Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Sementara Tama di rumahnya mendapatkan kabar bahagia dari papanya yang baru saja pulang kerja.
Pak Ghani memberi tahu kepada Tama bahwa ada pesanan lukisan untuk Husna sebanyak sepuluh lukisan yang dipesan oleh beberapa koleganya.
Berkat kemampuan marketingnya, pak Ghani berhasil mempromosikan lukisan Husna kepada beberapa koleganya.
Tama yang senang akan kabar itu, dia langsung berlari ke kamarnya untuk segera mengabari Husna tentang kabar baik ini.
Setelah sampai kamar, Tama langsung sibuk mencari handphonenya dan langsung coba mengabari Husna.
Karena Tama juga rindu dengan wanita pujaannya itu, dia mencoba menghubungi Husna lewat video call. Tapi tanpa di duga Husna mengangkat video call tersebut.
"Hai cantik!" Tama yang senang langsung menyapa Husna yang terlihat cantik di layar handphonenya memakai piyama berwarna pink.
"Tumben amat video call, kangen ya kamu sama aku?" Tanya Husna sambil tersenyum curiga.
"Kalau itu sih nggak usah ditanya, tapi yang jelas aku punya satu kabar baik malam ini yang pastinya kamu pasti bakalan seneng."
"Kabar apa?" Husna bertanya dengan nada penasaran.
"Barusan papaku bilang ada beberapa kolega papaku ingin memesan lukisan sama kamu. Kamu dapat pesanan sebanyak sepuluh lukisan. Ternyata kolega papaku banyak yang suka loh Husna sama lukisan kamu." Kabar baik itu Tama sampaikan dengan wajah bangga kepada Husna.
"Kamu serius?" Husna yang sedikit tak percaya kembali bertanya kepada Tama.
"Aku serius Husna, papa bilang sih waktunya satu bulan untuk kamu mengerjakan itu semua. Tema lukisannya sih ada beberapa macam tapi aku yakin kamu pasti bisa dan mampu mengerjakannya."
"Hmm, aku seneng banget Tama. Ini kabar yang bahagia banget buat aku." Dengan sumringah Husna pun meluapkan kebahagiaannya di depan Tama.
"Tapi kalau bisa kamu temenin dan bantu aku ya Tama nanti untuk membuat lukisannya." Husna mencoba meminta bantuan kepada Tama karena dia ingin mengerjakannya bersama Tama agar dia lebih semangat nantinya.
"Dengan senang hati aku pasti bantu ko." Jawab Tama sambil tersenyum manis karena pasti dengan senang hati dia akan menemani Husna untuk mengerjakan project tersebut.
"Ah makasih ya Tama, kamu memang terbaik buat aku."
Husna berkata sambil tersenyum bahagia, karena ini juga adalah kesempatan terbaik untuk kembali mengumpulkan uang untuk menambah kekurangan hutangnya.
"Iya sama-sama, aku seneng deh lihat kamu seceria ini. Semangat terus ya!" Tama pun ikut bahagia karena keceriaan terpancar di wajah Husna dan membuat aura cantiknya semakin bertambah.
"Oh iya besok kan hari libur, kamu mau nggak Tama temenin aku ke danau yang waktu itu. Aku pengen melukis di sana di temenin sama kamu."
"Hmm bisa saja sih, tapi kali ini ada syaratnya ah."
"Ih ko gitu, syaratnya apa memang?"
"Syaratnya aku mau jadi pacar kamu." Jawab Tama sambil terkekeh.
"Ih nggak mau ah, inget ya Tama aku belum yakin sepenuhnya sama kamu. Lagian kenapa sih kamu ngebet banget pengen jadi pacar aku?" Dengan nada kesal Husna langsung menolak keinginan Tama karena disaat bertanya serius Tama malah menggodanya.
"Haha sedih banget ya aku masih saja ditolak, alasan aku mau jadi pacar kamu ya jelas lah Husna siapa yang nggak mau coba punya pacar secantik kamu." Tama masih saja menggoda Husna sambil terkekeh.
"Ih tuh kan apalagi alasannya cuma karena itu, nggak aku nggak akan mau pokoknya, denger ya kalau kamu mau jadi pacar aku kamu harus buat hati aku benar-benar luluh dulu, tapi aku yakin kamu pasti nggak akan bisa sih ngeluluhin hati aku." Karena Tama terus menggodanya Husna pun membalikan godaannya itu.
"Hmm susah ya ternyata dapetin kamu ini, tapi karena aku suka tantangan oke aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hati kamu yang super gengsi itu."
"Ih aku nggak gengsi ya aku cuma nggak mau sembarangan Nerima cowok, kamu harus tahu sampai saat ini belum ada satu orang pun cowok yang bisa meluluhkan hati aku, kalau kamu berhasil sih berarti kamu orang yang pertama. Tapi kayanya nggak mungkin."
"Wah serius? Kalau gitu aku jadi makin semangat nih. Keren banget pastinya kalau aku sampai jadi orang yang pertama."
"Jangan pede dulu, buktiin jangan ngomong doang."
"Tapi sebenarnya aku nggak mau jadi yang pertama sih."
"Loh ko gitu, terus maunya jadi yang kedua gitu?"
"Ya bukan yang kedua juga, aku pengennya jadi yang terakhir buat kamu Husna." Tama berkata dengan wajah yang jadi serius.
"Hmm apa sih ah, udah ya udah belum apa-apa nih masa aku harus luluh sekarang, nggak asik ah gombalannya." Husna mencoba menyangkal karena dia jadi salah tingkah melihat wajah Tama yang jadi serius kepadanya.
"Ye siapa juga yang gombal orang aku bener-bener serius." Ucap Tama mencoba meyakinkan Husna.
"Hmm udah ah, bahas nya nanti lagi aja ya Tama, nggak asik ah kamu jadi serius gini." Husna pun sedikit cemberut karena menjadi malu.
"Cie udah mulai luluh nih berarti? Cie." Karena dirasa sudah cukup untuk serius, Tama pun kini kembali menggoda Husna.
"Haha apaan sih ah, udah ya intinya besok mau nggak nih nemenin aku?"
"Hmm iya aku mau, besok aku jemput ya ke rumah tapi kamu maunya jam berapa?"
"Em jam delapan aja deh, biar prepare dulu aku paginya."
"Oh yaudah kalau gitu aku jemput jam delapan."
"Tapi sekali lagi makasih ya Tama, nggak tahu dengan cara apa aku membalas semua kebaikan kamu selama ini. Yang jelas aku bahagia ada kamu di samping aku saat ini."
"Kamu nggak usah bilang kaya gitu Husna, aku seneng ko bisa bantu kamu, tapi kamu harus selalu ceria ya aku cuma nggak mau melihat kamu sedih apalagi sampai menangis, kamu sangat berarti saat ini buat aku."
"Hmm iya Tama, kamu juga sangat berarti buat aku saat ini."
Ingin sekali Husna berkata bahwa dia sangat mencintai Tama saat ini, tapi itu semua sulit terucap karena ini memang belum waktunya.
Tapi Husna harap Tama bisa mengerti karena saat ini Husna hanya ingin fokus terhadap masalahnya, bila masalah hati, saat ini memang hanya Tama seorang lah yang ada dalam hatinya.
Keesokan harinya.
Tama dan Husna kini sedang berada di sebuah danau yang waktu itu mereka pernah temui.
Husna yang sedang serius melukis terus saja Tama potret dengan kamera kesayangannya.
Hari ini Husna terlihat begitu anggun dan cantik memakai dress bermotif strip berwarna hitam dan abu-abu. Aura kecantikannya begitu terpancar apalagi di tambah background danau yang terlihat indah dan sejuk pagi ini.
Setelah memotret beberapa gambar, Tama pun menghampiri Husna sambil memperhatikan lukisannya.
"Husna itu gambar aku?" Tanya Tama sambil menunjuk ke arah lukisan sebuah danau yang di dalamnya ada sosok pria dengan pakaian yang persis dengan pakaian yang Tama kenakan hari ini.
"Iya ini gambar kamu, nggak papa kan ada gambar kamunya di lukisan ini?" Jawab Husna sambil terus menggoreskan cat di lukisannya.
"Ya nggak papa sih, tapi aku maunya ada gambar kamu juga di sini persis di depan aku, kalau bisa sih kamu sedang aku peluk di gambar itu." Ucap Tama sambil menunjuk lukisan tepat di gambar dirinya.
"Ih genit ya, terus maknanya apa gitu kalau kamu sambil meluk aku di antara background danau?" Husna bertanya spontan sampai berhenti menggoreskan lukisannya.
"Ya aku harap sih suatu hari nanti kamu Nerima cinta aku di sini, jadi gambar ini nantinya mempunyai arti tentang akhir kisah cinta kita yang akhirnya kamu mau nerima cinta aku terus sambil pelukan gitu deh akhirnya." Jawab Tama sambil nyengir karena permintaanya mungkin sedikit konyol.
"Ih si Tama bisa saja ya, berati kalau suatu hari nanti kamu tiba-tiba ajak aku ke sini lagi, berati aku harus curiga ya kalau kamu mau menyatakan cinta sama aku." Ucap Husna dengan wajahnya yang sedang menahan tawa.
"Haha ya nggak gitu juga sih, nggak harus di sini juga Husna aku menyatakannya, ini kan cuma seumpama saja. Yang jelas suatu hari nanti aku pasti akan menyatakannya dengan sungguh-sungguh sama kamu."
"Oh berarti semalam di telpon nyatainnya nggak sungguh-sungguh ya? Untung saja aku belum luluh semalam ternyata kamu memang cuma bercanda."
"Dasar cewek ribet, hmmm." Tama jadi bergerutu karena Husna memang tak pernah peka.
"Ko gitu sih, yaudah ah aku nggak jadi gambar kita yang lagi pelukan di danau ini."
"Eh jadi jadi, jangan ngambek dong! Huh dasar udah ribet gampang ngambek lagi."
"Eh eh udah berani ya sekarang? Aku coret ni muka kamu!" Sahut Husna sambil mengarahkan kuas lukis ke arah wajah Tama.
"Hehe ampun ampun!"
Di sini Tama menjadi penyemangat untuk Husna, karena sambil melukis Husna juga bisa sambil bercanda dan bersenang-senang dengan Tama.
Hari ini danau yang sejuk dan indah menjadi saksi atas kebahagiaan mereka berdua, karena banyak senyuman dan tawa yang terpancar di antara mereka.