Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06
"Pah, nikahin aja mereka sekarang. Liat nich anaknya udah pada nggak tahan!"
"Andini!"
"Raihan!"
Keduanya terkejut dengan panggilan kedua orang tua mereka yang datang karena seruan dari Andika. Bukannya cepat beranjak Andini malah diam seperti kesetrum listrik tegangan tinggi.
"Bangun Andin!"
"Hah!"
"Tuh liat anak papah yang emang dasar nakal!" celetuk Andika.
"Andini bangun!" seru Raihan membuat Andini segera tersadar dan buru-buru beranjak.
"Andini, gimana Rai nggak khilaf kalo kamu nya aja membuat resah. Mamah nggak ngajarin kamu seperti uler keket begitu terhadap lelaki Andin!"
"Mah, ini nggak seperti yang kalian lihat, kak Andika aja yang lebay mah!" Andin menatap tajam kakaknya, bukannya membantu untuk segera beranjak malah teriak-teriak yang berujung salah paham.
Andika hanya diam dengan wajah mengejek, Andin yang semakin kesal malah justru merengek pada Raihan meminta pembelaan seperti yang biasa dia lakukan saat Andika membuatnya kesal.
"Kak Rai, bantu aku sich kak Andika resek bangat tuh!" Andini memeluk lengan Raihan tanpa sadar, membuat mereka yang melihat mengulum senyum. Sedangkan Raihan hanya menatap tajam sahabatnya yang memberikan senyum mengejek.
"Segitu udah nggak sabarnya anak mamah, tapi kenapa tadi nolak? giliran sekarang malah sayang-sayangan."
"Ayo pulang Rai, besok lagi kalo sudah halal!" ucap Vino kemudian merangkul sang istri mengajaknya pulang.
"Kenapa sich kak, kok pada beda?" tanya Andin ketika semua kembali masuk.
"Kamu yang beda dek, ini tangan nggak bisa lepas dulu. Besok lagi pegangannya kalo sudah di pelaminan." ucapan Raihan membuat pandangan Andin turun ke tangannya yang masih memeluk erat lengan Raihan.
"OMG," sontak Andin melepaskan, kemudian kabur dan berlari menuju kamar.
Raihan menggelengkan kepala melihat tingkah calon istrinya, tak heran untuknya karena dia yang sudah mengenal Andin sejak sekolah SMA.
Malam ini Andin tak kunjung memejamkan mata, hingga suara dering telpon membuatnya kepo dan melirik siapa gerangan malam-malam menghubungi.
"Tara," lirih Andini, "mau apa lagi sich ini orang," Andini mengabaikan panggilan dari Tara tapi ponselnya tak kunjung berhenti. Akhirnya dia menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut.
"Hallo.."
"Hallo Andin, sayang kemana aja sich kenapa nggak di angkat telpon aku?"
"Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi, stop panggil gue sayang!"
"Gue nggak mau putus dan nggak akan putus, gue tau gue salah, gue minta maaf. Tapi hati gue cuma buat loe. Sayang please, kasih kesempatan sekali aja, gue sayang sama loe!"
"Rasa sayang loe nggak buat gue bertahan, nyatanya penghianatan loe yang buat gue sadar. Hubungan kita nggak akan sehat jika harus di teruskan dan gue udah ikhlas."
"Gue udah nggak ada hubungan lagi sama Cika dan memang sejak awal pacar gue ya cuma loe Andin. Sampai kapanpun loe tetap cewek gue, nggak ada yang lain."
"Gue capek Tara, gue mau istirahat. Dan perlu loe tau semua ini bukan kemauan gue, seharusnya loe sadar. Sejak awal loe mengkhianati gue berarti mulai saat itu juga loe berniat lepasin gue! Makasih buat semuanya, ternyata cinta loe seperti kopi. Manis di lidah tapi meninggalkan kesan pahit di jiwa."
Tut
Andin melempar ponselnya begitu saja, cukup lelah hatinya hari ini. Masalah yang datang pun tak luput dari penghianatan yang Tara perbuat.
Keesokan harinya, ruang tamu keluarga Wiratmaja telah di sulap menjadi tempat akad nikah yang sederhana tetapi cukup elegan. Bunga mawar putih menghiasi setiap sudut ruangan dan karpet permadani telah terbentang di tengah ruangan sebagai tempat prosesi akad nikah.
Tak ada pesta dan hiruk pikuk tamu yang datang, hanya ada kehangatan dan kesan sederhana tapi tetap khidmat. Pengajian sebagai acara pembuka sebelum bagian inti dengan kalimat sakral terucap.
Andin yang sudah rapi dengan penampilannya kini tengah duduk di depan meja rias. Matanya melihat layar ponsel yang bergetar karena panggilan dari Tara dan kedua sahabatnya bergantian.
"Sorry gue belum bisa angkat telpon kalian, gue tau loe berdua pasti khawatir sama gue." Saat kembali melihat panggilan dari kedua sahabatnya.
Andin menarik nafas dalam. Hari ini adalah hari dimana dia mengakhiri masa lajangnya dengan menjadi istri dari mantan duda.
Akhir masa lajang tapi awal dari kehidupan yang sebenarnya. "Ya Allah, kenapa harus banget begini endingnya. Aku nggak bisa tapi di tuntun harus siap. Aku nggak ingin tapi di paksa untuk bersedia."
Mamah masuk ke kamar Andin, saat ini di bawah sudah mulai pembacaan ijab kabul dengan wali nikah ayah dari mempelai wanita. Mamah segera mengajak Andin untuk segera turun.
"Sayang, kamu sudah siap nak? Raihan sedang mengucapkan ijab kabul dan setelah kata sah bergema, kamu sudah sah menjadi seorang istri. Ayo kita turun ke bawah karena suamimu sudah menyambutmu."
"Mah...." wajah Andin sendu membuat mamah ikut terharu. Tak ada lagi kata-kata sebagai pembangkit semangat karena mamah masih tak menyangka jika anak perempuannya secepat ini menikah.
"Selamat ya nak, sudah menjadi seorang istri. Hormatilah suamimu dan_"
"Mah, kak Rai bukan sang saka yang harus di hormati. Pegel kalo tiap hari begitu. Aku berasa upacara bendera setiap harinya."
Mendengar itu sang mamah yang tadinya terharu berubah menjadi sengit, nggak bisa baca situasi memang anak-anaknya ini.
"Kamu ngerusak suasana, pokoknya kalo sudah jadi istri sikap harus di jaga, sopan sama suami, dan satu lagi harus melayani suami lahir batin. Awas kalo Rai sampai di bikin pusing ngadepin kamu!"
"Iya mah," jawab Andin malas.
Kini kata sah sudah bergema, Raihan sah menanggalkan status duda keren yang sebelumnya melekat di dirinya. Para saksi dan keluarga yang ikut dalam prosesi sakral serta orang tua kedua mempelai tampak lega. Begitupun dengan Raihan yang sempat menitikkan air mata setelah pembacaan ijab Kabul itu telah ia ucapkan.
Andin dan mamah menuruni anak tangga dengan cukup pelan, kebaya warna putih menjadi gambaran kesucian pernikahan mereka. Tanpa yang lain tau jika Andin sebelumnya meminta perceraian setelah satu bulan menikah.
Semua yang di sana tampak terpukau melihat penampilan Andin, dengan menggunakan riasan adat Jawa Andin terlihat begitu kalem dan anggun. Apa lagi senyuman di wajahnya menambah kesan ayu.
Raihan dibuat terkesima sesaat kemudian kembali menundukkan kepalanya ketika Andini sudah semakin mendekat.
"Ayo cium tangan suaminya dulu nak Andini." penghulu mengarahkan dan Andini meraih tangan Raihan kemudian mengecupnya. Ada getaran di hati keduanya, apa lagi Rai yang memang mengikuti acara dengan khidmat.
Ciuman di kening semakin membuat Andin deg-degan. Rangkaian doa Raihan utarakan saat jemari menyentuh ubun-ubun istrinya.
Mata keduanya saling mengunci, senyum tipis Raihan layangkan untuk menyambut tatapan pertama Andini setelah sah menjadi istri.
"Jadilah istri yang baik yang bisa menjadi pakaian untuk suami."
"Kak jangan gini, kamu membuatku seperti istri durhaka, sedangkan belum menikah aku sudah melayangkan perceraian," lirih Andin dengan wajah sendu.
mkasih bnyak thorr🫰