Sequel Gairah Cinta Sang Presdir.
-Harap bijak memilih bacaan-
Menjadi penyebab utama kecelakaan maut hingga menewaskan seorang wanita, Mikhayla Qianzy terpaksa menelan pil pahit di usia muda. Tidak pernah dia duga pesta ulang tahun malam itu adalah akhir dari hidup manja seorang putri Mikhail Abercio.
Keyvan Wilantara, seorang pria dewasa yang baru merasakan manisnya pernikahan tidak terima kala takdir merenggut istrinya secara paksa. Mengetahui jika pelaku yang menyebabkan istrinya tewas adalah seorang wanita, Keyvan menuntut pertanggungjawaban dengan cara yang berbeda.
"Bawa wanita itu padaku, dia telah menghilangkan nyawa istriku ... akan kubuat dia kehilangan masa depannya." - Keyvan Wilantara
------
Ig : desh_puspita
....
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 - Siap Merasakan
Bias cahaya menelusup ventilasi jendela, tubuh Mikhayla terasa berat sekali. Mimpinya buruk sekali sampai-sampai kakinya sakit, Mikhayla mengerjapkan matanya. Dia menghela napas lega, setidaknya dia msih bangun dalam keadaan utuh.
"Tunggu? I-ini bukan kamarku ... berarti yang semalam bukan mimpi?"
Biasanya, dikejar lawan jenis atau hewan buas adalah mimpi Mikhayla di saat tubuhnya panas. Kini, dia menyadari bahwa yang tadi malam adalah sebuah kenyataan dan benar-benar membuktikan jika dia memang dikejar lawan jenis sekaligus juga cukup buas.
Kruuk
"Ah, aku lapar."
Mikhayla menyentuh perutnya yang kini terasa semakin kecil. Tampaknya dia memang sangat-sangat tersiksa, sejak kemarin memang tidak ada asupan masuk ke tubuhnya.
Menolak di infus, makan enggan dan minumpun dia menolak. Heran juga semalam tenaganya tampak sekuat itu, dia menatap jam digital di atas nakas. Mikhayla menganga, sudah hampir siang dan ini di luar kebiasaannya.
Dia kelelahan atau memang kurang tidur hingga bisa senyenyak itu padahal berada di kandang macam yang bisa saja penghuninya menerkam tanpa aba-aba.
Ceklek
Suara pintu terbuka, demi apapun Mikhayla paling takut. Dia belum siap untuk bertemu dengan pria yang semalam, jantungnya berdebar luar biasa. Bahkan seperti hendak berpindah dari tempatnya, namun beberapa saat kemudian ketakutan Mikhayla tergantikan kala yang masuk adalah wanita paruh seumuran mamanya.
"Selamat pagi, Nona ... sudah bangun?"
Ramah sekali, sudah seperti Rani yang selalu menjaganya. Wanita itu menghampiri dengan membawa makanan lengkap dengan minuman dan obat luka di sana, dia berpikir keras kini. Dari mana wanita ini mengetahui jika dia memiliki luka, apa mungkin tadi malam banyak yang masuk dan melihat dirinya? Sungguh, Mikhayla dibuat merinding sesaat.
"Makan dulu ya, Nona sudah melewatkan sarapan hari ini," tuturnya lembut kemudian duduk di tepian ranjang.
Mikhayla yang terbiasa dimanjakan dan disuapi jika sakit itu sontak beranjak bangun. Dia menerima setiap suapan dari wanita yang sama sekali belum dikenalnya itu tanpa ragu.
Lapar dan faktor makanan itu memang enak membuat Mikhayla tanpa sadar hampir menghabiskan makan siangnya. Wanita bewajah teduh itu hanya tersenyum menyaksikan wanita muda yang ada di kamar majikannya ini tidak banyak protes dan begitu penurut.
"Anak pintar, Nona masih terlihat sangat muda ... apa masih sekolah?" tanya wanita itu tampak penasaran, wajah mungil Mikhayla memang terlampau menggemaskan.
"Kuliah tahun kedua," jawabnya singkat namun masih berusaha untuk sopan, tangan gemetarnya memegang gelas itu dan menenggak minumannya hingga tandas, tamu majikannya tidak minum dari kemarin atau bagaimana, pikir wanita itu.
"Adik Tuan Evan ya?"
Evan? Mikhayla berpikir sejenak. Nampaknya itu adalah nama pria gila semalam. Hendak berbohong tapi dia bingung hendak menjawab apa, khawatir juga nanti dikira wanita panggilan tuan rumah ini, pikir Mikhayla.
"Iya, adiknya."
Wanita itu kemudian mengangguk, dia berlalu usai meninggalkan obat luka itu di sana. Mungkin diminta mandiri dan berobat sendiri, mana mungkin anak manja itu akan bisa melaiukannya tanpa Rani, pelayan yang merangkap jadi pengasuhnya di rumah.
"Cih adiknya? Siapa yang sudi punya kakak begitu."
Mikhayla menyisir rambutnya dengan jemari, tak lupa kemudian membuat membuat sanggul asal rambutnya yang berantakan. Tidak ada rencana dia hari ini, hendak pulang sebenarnya. Tapi, dia takut papanya akan lebih murka lagi.
"Kok lukanya nambah ya?"
Baru dia sadari jika di tangannya ada beberapa luka baru dan nampaknya itu bukan akibat kecelakaan. Karena bentuknya lebih kecil dan seperti sebuah goresan, dia menghela napas kasar. Wajar saja diberikan obat luka, dengan kemampuan yang apa adanya dia mulai mengoleskan obat itu. Rasanya lumayan perih dan ini membuatnya meringis seketika.
"Ck, kena apa bisa begini? Susah lagi, ini gimana mencetnya sih," kesal Mikhayla yang memang memiliki kesabaran tipis seperti sang papa.
Di tengah Mikhayla yang sedang fokus dengan lukanya, tiba-tiba pintu kamar kembali terbuka. Sontak dia mendongak dan berharap itu adalah wanita yang tadi hingga dia bisa meminta bantuan tentu saja.
"Hah?"
Melihat siapa yang kini datang dengan langkah tegasnya, Mikhayla mendadak mundur hingga tubuhnya membentur sandaran ranjang. Pria yang tadi malam membuat tenggorokannya sakit karena berteriak itu kini kembali datang dengan wajah yang masih sama menyeramkan.
"Ma-mau apa?" tanya Mikhayla dengan suara seraknya yang terdengar berbeda, obat luka tersebut masih dia genggam hingga menetes dan menodai tempat tidur.
Pria itu tidak segera menjawab, dia berdiri di hadapan Mikhayla dengan jarak yang tidak begitu jauh. Pria itu kemudian melirik tangan Mikhayla, hingga dia tersadar dan mulutnya menganga kala menyadari obat tersebut kini menciptakan noda di sana.
"Maaf, tidak sengaja." Cepat-cepat dia kembalikan ke atas nakas, tatapan matanya saja sudah berhasil membuat Mikhayla takut.
.
.
.
"Mikhail Abercio, Papamu?"
Mikhayla mendongak, setelah cukup lama hanya memandanginya tanpa ekspresi pria itu tiba-tiba menyebut nama papanya.
"Jawab, aku tidak memintamu memandangku."
Baru juga beberapa detik sudah marah, dia yang memandangi Mikhayla hampir lima belas menit dan membuat wanita itu risih luar biasa sepertinya tidak masalah.
"Iya, papaku."
"Baguslah jika benar, kamu siap merasakan apa yang aku rasakan?" tanya Keyvan menuduk beberapa derajat demi bisa mendekatkan wajahnya, pria itu menatap keseluruhan inci wajah Mikhayla yang terlihat lesu.
"Maksudnya?"
"Kamu cukup pintar, seharusnya sudah bisa berpikir tanpa harus ku jelaskan," bisiknya sama menakutkan seperti tadi malam.
.... To Be Continue -
terima kasih banyak karyanya ya kak Desh... 😘😘😘😘😘