Pada tahun 2050, bumi dilanda kekeringan dan suhu ekstrem. Keitaro, pemuda 21 tahun, bertahan hidup di Tokyo dengan benteng pertahanan anti-radiasi. Namun, tunangannya, Mitsuri, mengkhianatinya dengan bantuan Nanami, kekasih barunya, serta anak buahnya yang bersenjata. Keitaro dibunuh setelah menyaksikan teman-temannya dieksekusi. Sebelum mati, ia bersumpah membalas dendam.
Genre
Fiksi Ilmiah, Thriller, Drama
Tema
1. Pengkhianatan dan dendam.
2. Kekuatan cinta dan kehilangan.
3. Bertahan hidup di tengah kiamat.
4. Kegagalan moral dan keegoisan.
Tokoh karakter
1. Keitaro: Pemuda 21 tahun yang bertahan
hidup di Tokyo.
2. Mitsuri: Tunangan Keitaro yang mengkhianatinya.
3. Nanami: Kekasih Mitsuri yang licik dan kejam.
4. teman temannya keitaro yang akan
muncul seiring berjalannya cerita
Gaya Penulisan
1. Cerita futuristik dengan latar belakang kiamat.
2. Konflik emosional intens.
3. Pengembangan karakter kompleks.
4. Aksi dan kejutan yang menegangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Aditia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21: KEJADIAN TAK TERDUGA
Keitaro dan Kenta mengikuti Shoji keluar. Saat mereka melangkah keluar, sinar matahari menyapa mereka, dan suara aktivitas Ginza mulai terdengar lebih jelas. Dunia di luar masih tampak normal, dengan pekerja yang sibuk dan lalu lalang pejalan dan kendaraan. Namun, di benak Keitaro, ia tahu bahwa ini hanyalah ketenangan sebelum badai.
Shoji memecah keheningan. "Jadi, apa sebenarnya kiamat panas ini? Kau belum benar-benar menjelaskannya."
Keitaro melirik Shoji. "Kiamat panas adalah perubahan suhu ekstrem yang akan menghancurkan ekosistem dan membuat sebagian besar wilayah bumi tidak dapat dihuni. Dalam waktu lima puluh hari, gelombang panas pertama akan datang, membakar apa pun yang tidak memiliki perlindungan. Setelah itu, suhu akan terus meningkat sampai tidak ada yang bisa bertahan kecuali mereka yang sudah bersiap."
Shoji tampak berpikir sejenak. "Dan kau yakin ini akan terjadi?"
"Seratus persen," jawab Keitaro dengan mantap. "Aku pernah hidup melewatinya sebelumnya. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkannya berakhir seperti dulu."
Shoji tidak berkata apa-apa lagi, tetapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia mulai mempercayai sebagian dari cerita Keitaro.
Kenta, yang berjalan di belakang, berbisik pada Keitaro. "Kau yakin dia akan tetap bersama kita?"
Seperti biasa keitaro mengaktifkan kemampuan auranya, aura Shoji putih bersih. keitaro senang ternyata sebenarnya Kenta telah mempercayainya dan tidak ada niat melawan lagi. lalu akhirnya berbisik kepada Kenta. "Shoji mungkin keras kepala, tapi dia adalah orang yang setia jika sudah mempercayai seseorang. Yang perlu kita lakukan hanyalah menunjukkan bahwa kita tidak punya niat jahat."
Saat mereka meninggalkan Ginza, Keitaro merasakan langkah mereka semakin mendekatkan dirinya pada rencana besar yang telah ia susun. Dengan Shoji di pihak mereka, ia tahu bahwa timnya mulai terbentuk kembali, satu per satu. dan memulai tujuannya sebenarnya, membuat Mitsuri dan Nanami tersiksa seumur hidup mereka.
"Bagaimana kita akan mencapai benteng?" tanya Shoji tiba-tiba, memecah lamunan Keitaro. "Kalian punya kendaraan atau kita jalan kaki sepanjang jalan?"
Kenta terkekeh pelan. "Tenang, kami punya kendaraan. Tidak mungkin kami jalan sejauh ini."
Shoji melirik mereka dengan ekspresi setengah percaya. "Baiklah. Kalau begitu, aku akan ikut sampai ke tempat kalian. Tapi aku ingin melihat sendiri benteng itu sebelum aku memutuskan apa pun."
Keitaro mengangguk. "Itu bisa diatur. Kau tidak akan kecewa."
Mereka tiba di tempat Keitaro dan Kenta menyembunyikan kendaraan mereka. Shoji mengamati kendaraan itu dengan pandangan skeptis sebelum akhirnya masuk ke kursi belakang.
"Jeep tua ini bisa bertahan dari apa yang kau sebut kiamat panas?" tanyanya sinis.
Kenta tersenyum kecil sambil menyalakan mesin. "Kami belum memodifikasi mobil ini. kami juga hanya meminjamnya dari salah satu rekan kita"
Keitaro duduk di kursi depan, memutar radio yang ternyata hanya memancarkan suara statis. "sudah tidak ada sinyal," gumamnya. "Sepertinya kita sudah benar-benar masuk ke wilayah mati."
Shoji menyilangkan lengannya. "Wilayah mati? Maksudmu apa?"
Keitaro menjelaskan sambil mengemudi. "Ada beberapa area yang mulai kehilangan konektivitas karena anomali cuaca. Ini baru awal, tapi semakin mendekati gelombang panas pertama, lebih banyak wilayah akan kehilangan akses ke jaringan. Saat itu terjadi, kekacauan akan mulai menyebar."
Shoji mengangguk pelan, seolah mencoba mencerna informasi tersebut. "Aku tidak tahu apakah aku harus terkesan atau khawatir dengan pengetahuanmu ini."
Keitaro tidak menjawab, tetapi dalam hatinya, ia menyadari bahwa waktu semakin menipis. Setiap hari yang berlalu membawa mereka lebih dekat ke kehancuran yang tak terelakkan. Dan setiap langkah yang ia ambil adalah bagian dari rencana untuk memastikan bahwa mitsuri yang telah mengkhianatinya akan merasakan penderitaan yang sama bahkan lebih besar daripada yang pernah ia rasakan.
keitaro mulai bercerita tentang kematiannya dikehidupan sebelumnya yang disebabkan oleh tunangannya sendiri.
Shoji memecah keheningan lagi. "Jadi, Apa yang kau rencanakan untuk Mitsuri dan Nanami? Aku bisa melihat dari caramu berbicara bahwa mereka bukan sekadar musuh biasa bagimu."
Kenta, yang biasanya cenderung ceria, ikut menjadi serius. "ya, apa rencanamu?"
Keitaro tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip ancaman daripada kebahagiaan. "Aku tidak akan membunuh mereka, jika itu yang kalian pikirkan. Itu terlalu mudah. Aku akan membuat mereka merasakan bagaimana rasanya kehilangan segalanya, seperti yang pernah aku rasakan. Mereka akan hidup dalam ketakutan, rasa bersalah, dan penderitaan seumur hidup mereka."
Shoji mengangguk pelan, untuk pertama kalinya menunjukkan tanda hormat. "Kau lebih dari sekadar pria. Kau seorang perencana. Baiklah, aku akan melihat sejauh mana rencanamu ini berjalan."
Keitaro menatap Shoji melalui kaca spion dan tersenyum samar. "Itulah kenapa aku membutuhkanmu, Shoji. dengan adanya kau ditim, kita sudah siap menghadapi kiamat panas dan membantuku membalaskan dendam, mungkin dendam ini termasuk dendammu juga.
Dengan itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju benteng. Matahari perlahan mulai tenggelam, memberikan warna jingga keemasan pada langit, seolah menandakan bahwa waktu terus berjalan dan kiamat panas semakin mendekat.
Saat jeep melaju di jalan berbatu menuju benteng, Keitaro tiba-tiba melihat notifikasi melayang di depannya. "Misi utama: Selamatkan 3 rekan dari kehidupan sebelumnya - Selesai. Hadiah: Kemampuan baru - Sihir Es." Keitaro membaca deskripsinya dengan cepat: "Pengguna dapat membekukan suatu objek. Tanpa efek samping, namun kemampuan ini hanya bisa digunakan sekali sehari."
Keitaro menahan senyum. Hadiah kali ini terasa sangat berharga, terutama mengingat kiamat panas yang akan datang. Kemampuan ini dapat menjadi penyelamat dalam kondisi terburuk. Ia memutuskan untuk menyimpan kabar ini hingga mereka berada di benteng dan situasi lebih tenang.
"Kenapa kau tersenyum sendiri, Keitaro?" tanya Kenta, yang duduk di sampingnya.
Keitaro hanya menggeleng ringan. "Nanti saja kuberitahu. Kita fokus ke benteng dulu."
Setibanya di benteng, suasana tidak seperti biasanya. Pintu utama terlihat terbuka lebar, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya. Keitaro dan Kenta segera turun dari jeep dengan rasa waspada. Shoji, yang mengikuti mereka dari belakang, mengerutkan alis.
"Di mana teman-temanmu?" tanyanya.
"Harusnya Ayane menunggu di sini," gumam Keitaro, setengah berbicara pada dirinya sendiri. Ia segera membuka pintu benteng, dan pemandangan yang ia temui membuat jantungnya berdegup kencang.
Benteng itu kosong. Tidak ada tanda-tanda Ayane, Reina, atau bahkan beruang yang biasanya selalu berkeliaran di sekitar. Ruangan yang seharusnya penuh aktivitas kini terasa dingin dan sunyi. Namun, yang membuat darah Keitaro mendidih adalah sebuah surat yang diletakkan di meja tengah, dengan tulisan besar yang tergores di atasnya:
"Jika kalian ingin melihat mereka hidup, pergilah ke hutan di sebelah barat Gunung Fuji."
Keitaro mengambil surat itu dengan tangan bergetar. Ia tahu dengan pasti siapa yang ada di balik semua ini. "Nanami..." gumamnya pelan, penuh kemarahan.
Kenta membaca surat itu di atas bahu Keitaro. "bagaimana bisa, maksudku bagaimana mereka melawan beruang ganas itu."
Keitaro mengepalkan tangan, rahangnya mengeras.
Shoji, yang mengamati dari kejauhan, berjalan mendekat. "beruang? kalian memelihara beruang?"
Keitaro menoleh ke arah Shoji, menatapnya dengan datar. "Ya. Tapi sekarang bukan waktunya untuk menjelaskan."
Shoji mengangguk pelan, meski masih ada sedikit penasaran di matanya. "Kalau begitu, kita harus bergerak sekarang. Tidak ada waktu untuk berdiam diri."
Tanpa banyak bicara, Keitaro dan Kenta segera kembali ke jeep. Shoji, meski tidak tahu sepenuhnya apa yang terjadi, memutuskan untuk ikut. "Aku sudah sejauh ini bersama kalian. Aku ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi."
Keitaro memutar kunci kontak dengan gerakan tegas. Mesin jeep meraung hidup, dan mereka melaju keluar dari benteng dengan kecepatan tinggi, meninggalkan jejak debu di belakang. Jalan menuju hutan di barat Gunung Fuji panjang dan berliku, tetapi Keitaro tahu bahwa tidak ada waktu untuk membuang-buang waktu. Nanami telah melewati batas.
Dalam hati, Keitaro merasakan amarahnya menyatu dengan dendam. Kali ini, ia tidak akan membiarkan Nanami lolos.