Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Tidak Perlu Malu.
Gista sudah mencatat apa saja yang harus ia beli. Selain isi kulkas, gadis itu juga membeli keperluan pribadi Dirga.
Pulang kuliah hari ini lebih cepat dari biasanya karena sedang berlangsung ujian tengah semester. Jadi Gista memiliki cukup waktu untuk pergi berbelanja.
“Ta. Setelah ini kamu mau kemana?” Tanya Renatta sembari mengemasi tas belajarnya.
Mereka baru saja selesai mengikuti ujian.
Gista tidak langsung menjawab. Ia menimbang apa perlu mengatakan pada Renatta?
“Aku di suruh belanja bulanan sama orang yang menolongku, Re.” Akhirnya Gista memilih jujur.
“Begitu, ya?” Renatta menanggapi dengan sendu. “Tadinya aku mau mengajak kamu mampir ke rumah aku. Mumpung belum jam kerja di kafe om Dirga ‘kan.” Imbuhnya lagi.
Gista mengangguk pelan. “Lain kali aku akan mampir, Re.” Ucapnya.
Mereka lantas keluar dari dalam ruang kelas.
“Oh ya. Aku belum mengerti dengan orang yang menolong kamu itu, Ta. Sampai kapan dia mengijinkan kamu tinggal di tempatnya?” Tanya Renatta penasaran.
Sejak kemarin ia ingin bertanya pada sang sahabat, namun Gista selalu mengalihkan pembahasan mereka.
Gista menuntun Renatta untuk duduk di bangku taman kampus yang cukup jauh dari lalu lalang para mahasiswa.
“Re. Sebenarnya, waktu itu aku sudah menghubungi kamu untuk meminjam uang. Tetapi, nomor ponsel kamu tidak aktif. Dan, di hari-hari terakhir pembayaran hutang itu, Tuhan mempertemukan aku dengan seseorang.” Gista menjeda ucapannya dengan helaan nafas pelan.
“Dan sebelum aku bisa mengembalikan uang itu padanya, aku harus bekerja sebagai asisten rumah tangga tanpa di gajih.” Imbuh Gista kemudian.
Ia tak berdusta. Hanya saja, Gista tidak mau menyebut nama orang yang telah membantunya.
“Ta.” Renatta tercengang mendengar cerita Gista.
“Kamu bisa menggunakan uang aku sekarang, Ta. Bayar sama dia, biar kamu bisa bebas.” Ucap Renatta.
Namun Gista menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, Re. Lagi pula, dia juga memberikan aku tempat tinggal dan makan gratis. Lumayan ‘kan untuk berhemat.”
‘Dia juga memberiku uang jajan yang cukup banyak.’ Tentu Gista mengucapkan hal itu dalam hatinya.
“Kamu bisa tinggal dan makan gratis di rumah aku, Ta.” Ucap Renatta lagi. Ia merasa iba dengan nasib sahabatnya itu.
“Tidak apa-apa, Re. Lagi pula, sebentar lagi kita akan lulus kuliah. Aku bisa bekerja dan membayar hutang itu.” Gista berucap dengan penuh semangat.
Namun Renatta merasa sangat terharu. Ia pun memeluk tubuh sahabatnya itu. “Maafkan aku karena saat itu tidak ada untuk kamu, Ta. Sekarang aku sungguh menyesal pergi begitu saja. Harusnya aku memikirkan orang di sekitar aku.”
Gista membalas pelukan itu. Ia mengusap lembut punggung Renatta. “It’s okay, Re. Semuanya baik-baik saja, kok. Yang penting sekarang kamu tidak kabur-kabur lagi.”
Renatta menganggukkan kepalanya. Mereka kemudian bangkit, lalu berjalan menuju parkiran kampus. Renatta menunggu sopir menjemputnya, sementara Gista menunggu taksi online yang sudah ia pesan.
\~\~\~\~
Gista pulang ke apartemen dengan menentang dua buah kantong belanja. Satu berukuran besar berisi persediaan bahan makanan, dan yang kedua berukuran sedang, berisi kebutuhan pribadi Dirga—sabun mandi, pasta gigi, shampo, krim cukur, sampai body lotion. Tentu Gista sudah mencatat semua merk yang pria itu gunakan.
Gadis itu memilih menyimpan bahan makanan terlebih dulu. Karena ia membeli beberapa kilo stok daging ayam, sapi, udang, ikan, telur dan juga sayuran. Yang harus segera di masukkan ke dalam lemari pendingin.
Setelah semuanya tersusun rapi di dalam lemari pendingin dan rak penyimpanan, Gista pun membawa kebutuhan pribadi Dirga ke kamar pria itu.
Gista menyusun persediaan perlengkapan mandi Dirga di dalam lemari kaca khusus, yang berada di dekat wastafel kamar mandi.
“Astaga.” Gadis itu terlonjak ketika melihat bayangan Dirga pantulan kaca. Ia pun memutar tubuhnya.
“Kenapa pak Dirga sudah pulang jam segini?” Gista ingat tadi jam di dinding kamar pria itu menunjukkan pukul dua siang.
Gadis itu kemudian menghampiri pria yang sedang berdiri membelakangi pintu kamar mandi, sembari membuka kemeja yang ia gunakan.
“Pak.”
Dirga memutar tubuhnya. Sontak Gista memalingkan wajahnya.
“Saya baru datang dari proyek. Tubuh saya lengket penuh keringat. Karena itu saya pulang untuk mandi.” Ucap pria itu.
Gista mengangguk paham. Dirga selalu saja bisa membaca apa yang ada di pikiran gadis itu.
“Anggista.” Panggil Dirga.
Gadis itu tersentak saat merasa sebuah tangan mengusap pipinya.
“Temani saya mandi.”
Suara Dirga seperti menghipnotis gadis itu. Tanpa Gista sadari, ia menganggukkan kepalanya.
Dirga menyeringai. Kemudian berlalu menuju kamar mandi. Gadis itu pun mengikuti dari belakang.
Satu jam kemudian.
Dirga merasa tubuhnya menjadi lebih segar dari sebelumnya. Ternyata keputusan untuk pulang mandi tidak ada salahnya. Ia justru mendapatkan energi baru.
‘Ternyata seperti ini rasanya berhubungan dengan pera-wan.’ Monolog batin Dirga sembari menatap Gista yang sedang membantunya memakai kemeja dan dasi.
Pria itu harus kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya.
“Kenapa pak Dirga menatap saya seperti itu?” Gista memalingkan wajah saat Dirga menatapnya dengan lekat.
“Kamu sudah semakin pintar mengimbangi saya, Anggista.” Ucap pria dewasa itu.
Gerakan tangan Gista yang hendak mengikat dasi di leher pria itu pun terhenti. Ia sejenak mencerna apa maksud yang terkandung dalam ucapan pria itu.
Pipi gadis itu pun mendadak panas, setelah ia mengerti maksud ucapan Dirga.
“Saya suka jika kamu menjadi penurut, dan bergerak tanpa di perintah dua kali.” Imbuh Dirga lagi.
“Pak.” Gista menundukkan kepala karena merasa malu.
“Tidak perlu malu dengan saya, Anggista.” Pria itu mengambil alih dasi dari tangan Gista. Kemudian mengikatnya sendiri.
“Ingat jika di dalam apartemen ini—
“Kita memiliki hubungan saling menguntungkan. Pak Dirga Sugar daddy, dan saya Sugar baby.” Sela Gista dengan cepat.
“Itu kamu mengerti.” Dirga kemudian beralih pada meja kaca tempat penyimpanan arloji-arloji mahalnya.
“Saya suka jika setiap pulang, saya mendapati kamu hanya menggunakan jubah mandi seperti itu.” Ucap pria itu lagi sembari memilih salah satu koleksi jam tangannya.
Pipi Gista kembali memanas. Kepala gadis itu menunduk, melihat tubuhnya yang hanya berbalut jubah mandi. Setelah tadi menemani sang atasan membersihkan diri.
Sebenarnya, ia mengira jika Dirga hanya meminta untuk di temani saja. Tetapi, pada kenyataannya, pria itu langsung menghimpit tubuh Gista saat sudah berada di dalam kamar mandi.
Padahal ia sudah sering membaca novel online bergenre cerita dewasa. Tetapi, Gista lupa dengan adegan dua puluh satu plus di dalam kamar mandi.
“Pak, sudah selesai ‘kan? Saya boleh ke kamar?” Tanya Gista ketika Dirga sudah memakai jasnya.
“Sebentar. Kita turun bersama.” Dirga menyemprotkan minyak wangi pada permukaan jas yang ia gunakan.
“Ayo.” Pria itu mengulurkan tangannya pada gadis itu.
Dan dengan ragu Gista menyambutnya.
‘Pak Dirga, tolong jangan terlalu manis. Saya bisa terkena diabetes nanti.’
...****************...
semoga kamu bisa cepet bayar utang ke Dirga
pergi dan carilah kebahagiaan kamu sendiri
syukur2 Dirga merana di tinggal kamu
tetap semangat ya gistaaaa💪😊