NovelToon NovelToon
Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:827
Nilai: 5
Nama Author: Rieyukha

Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DITEMPAT YANG SAMA

Marsha membeku, napasnya berhenti sesaat, dengan cepat Marsha menarik tangannya dan menutupnya dengan telapak tangan satunya.

“Emang nggak boleh pakai cincin? Tuh dijari Okta ada tiga cincinnya,” Marsha menunjuk posisi Okta dengan dagunya, “Telunjuk lo tuh, ada cincin.” lagi-lagi Marsha menunjuk dengan dagunya. Ia panik.

Sarah melipat kedua tangannya di dada, menatap sahabatnya menyelidik. “Siapa yang bilang nggak boleh Sha, lo dengar ucapan gue nggak sih, tumben, hei tumben. Panik banget sih, lihat dong cincin dari siapa itu?” Sarah mengangkat tangan kiri Marsha untuk melihat jari manis yang terpasang cincin yang ia tutupi itu.

Marsha mengalah, harusnya ia tidak boleh panik dan bereaksi berlebihan seperti tadi. Toh banyak juga teman-temannya yang memakai cincin, lagian cincin yang ia pilih juga cincin sederhana yang bakal cocok buat anak sekolahan seperti dirinya.

“Cantik, simpel, emas asli 24 karat nih. Nggak ada berliannya ya? Hmm boleh lepas nggak?” tanya Sarah penasaran ingin pegang dan mencoba di jarinya.

“Nggak.” Marsha menarik tangannya, “Hilang nanti, mati gue.” ketus Marsha.

Sarah tertawa melihat ekspresi Marsha yang masih terlihat tegang dan menyembunyikan sesuatu, I know you, batin Sarah.

“Tapi gue kayak pernah lihat nih cincin, dimana ya?”

Marsha kembali menegang, memang saat ia tidak jadi membeli cincin waktu itu karena melihat Sarah datang ke toko perhiasan yang sama dan langsung mengarah ke bagian cincin yang terpajang, namun karena sadar ada Sarah ia dengan cepat pergi begitu saja. Harusnya Sarah tidak tahu kan saat ia sedang melihat model cincin yang dia mau ini.

Marsha hanya mengedikkan bahu agar tidak terlihat kalau sebenarnya ia khawatir ketahuan sudah menikah.

“Bilang aja deh kalau lo kemarin liburan dengan seseorang kan,” Sarah memulai menggoda, ia tidak akan berhenti sampai ia rasa cukup puas dengan jawaban Marsha. Alisnya sudah naik turun dengan senyuman lebar menunggu cerita Marsha.

“Iya lebih dari seorang lah Sar, apaan sih.” Marsha harus tetap menyimpan rahasia besarnya.

“Cincin dari kak Reno kan, pasti kalian curi-curi kesempatan untuk bisa berduaan kan. Iya kan? Ohhh ya ampuuun.” Sarah menutupi wajahnya karena geli membayangkan sahabatnya yang bermesraan dengan Reno. “Lo dilamar, Sha? Apa udah sah jadian, nggak STM lagi kan.” serbu Sarah super penasaran.

Marsha yang tadi panik khawatir pernikahannya terungkap mendengar nama Reno disebut membuat ia terkesiap, seketika ia kembali merindukan laki-laki itu. Laki-laki yang selalu ada untuknya, dulu. Lagi apa ya dia? Marsha tiba-tiba merindukannya.

Marsha hanya diam, ia tidak membantah atau mengiyakan ucapan Sarah. Biarlah seperti biasa, Sarah dengan pikirannya sendiri tentangnya.

~

Marsha dan Sarah berjalan beriringan menuju parkiran sekolah, matanya tertuju pada mobil Alan yang masih terparkir ditempat awal, pemiliknya pun belum tampak. Itu berarti Marsha masih harus menunggu, ia hanya bisa menghela napas pasrah.

“Wah, Pak Basuki cari masalah nih.” celetuk Sarah, “Sha, yakin deh gue kalau nggak bensinnya habis kena macet parah ini sampe telat begini.”

Marsha hanya diam dengan pikirannya, ia tidak terlalu mendengarkan ucapan Sarah yang mengira Basuki, supir Marsha yang biasa mengantar jemput terlambat datang hari ini.

“Sha, jangan di pecat ya, kasihan.” Ucapnya lagi.

“Apa sih, Sar. Nggak segitunya lah.”

“Ya udah bareng gie aja, Sha. Yuk! Tu pak Izar udah datang.” Sarah menunjuk mobil yang dibawa Izar, supirnya sudah berada di area drop off.

“Nggak usah Sar, lagian rumah kita berlawanan arah. Gue tunggu aja.” Tolak Marsha,

“First time Pak Basuki telat, aneh nggak sih.” Lirih Sarah, Marsha hanya mengedikkan bahu.

“Kabari kalau lo udah sampai, oke.” Ucap Sarah sungguh-sungguh, lalu ia memasuki mobilnya dan berlalu meninggalkan Marsha yang hanya diam melihat mobil itu hilang dibalik pagar tinggi sekolahnya.

Marsha mengeluarkan ponselnya, ia bingung harus menunggu Alan, pulang lebih dulu dengan atau tidak mengabarinya. Setelah ia menimbang, Marsha memilih akan menunggu selama lima menit, jika tak kunjung tampak juga ia akan pulang sendiri tanpa memberi kabar kepada Alan.

Baru dua menit berlalu serasa sejam bagi Marsha, ia tidak biasa menunggu seperti ini. Lima menit sudah, Marsha berdiri dari kursi panjang yang ia duduki dari tadi. Ia mendengkus kesal, harusnya dari tadi saja ia pergi dan pulang sendirian. Batinnya menyesal.

“Marsha, belum pulang?” sapa Teguh,

Kepala sekolahnya yang baru saja muncul di belakangnya bersama Alan. Marsha tertegun sesaat, lalu tersenyum hormat pada kepala sekolahnya itu tanpa melirik Alan disampingnya.

“Ini mau pulang, Pak.” jawab Marsha

“Oh, dengan apa?” tanya Teguh heran karena ia tidak melihat satu pun mobil yang berhenti di area drop off.

Marsha tersenyum kikuk, “Taksi Pak,” jawabnya pelan seraya melirik Alan takut.

“Supir kamu yang biasa jemput kemana?”

“Hmm, itu—“

“Biar saya yang antar kamu pulang,” ucap Alan akhirnya, ia menatap tajam kearah Marsha.

“Oh iya, Marsha ini guru baru disekolah kita, Alandanu Nugraha yang akan mengajarkan mata pelajaran Matematika di kelas sebelas.” Teguh menjelaskan penuh antusias.

Marsha kaget dan membulatkan matanya menatap Alan yang hanya cuek tanpa ekspresi. Guru? Kok bisa? Marsha merasa semakin terpuruk, tidak dirumah atau pun sekolah ia akan bertemu dengan Alan setiap saat. Pria yang sangat ia hindari.

“Pak Alan, ini Marsha Aulia Zlatan, murid kelas dua belas. Marsha ini murid berprestasi dan disiplin disekolah kita sepanjang tahun, Pak.” Teguh berkata dengan bangga, “Beberapa bulan lalu Marsha adalah satu dari tiga murid yang mewakili provinsi untuk ikut di ajang Olimpiade Sains Nasional dan memenangkan juara umum juga, Pak. Luar biasa kamu Marsha.” Sambung Teguh penuh dengan pujian dan ia benar-benar merasa bangga sebagai kepala sekolah Marsha.

Marsha lagi-lagi hanya tersenyum canggung, ia bukannya besar kepala dengan pujian malah semakin ingin menutup mulut kepala sekolahnya itu, tidak ada gunanya mengumbar prestasinya didepan Alan yang sama sekali tidak akan tertarik untuk ia ketahui. Marsha pun tidak butuh pengakuan darinya, sungguh tidak ada gunanya, batin Marsha.

Alan hanya melirik dingin pada Marsha mendengar pujian dan rasa bangga dari Teguh terhadapnya, yang membuat Marsha membuang pandangannya malas.

“Eh, nggak apa-apa ini kamu pulang diantar Pak Alan, Marsha? Atau mau saya hubungi orang tuamu dulu, biar aman. Aman lah Pak Alan orang bertanggung jawab kok, iya kan, Pak?”

tanyanya dan jawabnya sendiri yang diakhiri dengan meminta pendapat Alan. Alan mengangguk, lalu dengan cepat pamit dari hadapan Teguh. Tidak tahan dengan celotehan Teguh yang tiada habisnya.

“Mari, saya antar.” ajak Alan ramah, tentu itu adalah akting yang tidak perlu Marsha pertanyakan lagi.

Dalam diam Marsha masuk kedalam mobil, memasang seat belt dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan kesal. Tidak lupa melipat kedua tangannya di dada dengan wajahnya muram bertekuk, ia mendengkus kesal. Alan pasti akan menanyakan dirinya perihal naik taksi.

“Kenapa kamu sok-sokan mau naik taksi segala?” tanya Alan ketus.

‘See?’ batin Marsha kesal, ia hanya diam dengan posisinya diawal masuk. Kini tatapan semakin tajam ke depan.

“Kenapa diam aja? Kamu nggak budek kan? Jawab.” paksa Alan yang mulai meninggikan suaranya.

“Apa kata orang tua kamu kalau lihat kamu pulang dengan taksi, padahal saya dan kamu dari tempat yang sama. Atau kamu sengaja biar orang tua kamu mikir saya tidak bertanggung jawab atas diri kamu, hmm?!”

Alan tidak membentak namun masih bertahan dengan suaranya yang meninggi satu oktaf dari biasanya itu. Marsha sedikit kaget karena tidak biasa dimarahi seperti itu oleh orang lain, padahal Alan bukan orang lain lagi, tapi ia merasa asing dengan sosok disampingnya membuat hatinya merasa sedih.

Alan menghela napas berat, ia memijat pelipisnya yang mulai terasa berdenyut. Bukan hanya tindakan impulsif Marsha yang membuatnya pusing, tapi juga hari pertama kerjanya sebagai guru di sekolah juga memberi beban tersendiri. Pasalnya Alan tidak benar-benar memiliki basic sebagai pengajar, membuat masalahnya semakin rumit.

“Lain kali apapun itu kamu harus izin sama saya, fungsikan ponselnya dengan benar.” tunjuk Alan pada ponsel Marsha yang berada didalam genggaman Marsha.

Tanpa berbicara apa-apa lagi Alan pun mengendarai mobil mewahnya keluar sekolah. Marsha membuang muka menghadap jendela disampingnya, berpaling dari Alan, kini ia menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Air matanya yang dari tadi sudah berlinang kini jatuh tidak bisa ditahan lagi. Ia sakit hati perkara naik taksi doang merembet kemana-mana.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!