
"Loh lo naik bus?"
Juan mengangguk pelan sembari tersenyum kecut. Ia memang harus berlari lebih dulu dan mengejar bus karena Joanna menolak untuk mengantarnya. Awalnya Bunda Lexa memaksanya untuk naik grab saja tapi cowok itu menolak. la tidak terbiasa dengan ojek online.
"Nih..." Laras menyodorkan roti sandwich dan susu cokelat. Juan tersenyum dan menerimanya.
"Besok gue jemput ke rumah lo, shareloc ya." Juan terkejut dan hendak protes tapi Laras langsung lari meninggalkannya.
"Duh gimana ya..." Juan menggaruk pelan kepalanya yang tak gatal.
Kriiingg!
Mendengar bel masuk berbunyi Juan segera berlari ke kelasnya dan menyimpan tas dan barangnya. Tak lupa ia pakai topi dan kembali turun menuju lapangan. Nafasnya berantakan, cowok itu ikut berbaris menyusul Yuda dan Saka.
"Kok baru dateng lo?" tanya Saka.
"Gue nunggu bus dulu tadi." Juan masih mengatur nafas dan berdiri di belakang Yuda.
"Untung masih keburu Ju."
Tidak lama pun upacara di mulai, para murid mengeluh akibat amanat kepala sekolah yang terlalu panjang sehingga matahari terasa terik. Setelah selesai berdiri lebih dari sejam, akhirnya murid pun di bubarkan untuk belajar ke kelas.
Juan tiba tiba teringat roti dan susu yang tadi di berikan Laras, lebih baik ia makan sebelum guru pertama masuk ke kelas. Ia merogoh kolong mejanya dan membuka roti sandwich itu, ia memakan nya dalam tenang.
"Heh makan ga bagi bagi lo..." Saka melihatnya memakan rotinya dengan terburu buru.
"Ini sarapan gue, kalo mau beli aja sana."
"Eh btw itu di kasih Kak Laras ya?" tanya Yuda. Juan hampir saja tersedak, bagaimana mereka tahu?
"Ya elah santai aja si, kita tadi liat pas mau ke lapangan. Manis banget ya Kak Laras, kayanya dia suka deh sama lo," ujar Yuda.
"Tapi lo tau ga ekspresi Kak Joanna tadi gimana? Gila sih gue ga nyangka aja liat dia." Gerald ikut nimbrung. Juan mengernyitkan dahinya, setelah mengunyah roti dan meminum susu ia pun bertanya.
"Hah, Kak Joanna?" Mereka bertiga mengangguk bersamaan,
"Ekspresi dia kaya orang cemburu, mukanya datar tapi tatapan nya tuh ga suka gitu." Jawab Gerald bersemangat.
"Jangan jangan Kak Joanna suka lagi sama lo?" tanya Saka yang membuat Juan refleks melempar kotak susu yang sudah kosong ke arahnya.
"Gila lo, ya kali ah."
"Dih lo mah, nih buang sampah lo."
Yuda cemberut kesal lalu memberikan Juan kotak susu tadi. Ia hanya terkekeh dan memasukkan sampah itu ke kolong meja, nanti akan ia buang. Sementara Gerald menatap Juan lalu sibuk dengan pikiran nya sendiri, hingga tak lama Bu Septa datang dan pelajaran pertama di mulai.
Sementara di kelas lain, Joanna menatap Laras dengan wajah sangat datar, sementara yang di tatap hanya sibuk mengerjakan tugas Fisika.
"Ngapain lo liatin gue? Mau ngerjain tugas gue?" Laras menoleh ke arah Joanna lalu kembali mengerjakan soal ke 5 dari 10 soal yang diberikan.
"Lo ga main main sama ucapan lo?" tanya Joanna tiba tiba.
"Maksud lo?" tanya Laras bingung namun masih terfokus pada buku dan kegiatan tulis menulisnya.
Joanna berdecih dan menatap Laras sinis. "Soal adek kelas itu." Laras menghentikan kegiatan menulisnya lalu menatap Joanna.
"Juan maksud lo?" tanya Laras tapi tidak di gubris Joanna. Laras pun menghela nafasnya.
"Lo kenapa sih? Kenapa emang kalo gue suka sama Juan? Lo suka sama dia?" Namun pertanyaan itu berhasil membuat Joanna terkejut, hanya saja ia tidak terlalu menunjukkan ekspresinya.
"Lo ga mungkin kan suka sama Juan? Lo bilang lo masih ada rasa sama Ardan?" Joanna menggeleng pelan.
"Gue cuma ga percaya lo udah buka hati lo lagi."
Bu Dyah yang mendengar suara dari arah meja Joanna dan Laras mulai membenarkan posisi kaca matanya lalu berdehem kencang, namun sepertinya tidak di gubris oleh keduanya.
"Kalo gitu lo harus liat seserius apa gue sama Juan. Dan lo juga, gue denger Ardan bakal balik sekolah minggu depan," jawab Laras.
"Joanna! Laras! Kenapa kalian berisik sekali? Sudah selesai tugas dari saya?" Dan kini seluruh mata di kelas melihat ke arah keduanya.
"Kalian saya hukum, bersihin perpustakaan sekarang."
***
Juan berjalan terburu buru hendak keluar dari perpustakaan, tapi di pintu ia malah terjatuh setelah menabrak seseorang, gadis itu terjatuh dan meringis pelan, pasalnya kakinya sedikit terkilir. Ia mendongak melihat siapa yang ia tabrak dan menemukan Joanna yang sedang menatap ke arahnya dengan wajah tidak peduli tanpa berniat membantunya.
"Lo gapapa?"
Juan menoleh ke sebelah Joanna, dimana terdapat Laras yang mengulurkan telapak tangannya. Ia tersenyum dan menerima uluran tangan tersebut. Laras membantu Juan berdiri sementara Joanna meninggalkan keduanya dan berjalan masuk.
"Gapapa Kak, btw tolong bilangin maaf ya gue ga sengaja nabrak." Laras mengangguk pelan lalu tersenyum.
"Kenapa lo lari larian kaya tadi?"
"Anu.. Bu septa tadi minta di cariin atlas, jadi harus buru buru soalnya jamnya sebentar lagi selesai."
Kriinggggg!!!
"Yah telat, gue duluan ya kak."
Juan berjalan pelan seraya mengontrol pergerakan kakinya agar tidak terlihat pincang. Ia pun melambaikan tangan nya dan masuk ke dalam perpustakaan. Setelah melihat itu Juan menghela nafas lega dan meringis merasakan nyeri di pergelangan kaki kanan nya.
Saat hendak menaiki tangga, Juan menghela nafasnya kasar dan menaiki tangga satu persatu. Tidak sengaja ia bertemu dengan Bu Septa dan meminta maaf karena terlambat, namun Bu Septa hanya mengangguk lalu mengambil atlas itu dan berterima kasih. Guru itu pun tersenyum lalu pergi ke ruang guru.
Juan kembali melangkahkan kakinya menaiki tangga, namun sebuah suara berhasil membuatnya berhenti dan menoleh ke belakang.
"Lo butuh bantuan?"
Sisil tersenyum disana, lalu tak lama pria itu ikut menaiki tangga dan mulai memapah Juan. Juan yang masih bingung hanya terdiam dan menatap Sisil yang menampakkan lesung pipinya.
"Kaki lo kenapa?" Mendengar pertanyaan itu pun Juan refleks melihat kakinya dan dengan dibantu Sisil bisa lebih cepat menaiki tangga.
"Tadi jatuh di perpustakaan Kak." Keduanya terdiam hingga Sisil berhasil memapah Juan hingga ke depan kelasnya.
"Makasih ya kak, gue jadi ngerepotin." Sisil hanya tersenyum lalu tangan nya terulur mengusap rambut Juan yang halus.
"Lain kali hati hati ya, gue cuma mau jagain lo aja. Gue balik ke kelas ya."
Juan mengangguk cepat dan Sisil pun berbalik berjalan menjauh. Ia menatap punggung perempuan itu hingga menghilang di balik tikungan tangga, entah kenapa ia merasa hatinya tidak karuan, kenapa ia sangat plin plan? Pada siapa seharusnya hatinya ia berikan?