Lucy adalah mata-mata yang tidak pernah gagal menjalankan misinya. Namun, kali ini misinya membawa dia menyamar sebagai pacar palsu miliarder muda, Evans Dawson , untuk memancing musuh keluar dari persembunyiannya.
Ketika Evans tanpa sadar menemukan petunjuk yang mengarah pada identitas asli Lucy, hubungan mereka yang semula hanya pura-pura mulai berubah menjadi sesuatu yang nyata.
Bisakah Lucy menyelesaikan misinya tanpa melibatkan perasaan, atau semuanya akan hancur saat identitasnya terbongkar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pernikahan
Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Matahari pagi bersinar lembut, dan udara sejuk menyelimuti kota, memberikan suasana yang sempurna untuk pernikahan Lucy dan Evans. Tempat pernikahan mereka dipilih dengan hati-hati, sebuah aula mewah namun tetap terasa hangat dan intim. Tamu-tamu yang hadir terdiri dari berbagai kalangan, kerabat dekat, teman-teman lama, hingga beberapa rekan bisnis, serta mantan kolega Lucy dari Cupid Agency.
Segala persiapan telah dilakukan dengan sangat teliti. Bunga-bunga putih yang elegan menghiasi setiap sudut ruangan, sementara cahaya dari lampu kristal di langit-langit menciptakan atmosfer yang romantis. Panggung kecil di depan aula telah disiapkan untuk pasangan yang akan mengucapkan janji suci mereka, dikelilingi oleh keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mereka sayangi.
Evans tampak sangat rapi dengan tuxedo hitam yang sempurna, matanya memancarkan kegembiraan dan rasa bahagia yang tak terkira. Ia berdiri di depan altar, menunggu dengan sabar. Senyum kecil tidak pernah lepas dari wajahnya. Ia menatap para tamu yang mulai berdatangan, bertegur sapa dengan beberapa kolega bisnis, tapi hatinya tidak bisa tenang. Semua perhatiannya tertuju pada satu hal, Lucy, wanita yang akan menjadi istrinya.
Beberapa menit kemudian, pintu utama aula terbuka perlahan. Semua mata tertuju pada sosok yang perlahan berjalan menuju altar, mengenakan gaun pengantin putih yang indah. Lucy terlihat seperti seorang bidadari, cantik dan mempesona, wajahnya dipenuhi senyum hangat meskipun ada sedikit kecemasan. Ia berjalan dengan langkah pasti, namun perlahan, tangan Evans yang menunggu di altar mulai terasa semakin erat menanti.
Eleanor, ibu Evans, yang duduk di barisan depan, menatap putranya dengan bangga. Clara, adik Evans, berdiri di sampingnya dengan wajah ceria. “Kamu percaya tidak, hari ini akhirnya datang juga?” tanya Clara kepada ibunya dengan suara penuh emosi.
Eleanor tersenyum sambil mengelap air mata bahagia di sudut matanya. “Monny selalu percaya mereka akan sampai ke sini. Evans tidak akan pernah bahagia tanpa Lucy.”
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Lucy akhirnya sampai di altar dan berdiri di samping Evans. Mereka saling berpandangan, dan untuk sesaat, dunia seakan berhenti berputar. Evans meraih tangan Lucy dengan lembut, dan tangan mereka saling menggenggam erat.
Pendeta yang memimpin upacara mengangguk dengan senyum hangat, “Kita telah berkumpul di sini hari ini untuk merayakan cinta yang telah tumbuh di antara dua jiwa yang saling mencintai. Hari ini adalah hari yang penuh berkah, karena kita akan menyaksikan dua orang ini mengikat janji suci mereka.”
Setelah beberapa kata-kata pengantar dari pendeta, ia bertanya, “Evans, apakah kamu bersedia menerima Lucy sebagai istrimu, untuk mencintainya, menghormatinya, dan menemaninya dalam segala keadaan?”
Evans menatap Lucy dengan mata yang penuh perasaan. “Ya, saya bersedia,” jawabnya dengan penuh keyakinan.
Pendeta kemudian beralih ke Lucy, “Lucy, apakah kamu bersedia menerima Evans sebagai suamimu, untuk mencintainya, menghormatinya, dan menemaninya dalam segala keadaan?”
Lucy mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. “Ya, saya bersedia,” jawabnya dengan suara lembut namun penuh perasaan.
Selesai dengan pengucapan janji, pendeta menyuruh mereka untuk saling bertukar cincin, dan Evans dengan hati-hati meluncurkan cincin di jari manis Lucy. Kemudian, giliran Lucy yang memasangkan cincin di jari Evans. Mereka saling tersenyum, dan suasana menjadi begitu emosional.
“Dengan ini, saya mengumumkan kalian sebagai suami istri,” kata pendeta, dan seluruh ruangan pun meledak dalam sorakan gembira. Lucy dan Evans berpelukan, saling merasakan kehangatan di hati mereka.
Setelah upacara selesai, mereka berpindah ke meja resepsi, tempat para tamu berkumpul untuk menikmati makanan dan berbincang-bincang. Sambil menikmati hidangan, Evans dan Lucy duduk di kursi pengantin, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman terdekat mereka.
Kemudian, saat suasana mulai lebih tenang, Lucy meminta perhatian tamu-tamu. Semua mata beralih kepadanya, dan ia berdiri dari kursinya. Evans menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Terima kasih semua yang telah datang di hari istimewa kami ini,” Lucy memulai dengan suara lembut. “Saya ingin berbicara sedikit tentang seseorang yang sangat penting dalam hidup saya, Evans.”
Seluruh ruangan terdiam. Semua mata tertuju pada Lucy yang berdiri dengan penuh keyakinan, meskipun matanya berkaca-kaca.
“Saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan berada di sini, di hadapan kalian, dengan Evans Dawson. Jika ada yang pernah mengatakan kepada saya bahwa saya akan menemukan seseorang yang bisa membuat saya merasa begitu dicintai dan dihargai, saya mungkin tidak akan percaya. Tapi ternyata, Evans adalah orang itu. Dia datang ke dalam hidup saya dengan cara yang tidak saya duga, dan sedikit demi sedikit, dia mengubah saya menjadi orang yang lebih baik.”
Lucy berhenti sejenak, mengatur napasnya. “Saya datang dari latar belakang yang rumit, penuh dengan tantangan. Saya bekerja di tempat yang penuh rahasia dan risiko. Tapi Evans, dia melihat lebih dari itu. Dia melihat saya, saya yang sebenarnya. Dan dia menerima saya apa adanya.”
Di sisi lain, Evans menatap Lucy dengan mata yang penuh kasih sayang. Ia menggenggam tangan Lucy lebih erat, tak bisa menahan senyumnya yang lebar.
“Saya ingin berterima kasih kepada Evans, bukan hanya karena dia mencintai saya, tetapi karena dia memberi saya kesempatan untuk mencintainya kembali. Dia mengajarkan saya banyak hal tentang cinta, kesetiaan, dan keberanian. Saya berdiri di sini hari ini, bukan karena takdir semata, tetapi karena saya memilih untuk berada di sini bersama Evans. Dan saya tahu, saya memilih dengan hati yang tulus.”
Seluruh ruangan terdiam. Beberapa tamu mulai terlihat terharu, mata mereka berkaca-kaca mendengar kata-kata Lucy yang penuh perasaan. Eleanor, ibu Evans, tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia menghapus air mata kebahagiaannya sambil menatap putranya.
Clara menoleh ke ibunya, berbisik, “Aku benar-benar terharu. Mereka memang pasangan yang sempurna.”
Lucy melanjutkan, “Hari ini adalah awal dari perjalanan baru kami bersama. Saya tahu, kami masih akan menghadapi banyak tantangan di depan, tapi saya yakin, dengan Evans di sisi saya, kami akan bisa melewati semuanya. Terima kasih, Evans, karena selalu ada untuk saya. Saya cinta padamu.”
Suasana di resepsi menjadi sangat emosional. Semua orang yang hadir merasa terhanyut dalam momen tersebut. Evans tidak bisa menahan perasaan bahagianya. Ia berdiri dan meraih mikrofon untuk berbicara.
“Lucy, saya tidak tahu bagaimana saya bisa membalas semua yang sudah kamu berikan. Saya tahu, saya tidak sempurna, tapi kamu selalu menerima saya dengan segala kekurangan saya. Kamu adalah segalanya bagi saya. Saya berjanji akan selalu mencintaimu, melindungimu, dan bersamamu, apa pun yang terjadi. Kamu adalah bagian dari hidup saya yang paling berharga.”
Mendengar kata-kata itu, Lucy tidak bisa menahan air matanya. Ia meraih Evans dan memeluknya dengan erat. Semua tamu berdiri dan memberi tepuk tangan panjang, merayakan cinta yang begitu tulus dan murni antara keduanya.
Setelah pidato yang mengharukan itu, acara dilanjutkan dengan pesta dansa. Evans dan Lucy bergandengan tangan, melangkah ke lantai dansa. Mereka menari dengan penuh kelembutan, hanya berdua di tengah keramaian. Lagu romantis mengalun lembut di latar belakang, sementara seluruh tamu menikmati momen yang penuh kebahagiaan.
Dalam pelukan Evans, Lucy merasa seperti dunia ini hanya milik mereka berdua. Tidak ada lagi yang bisa menghalangi kebahagiaan mereka. Semua yang mereka lewati, baik suka maupun duka, telah membawa mereka ke titik ini, hari yang penuh cinta, di mana mereka mengikat janji untuk selalu bersama.
Pernikahan ini bukan hanya tentang dua orang yang saling mencintai, tetapi juga tentang menerima masa lalu, membangun masa depan, dan merayakan setiap momen yang mereka lalui bersama. Dan di hari itu, mereka tahu, perjalanan cinta mereka baru saja dimulai.