Novel ini berkisah tentang kehidupan seorang gadis jelita bernama Alea, yang kehilangan kebahagiaan semenjak kepergian ibundanya
Hingga ayahnya memutuskan untuk menikahi seorang janda dengan harapan mengembalikan semangat hidup putri tersayangnya
Namun alih-alih mendapat kebahagiaan dan kasih sayang seorang ibu, hidup Alea semakin rumit karena dia dipaksa oleh ibu tirinya menikahi seorang pria dingin di umurnya yang masih belia
Akankah Alea bisa menemukan kebahagiaannya bersama suami pilihan ibu tirinya yang kejam?
Yuk... Simak terus cerita hidup Alea...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
"Kau sungguh bahagia dengan pernikahanmu?"
Alea mengangguk, meng-iyakan. Meski awalnya dia hanya terpaksa menikah dengan Mahesa dan sempat diperlakukan kasar olehnya, namun semakin berjalannya waktu ternyata Mahesa memperlakukan Alea dengan sangat baik.
Hal itulah yang membuat Alea mulai menaruh hati pada lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu. Setelah kedatangan Ira yang sempat ingin menghancurkan rumah tangganya, siapa sangka kini dia malah bertemu dengan mantan kekasih yang dulu sangat dia cintai.
"Mahesa orang yang baik dan bertanggung jawab Dim. Aku tidak mungkin melukainya"
"Jadi kau lebih memilih untuk melukaiku?" Dimas menatap lekat wajah Alea, berusaha mencari sisa-sisa harapan yang mungkin masih ada disana.
"Maaf" Hanya itu yang bisa keluar dari bibir Alea.
Alea kembali menatap jalanan, sepi sekali. Hampir tidak ada kendaraan yang berlalu lalang seperti biasanya. 10 menit yang lalu, pak Muji memberi kabar jika dia terjebak macet yang sangat parah. Mobilnya tidak bisa maju ataupun mundur, itulah mengapa dia tak kunjung tiba saat menjemput Alea.
"Lupakan aku"
"Tidak bisa"
"Masih banyak perempuan lain yang ingin jadi pacarmu"
"Tidak mau! Mereka bukan kamu Lea"
Alea menghela nafas panjang, dia sudah tahu sejak awal betapa Dimas adalah lelaki paling keras kepala yang pernah dia temui. Percuma saja berdebat dengannya, dia pasti akan tetap pada pendiriannya.
Mereka duduk berhadapan di kantin kampus, banyak sorot mata yang menatap tajam ke arah mereka. Beberapa bisikan mulai terdengar di telinga Alea.
"Dimas sama siapa tuh?"
"Bukannya itu anak MIPA?"
"Itu pacarnya ya?"
"bla...bla..bla"
Gunjingan itu membuat telinga Alea panas. Ingin rasanya dia pergi dan menyudahi perdebatannya dengan Dimas saat itu juga. Namun Pak Muji belum juga datang. Mungkin masih terjebak macet, pikir Alea.
Cukup lama mereka berdua terdiam, Es yang mereka pesan pun sudah mencair sepenuhnya.
Alea merasa salah tingkah, karena sejak tadi Dimas terus menerus menatapnya dengan sorot mata tajam, seakan hendak menerkam Alea.
Pergi pun percuma, pikir Alea. Dimas pasti akan terus mengikutinya kemanapun Alea pergi. Sudah sejak tadi dia mencoba memesan taxi online, tapi semuanya gagal. Entah separah apa macet yang terjadi diluaran sana. Membuat kesal saja.
Alea menyapukan pandangannya ke sekeliling kantin. Mujur, dilihatnya Vivi sedang berjalan menuju ke arahnya. Alea yang sejak tadi mencari-cari kesempatan langsung sigap melambaikan tangannya ke arah Vivi.
"Vi...!! Sini cepet" Panggil Alea pada sahabatnya.
Vivi yang melihat Alea bersama Dimas langsung sumringah, dia berlari kecil menghampiri sahabatnya, dan langsung duduk tanpa harus dipersalahkan terlebih dahulu.
"Kenapa belum pulang?" Tanya Vivi pada Alea.
"Pak Muji lagi kejebak macet Vi. Ini udah hampir 1 jam aku nungguin" Jawab Alea dengan nada bete.
"Eh, kenalin Vi. Ini temenku waktu SMA namanya Dimas" Alea berpura-pura memperkenalkan Dimas pada Vivi, meski sebenarnya dia sudah tau bahwa Dimas dan Vivi sudah saling mengenal, secara mereka berada di satu organisasi yang sama.
"Iya kami sudah saling kenal kok" Vivi tersenyum ke arah Dimas. Dan Dimas pun membalas senyuman Vivi.
Melihat pemandangan itu wajah Alea berubah merah padam. Dia sadar Dimas harus bisa move on dari masa lalunya. Namun Alea sama sekali tidak berharap jika hal itu terjadi di depan matanya.
Seperti saat ini, Vivi yang notabene nya anak yang sangat supel dan mudah bergaul, mudah saja baginya mencari topik pembicaraan yang menarik.
Dalam sekejap Alea merasa dirinya sudah tersisih, mereka berdua asyik ngobrol ngalor ngidul. Berbicara tentang pendakian dan gunung-gunung dari berbagai wilayah di Indonesia yang Alea sama sekali tidak mengerti.
Jadi Alea pasrah untuk menjadi pendengar setia saja. Bagaimanapun juga, ini terasa jauh lebih baik daripada dia berdebat dengan Dimas seperti sebelumnya.
"Mahesa belum datang? Bareng aku aja ya" Suara Vivi seketika membuyarkan lamunan Alea. Dia cukup gelagapan untuk sekedar menjawab pertanyaan sederhana itu. Entah karena Vivi spontan menyebutkan nama suaminya, atu karena ada Dimas dihadapannya saat itu.
Vivi yang sadar telah membuat kesalahan langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia meringis ke arah Alea meminta maaf tanpa mengeluarkan suara. Karena keasyikan ngobrol dengan Dimas dia jadi lupa harus merahasiakan identitas sahabatnya.
"Tidak perlu, sepertinya supirku sudah di depan" Jawab Alea cepat, dia masih gugup karena sejak tadi Dimas selalu memperhatikan dirinya dengan tatapan elangnya.
"Aku duluan ya Vi"
Alea menepuk bahu Vivi perlahan, dan melempar senyum getir ke arah Dimas. Dia beranjak dari tempat duduknya tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya terlebih dahulu.
Beberapa menit yang lalu Pak Muji memberi kabar via chat bahwa dia sudah sampai di depan gerbang kampusnya. Namun Alea merasa sedikit tidak sopan untuk menyela pembicaraan temannya yang sedang asyik. Jadi dia memutuskan untuk sabar menunggu.
Sesampainya dirumah, Alea memutuskan untuk segera mandi. Dia sudah tidak sabar untuk mengguyur badannya yang sejak tadi terasa lengket. Dia berendam lama di dalam bathup, sambil memejamkan mata dan bersenandung kecil. Berusaha menghilangkan pikirannya yang carut marut karena sikap Dimas tadi siang.
Tanpa dia sadari Mahesa sudah berdiri di depan pintu kamar mandi yang pintunya tidak terkunci. Ceroboh sekali, pikir Mahesa. Dia baru saja sampai dirumah. Hanya terpaut 30 menit dari kedatangan Alea.
Mahesa yang melihat Alea yang sedang asyik berendam sepertinya tidak menyadari kehadirannya. Muncul pikiran-pikiran nakal di benak Mahesa, dia sama sekali tidak menyangkal jika sulit sekali mengontrol nafsunya saat melihat istrinya dalam keadaan yang sangat menggairahkan seperti itu.
Mahesa mendekatkan langkahnya, Alea masih saja asyik memejamkan mata sambil bersenandung kecil, earpods yang dia pakai di kedua telinganya membuatnya tidak sadar akan derap langkah kaki Mahesa yang semakin mendekat kearahnya.
Ketika Alea membuka matanya, jantungnya seketika mencelos saat mendapati wajah Mahesa sudah berada sangat dekat dengan wajahnya. Bahkan hidung mereka hampir menempel saking dekatnya.
"Aaaaahhhhh..." Teriak Alea saking kagetnya, Mahesa dengan sigap membungkam mulut istrinya, sebelum teriakannya semakin keras.
"Ssttt.... Apa wajahku seperti hantu sampai kamu harus teriak gitu?"
"Lagian Mas Hesa kenapa tiba-tiba masuk kesini sih! Ngagetin aja" Alea memukul pelan dada suaminya yang bidang itu.
"Tadi Mas sudah panggil-panggil kamu sayang, tapi gak ada jawaban, jadi mas masuk aja"
Mahesa cengengesan, seakan merasa tidak bersalah sama sekali. Padahal Alea benar-benar kaget setengah mati melihat tingkah suaminya barusan. Tapi pelakunya malah cengar-cengir saja.
Mahesa mulai membelai rambut Alea yang basah kemudian menghirup aromanya, wangi sekali mengundang gairah.
.
.
tapi gapapalah, kan suami sendiri 🤭🤭
joss banget ceritanya /Drool//Drool/