Hanaya, wanita cantik yang harus rela menjual tubuhnya dengan pria yang sangat ia benci. Pria yang telah melukai hatinya dengan kata-kata yang tak pantas Hana dengarkan.
Mampukah Hana hidup setelah apa yang terjadi padanya?
Atau bagaimana kah nasib pria yang telah menghina Hana saat tahu kebenaran tentang Hana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
“Terus pantau dia Roy.” Titah Elang saat mobil sudah melaju dengan perlahan.
“Baik tuan.” Jawab Roy.
“Kita lihat sampai sejauh mana kau bisa bertahan.” Gumam Elang, saat mobil nya melintas di dekat Hana. Elang bisa dengan lebih jelas melihat raut wajah Hana yang terlihat kesal dan juga lelah. Senyum mengembang terlihat jelas di wajah Elang. Saat melihat Hana mulai menderita.
“Han, maaf. Tapi tadi aku sudah berusaha agar kau bisa menyewa rumah ini. Tapi ibu itu..”
Hana menarik nafas dan menghembuskan nya secara perlahan. “Tidak apa. Aku yakin masih banyak rumah di luar sana, yang ingin di kontrakkan.” Ucap Hana.
“Ya sudah kalau gitu aku bantu kamu sampai kamu dapat rumah.” Usul Widia.
“Ya Wid. Makasih.”
Hingga malam tiba, kini Hana dan juga Widia bisa bernafas dengan lega karena sudah berhasil mendapatkan rumah yang akan Hana tempati nantinya bersama sang ayah.
“Akhirnya.” Ucap Hana dengan lega saat berada di dalam rumah itu.
“Kau yakin Han, akan tinggal di rumah ini?” tanya Widia sambil melihat-lihat rumah itu.
“Yakinlah. Kalau tidak mana mungkin aku membayar uang sewa nya.”
“Tapi Han, rumah ini...”
“Ini lebih baik, dari pada harus tinggal di kolong jembatan Wid.”
“Aku dan ayah hanya perlu sedikit membenahinya, pasti akan terlihat layak kembali.”
“Maaf Han. Aku gagal menjadi sahabat mu. Seharusnya aku bisa menolongmu dan membantumu tinggal di rumahku. Tapi kau tahu sendiri kan Han. Kalau aku punya ibu tiri, dan...”
Hana langsung memeluk tubuh Widia.
“Aku tahu. Dan jangan meminta maaf lagi. Karena apa yang kau lakukan padaku sudah sangat lebih Wid. Terima kasih sudah selalu menjadi sahabatku.”
Di tempat lain. Di sebuah kamar yang luas dengan desain modern, cat dinding yang berwarna putih di padupadankan dengan cat berwarna abu, membuat kamar tampak begitu sangat elegan.
“Apa!!!” teriak Elang saat Roy menghubunginya melalui ponsel.
“Maaf tuan tapi...”
“Roy. Bukankah aku bilang. Pantau terus wanita itu. Lalu sekarang? Wanita itu sudah mendapatkan tempat tinggal.”
“Maaf tuan tapi saya benar-benar tidak menyangka jika nona Hana akan menyewa rumah itu tuan.”
“Berikan data Hana padaku. SEKARANG!!” Titah Elang yang tidak ingin di bantah.
Elang lalu memutuskan sambungan tanpa mendengar jawaban dari Roy.
“Lihat saja. Suatu saat kau akan bertekuk lutut di hadapanku.”
Elang memeriksa data yang baru saja Roy kirimkan ke ponsel miliknya. Dengan senyum mengembang di wajah, Elang membaca data tersebut. “Muda bagiku.” Kata nya.
Keesokan harinya. Hana tidak lagi pergi kuliah, karena sibuk mengurus rumah yang baru saja ia tempati. Membersihkan seisi rumah, yang sangat banyak dipenuhi oleh debu. Dan sang ayah pun sibuk membenahi atap yang sudah terlihat bocor di berbagai tempat.
“Kak istirahatlah. Aku dan ayah sedang membereskan rumah.” Ucap Hana sambil melirik seorang wanita yang hanya berdiam diri duduk di kursi.
Tanpa menjawab sepatah kata, wanita itu hanya terus melirik ke arah luar jendela.
“Ayah, bagaimana keadaan di atas sana? Apa sudah aman?” teriak Hana sambil melihat ke atas atap rumah.
“Sedikit lagi Nak.”
“Jika sudah selesai cepatlah turun ayah. Kita makan bersama.”
Beberapa saat kemudian.. Kini Hana dan juga sang ayah sedang menikmati makan siangnya.
“Hana, sampai kapan kau akan bekerja di tempat itu nak?” tanya sang ayah. Karema sejujurnya ayah Hana sangat melarang keras Hana bekerja di kelab malam itu. Namun Hana bersih keras ingin tetap bekerja agar bisa menemukan titik terang untuk sang kakak.
“Tapi sayang. Pekerjaan itu terlalu...”
Hana menggenggam tangan sang ayah.
“Ayah percayalah padaku. Aku tidak akan mungkin merusak kepercayaan yang telah ayah berikan.”
“Tapi ayah, tidak ingin kau sama seperti kakakmu.”
“Ayah. Percayalah padaku..”